Ketua kelas baru sahaja menyampaikan berita baik sekelas. Bu Dwi akan telat akibat urusan-yang-harus-diselesaikan. Berita itu membuat kelas X IPA-3 menjadi ramai dan tak teratur. Mereka tak perlu mempelajari fisika yang memutar balik kepala mereka.
Adelia baru sahaja ingin ke tempat Nate sebelum tubuh jangkung Fathir menghalangi laluannya. Dia menatapnya dengan tampang datar sehingga Adelia tidak bisa menduga apa yang dimaksudkannya.
"Ulangan lo kemarin 40." akhirnya dia bersuara setelah melihat reaksi Adelia yang sepertinya tidak nyambung dengan kabelnya.
Adelia bahkan lupa dengan nilai ulangannya yang sekarat itu. Dia memuji kecekapan otak Fathir yang bisa menghafal nilai-nilainya. Tak kira ulangan harian maupun ulangan semester. Tapi kadang mengingatkannya pada nilai ulangan yang sekarat itu membuat hatinya sakit mengenangkan remedial yang harus dihadapinya. Terutama saat disuruh mengulangnya kembali pelajaran.
"Oke, oke. Gue belajar." ujar Adelia sambil mendudukkan diri dengan terpaksa. Sekarang konsentrasinya diberikan penuh kepada Fathir yang menjelaskan beberapa hukum fisika karena kebanyakan ulangannya salah di bagian perhitungan.
Tak sampai beberapa detik Fathir menjelaskan hukum Boyle, mata Adelia menjadi berat. Beberapa kali dia melawan kantuknya yang menjalar walaupun matanya terkatup sedikit demi sedikit.
"Cuci muka kek." celetuk Fathir tanpa mengalihkan pandangan dari buku fisika. Adelia memaksakan diri untuagar tidak salah jalan. Dengan langkah seperti robot yang melotot dia berjalan ke toilet yang terletak tak jauh dari kelas X IPA-3.
Saat di toilet, Adelia berpapasan dengan Yasmin yang sedang merapihkan ikat rambutnya. Dia hanya menyunggingkan senyum tipis sebelum kembali dengan ikat kudanya. Adelia memutar keran. Dia ingin mengusir kantuknya dengan segera.
"Lo... suka Fathir ?" tanyanya tiba-tiba yang langsung ditatap Adelia bingung. Otaknya separuh menerima dan separuh lagi tidak. Sehingga dia tidak bisa memastikan apakah soalan itu memang benar ditanyakan Yasmin.
"Apa ?"
"Lo suka Fathir ?"
Pertanyaan itu seketika mengerutkan jidatnya. Tapi kemudian dijawabnya dengan yakin, "Ya nggak lah !"
"Ehm, oke." jawaban Yasmin disambut dengan senyum simpulnya. "Gue duluan ya." ucapnya yang mengakhiri perbualan canggung mereka. Cewek itu lantas berlalu pergi.
Adelia yang masih di depan wastafel menatap bayangannya. Jidatnya kembali berkerut. "Pertanyaan apa itu ?"
Sekembalinya cewek itu ke kelas, Fathir telah menyiapkan 10 soal fisika yang sukses menjungkir-balikkan dunia Adelia.
"APA INI ?" Adelia mendelik kaget setelah membaca soal-soal yang ditulis cowok itu. Segalanya terasa lelet untuk diproses kepalanya.
"Soal." jawabnya pendek sambil separuh menguap. "Bangunin gue kalo lo udah selesai atau guru datang." ujarnya lagi sebelum meletakkan kepalanya di atas meja. Tidur.
Adelia memutar bola matanya. Tipikal seorang Fathir. Pandangannya sekarang kembali ke kertas di depannya. Dengan susah-payah dia menarik Fathir ke dalam lingkaran masalahnya maka, dia harus berjuang kuat untuk menyelesaikannya.
Tidak sampai berapa menit Adelia sudah berapa kali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Soal fisika itu benar-benar membelit dirinya. Belum satu pun yang diselesaikannya.
Adelia menatap Fathir yang masih menutup matanya. Ia masih tertidur dengan lena. Wajah tenteramnya tidak terpengaruhi keadaan di sekeliling yang hampir seperti pasar ikan. Kadang dia berpikir seandainya terjadi gempa apakah Fathir akan sesantai itu.
"Gue nggak tidur." katanya datar yang membuat Adelia sedikit terlonjak. Cepat-cepat dipalingkan wajahnya ke lembaran soal. Dibacanya soal-soal itu lagi dan hasilnya tetap nihil. Tak satu pun ide yang mengapung untuk membantunya.
"Guruguruguru !" suara panik milik para pengamat luar kelas merusuhkan keadaan di dalam kelas. Semuanya berlari ke bangku masing-masing. Mendiamkan diri sambil berakting membaca buku fisika. Kelas mendadak hening, berbeda 180 derajat dari sebelumnya.
Belum sempat tangan Adelia menyentuh pundak Fathir untuk membangunkannya, cowok itu sudah bangkit dari posisinya. Wajahnya langsung tidak menyisakan sisa kantuk.
"Selamat pagi, anak-anak." Sapa bu Dwi dengan wajah ceria yang lebih kelihatan seperti harimau yang siap untuk membaham.
"Selamat pagi, bu Dwi !" sahut sekelas lantang.
"Maaf, hari ini ibu telat karena ada urusan," kata Bu dwi sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Memastikan absensi muridnya dengan sekilas sebelum dia menatap lurus ke arah pintu. "Oh, iya. Kamu bisa masuk, nak."
Tepat di saat itu seorang anak laki-laki lengkap berseragam SMA melangkah masuk. Rambut hitamnya tersisir, namun tidak terlalu rapih. Mata coklat yang selalu menatap lawan bicaranya lembut. Kedua lesung pipit yang menemani senyumnya membuatnya kelihatan lebih manis.
Dalam sekejap cowok itu menjadi pusat perhatian. Adelia yang tadi berkutat dengan lembaran soal yang diberikan Fathir mengalihkan pandangannya ke depan.
Tanpa sadar tatapan mereka terkunci. Cowok itu melemparkan senyum tipis kepada Adelia. Satu per satu memori memenuhi pikirannya. Adelia menahan napas saat mendengar kata-kata perkenalan cowok itu. Dia memang tidak bersedia untuk hal ini.
"Salam kenal," senyumnya melebar. "Gue Mikail Hezarfen."
Author's Note
Ufufufufu akhirnya selesai juga ini part >_<
Maaf partnya kependekaaaan
Maafkan nih author yg suka update seenak jidatnyaa
Makasih banyak buat yang nunggu, baca, dan vomments~
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Idiot & Mr. Newton [hiatus]
Teen FictionFathir, si Mr. Newton. Dan Adelia, si Miss Idiot. Hm, mungkin itu ide yang buruk.