Semenjak main ke rumah Adit untuk yang pertama kali, kami menjadi sangat akrab dengan Tante Maya. Bagaimana tidak, kami masih duduk di Sekolah Menengah Atas terus diajak jalan-jalan ke mall di kota. Waktu itu, mall masih ada dalam itungan jari. Hanya sekitar dua mall saja di satu provinsi. Jadi, rasanya seperti melihat dunia yang baru bagi kami.
Saking noraknya kami sampai saling senyum-senyum sendiri sampai Tante Maya cuma bisa geleng-geleng kepala. Selain jalan-jalan, kami sering ditraktir makan, beli buku kisi-kisi pelajaran plus yang paling aku suka yaitu kita ditraktir beli novel teenlint. Lumayan kan? Gak perlu rebutan lagi sama anak kelas sebelah minjem teenlint di perpustakaan sekolah hahahaha (' ∀ ' *)
Suatu hari setelah UAS anak kelas dua telah selesai. Tiba-tiba kami bertiga mendapat sms dari Tanten Maya untuk bertemu di warung bakso favorit kami untuk rapat rahasia dengan syarat tanpa diketahui Adit dan jangan sampai Adit mengikuti kami kesana.
"Kamu dapet sms dari Tante Maya, Lin?" bisik Hanan di telinga kiriku.
"Apa sih bisik-bisik gitu?" Tika mengangkat satu alisnya sambil menaruh kertas folio yang penuh anugrah di depan aku dan Hanan. Itu folio berisikan jawaban remidi ujian matematika yang tidak pernah aku dan Hanan bisa jawab sepanjang beradaban kami hidup. Seakan melihat Pahlawan Bertopeng yang menyelamatkan aku dan Hanan membutuhkan kami, tentu saja dengan semangat menceritakan tentang Tante Maya.
"Gimana ya menghindari Adit dari kita? Dia kan kayak ekor yang ekorin kita kalau habis pulang sekolah. Inget waktu kita bilang mau ke salon bareng aja, si Adit ngikutin," kataku penuh tanya.
"Gampang. Kita perginya misah terus usahain menghindari Adit seusai pulang sekolah. Okay?" Tika memberikan nasehatnya sambil menunjuk ke muka kami dan kami patuh dengan penuh semangat.
"Yosh!"
☘️☘️☘️☘️☘️
Dua sahabat baikku sudah lolos dari kejaran Adit. Itu semua karena mereka mengumpankan Adit kepadaku ( ̄ヘ ̄)
Alamat aku gak dapet jatah traktiran bakso dari Tante Maya nih. Aku minggir ke kiri Adit ikut ke kiri, aku jalan ke kanan eh dia juga ikutin. Sebel gak sih, sumvah si Koko satu itu. Dengan sangat disayangkan aku gak bisa nyusul sepertinya, daripada semua gagal total.
Teman-temanku tersayang dan Tante Maya tersayang, maafkan prajuritmu ini gugur dalam peperangan kali ini. Musuh tidak membiarkan prajuritmu lolos. (╥﹏╥)
Setelah mengirimkan sms kepada mereka, aku berjalan cemberut menuju bus kota di sebrang jalan sekolah kami. Tentunya dengan Adit yang mengekor di belakangku.
"Kenapa sih Koh, ngintilin mulu dari tadi?" keluhku melirik Adit yang duduk di berang tempat dudukku.
"Kan besok ada remidi fisika dan kamu termasuk yang ikut remidi. Kamu lupa ya?"
"Besok cuma class meeting aja, santai remidi kan bisa nyontek hehehe...."
"Tapikan lebih nyaman di hati dan pikiran kalau dikerjakan sekarang dan enggak ndadakan. Lagian kalau kita ngerjain sendiri tu value-nya beda, Cici Alin yang manis." kata Adit.
Dengan berat hati, aku harus mengakui apa yang Adit katakan ada benarnya. "Iyadeh."
☘️☘️☘️☘️☘️
Masih sama koko Adit, Cici Alin?
Aku membaca pesan dari Hanan sambil melihat Adit yang sedang membereskan buku-bukunya. Kemudian menunduk pelan untuk membalas pesan Hanan dan melihat Adit sekian detik setelahnya. Was-was tahu! Jatungku lama-lama bisa copot kalau gini terus kali ya.
Masih, Beb. Gimana?
Tahan Adit dulu yah 20 menit. Terus ke rumah Adit ya, Lin. Kita lagi nyiapin. 20 menit inget 20 menit.
Astaghfirullah. Cobaan apalagi ini. Bilang apa coba. Bekerjalah otakku yang manis. Apa ya hmmm apa nih. Adit sudah mulai beranjak mencari Ummi untuk pamitan.
"Dit!" teriakku panik. 20 menit, Arini!
"Kenapa? Gak biasanya manggil 'Dit'. Kamu aneh." Adit mendekati sofa seberangku.
"Emmm kayaknya mendung deh di luar. Iya kan?" aku mengitip langit yang benar memang mulai mendung.
"Lah iya, makanya aku mau pamit pulang biar enggak kehujanan."
"Gimana kalau telpon Pak Surya, buat jemput kamu aja?"
"Ngapain coba? Ngerepotin, Alin. Naik ojek aja malah lebih cepet nyampek kok."
Aduh apalagi coba. Ide Arini. Ide. "Soalnya aku mau ke rumah kamu. Tante Maya mau ngasih aku novel." Iya ngasih novel tapi novelnya masih di toko buku kesayangan anda.
"Kamu lagi bohong, Arini." jatungku berdegup begitu kencang, Adit enggak pernah manggil namaku dengan nada sedingin itu. Udah dosa tambah dosa. Astaghfirullah, maafin aku Ya Rabb.
"Jadi, aku gak boleh ke rumah kamu?"
Adit menghela nafas seperti helaan nafas tanda penyerahan diri. Lalu aku mendengar nada dering di seberang telpon.
"Sore, Mang Surya. Maaf mau ngerepotin. Ditya minta tolong buat dijemput di rumahnya Arini ya... Makasih ya Mang."
Aku melihat Adit memutus saluran telpon sebelah dan melihatku heran. "Udah kan? Mau gitu aja atau mau ganti baju dulu?"
Mataku berbintang ketika Adit memberikan alasan untuk mengulur waktu lebih lama lagi. "Boleh mandi dulu enggak?"
"Sana gih, aku tungguin"
☘️☘️☘️☘️☘️
"KEJUTAN!!!!"
Suara bersemangat Tante Maya melihat Adit dan aku yang terkejut melihat balon dan pita-pita berterbangan.
"Apasih, Ma?"
"Ih kan mama udah bilang kejutan tadi."
"Aku gak lagi ngerayain apa-apa ya kalau Mama lupa?"
"Kan habis UAS kamu 'janji sama papa' apa coba? Masak mama harus ingetin kamu lagi sih..."
Aku yang bingung dengan kalimat ambigu Tante Maya dan merasa ada perasaan aneh yang tidak aku mengerti. "Maksudnya apa, Tan?"
"Ditya udah enggak sekolah lagi bareng kamu, Arini. Tapi jangan sedih, Ditya masih main sama kalian kok. Udah jangan berdiri di pintu terus. Tante, Tika sama Hanan udah nyiapin makanan enak terus habis itu kita foto-foto. Pengennya habis itu kita nonton drama korea Rooftop Prince atau mau nonto ulang My Girlfriend Is a Gu Mi-ho, bagus juga lho..."
"Ah!!!!Kyaaaa! Tanten punya?"
"Ada, tapi ntar kalian dicari orang tua kalian. Gimana?"
"Iya ya. Yahhh..." keluh Hanan membangunkan aku yang masih tertinggal di depan pintu.
"Alin, ayo masuk. Kenapa kamu berdiri di sini aja?" Tika melihatku bingung sambil merangkulku dan aku menggelengkan kepala dan merangkul Tika juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married!
EspiritualNamaku Rin. Cerita ini dimulai saat aku masih SMA bertahun-tahun silam, saat nama jurusan di SMA masih setia dengan nama IPA dan IPS bukan MIA atau IIS. Tahun itu belum marak yang namanya Line, Path, Instagram dan kawan-kawannya. Tahun di mana layar...