Adelia menarik tubuhnya sendiri. Kedengaran keriuhan dari otot dan sendi yang berkontraksi. Dia menggapai handuknya, menutup pintu kamar mandi. Beberapa detik kemudian terdengar bunyi air yang beradu dengan lantai marmer.
Selesai mengenakan pakaiannya, Adelia menuruni tangga untuk bersarapan. Seperti biasa, dia telat untuk bersarapan. Di meja makan tersusun 2 potong roti isi coklat yang tentu sengaja ditinggalkan untuknya. Adelia melahap satu sambil berjalan ke arah sofa, markas besar sang kakak, Dian.
Adelia melirik Bunda yang sedang menyirami bunga sepatu kesayangannya di halaman depan. Di sisi lain, Ayah dan Dian sedang mencuci mobil. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing.
Sejak tadi tangannya tak henti-henti mengganti saluran televisi yang lebih banyak menayangkan sinetron berbanding berita. Akhirnya dia mematikan televisi karena tidak ada yang menarik untuk ditonton. Adelia memilih untuk masuk ke kamar dan mencari hal yang menarik untuk dilakukan. Meneror messenger Fathir misalnya.
Yang terjadi adalah sebaliknya. Cowok itu telah meneror messengernya lebih dulu. Tiga pesan merupakan angka luar biasa bagi seorang Fathir Khuarizmi. Pesan itu berisi:
Fathir: Jam 10 jangan lupa.
Fathir: Lo di mana ?
Fathir: Gue sama Yasmin udah nyampe.
Adelia mengerutkan jidatnya. Sejak kapan mereka berjanji untuk belajar bersama ? Fathir tidak mengatakan apapun. Apalagi bersama Yasmin.
Adelia yang tak pernah menyimpan nomor Fathir menekan Audio Call untuk meneleponnya.
"Halo," terdengar suara berat Fathir di seberang.
"Kapan kita janjian belajar ?" tanpa ba-bi-bu Adelia terus menyerbu.
"Pas Rabu kan gue bilang. Lo 'iya, iya, iya' aja."
"Kapan gue 'iya, iya, iya' aja ?" Adelia berpikir sebentar. Mencari secebis ingatan di hari Rabu. Jam pelajaran Bu Dewi, remedial kimia. Saat Yasmin berbicara kepada Fathir yang isi dialognya entah apa. Juga ucapan terima kasihnya yang masih terkandas hingga ke hari ini. Bibirnya membentuk huruf O kapital."Oh."
Telepon diputuskan sepihak. Tentunya oleh Fathir.
Adelia membuka lemarinya. Mengeluarkan apapun yang bisa dipakainya dalam waktu yang singkat.
Setelah itu dia berlari melewati Bunda yang sedang membenarkan anggreknya, Ayah dan Dian yang bermandi keringat bercampur air sabun sambil meneriakkan, "Adel pergi !"
Adelia tiba di taman, tempat biasa mereka belajar bersama. Yang tidak biasanya adalah kewujudan Yasmin yang mungkin terlibat sama dalam belajar bersama yang tak terancang ini.
"Hai !" Sebuah kata sapaan dilontar Adelia, memecahkan konsentrasi kedua manusia yang sedang mengerjakan soal. Fathir mengangkat kepalanya. Merenung tajam pada cewek yang sedang meringis tanpa rasa bersalah.
"Telat." Komentar Fathir datar. Wajahnya tetap tanpa ekspresi walaupun ditinggalkan berdua bersama Yasmin. Apa cowok ini benar-benar memiliki ekspresi ?
Yasmin di sebelahnya melemparkan senyum saat tatapannya bertemu Adelia. Adelia akui, hari ini cewek itu kelihatan berbeda. Mungkin karena rambutnya yang sering dikepang sekarang lepas tergerai. Atau mungkin karena Adelia belum pernah melihatnya memakai baju bebas. Atau mungkin juga karena samar-samar tercium aroma parfum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Idiot & Mr. Newton [hiatus]
Teen FictionFathir, si Mr. Newton. Dan Adelia, si Miss Idiot. Hm, mungkin itu ide yang buruk.