Sir Isaac Newton, 1643 - 1772
...
Aku melempar tas ku entah ke mana dan kemudian melompat ke kasur ku. Kasur itu bergerak dan berbunyi gesekan antara kawat besi di dalamnya ketika menerima beban.
"Akhirnya, hari ini berakhir" kataku sambil menarik nafas lega. Aku membenamkan wajahku ke bantal. Untuk beberapa detik sebelum...
Kreeek !!
Aku mendengar pintu dibuka. Kepalaku segera ku angkat. Seorang laki-laki bertubuh jangkung dan bermata coklat gelap berdiri di muka pintu.
"AAN !"
"Buset ! Bau apaan ini ?" katanya sambil menutup hidungnya. Tangannya pula sibuk mengibas-ngibaskan bau yang tidak jelas itu. "Kaos kakimu membahana !"
"Siapa suruh lo masuk tanpa keizinan ?" balasku sambil bangkit dari kedudukanku.
"Orang udah gedo-gedo tadi hagak ada suara !" suara Dian terdengar seperti Squidward di dalam kartun Spongebob Squarepants.
"Emangnya ada urusan apa lo ke sini ?" Aku terlalu capek untuk berdebat dengan Dian dan memutuskan untuk mengusir Dian dari kamarku.
"Ho disuruh mama maddi !"
"Iya, iya. Nah, udah. Sekarang lo keluar" aku menolak Dian keluar dari kamar.
"Siapa yang mau tinggal di kamar kayak gini ? Tikus aja lari !" Dian kemudian berjalan pergi sambil mengomel sendirian. Punya kakak laki-laki kayak punya nenek satu lagi. Aku menutup pintu dan mengambil handukku.
Cukup 10 menit aku mandi, aku berjalan turun ke tingkat bawah untuk makan malam.
Aroma semur ayam menyebar ke seluruh dapur ketika mama membuka tutup panci itu. Aku menolong mama mempersiapkan meja makan. Setelah selesai, aku duduk di sebelah Dian.
Makan malam berlangsung sepi kecuali sesekali terdengar sendok berdenting dengan mangkuk kaca.
"Jadi, bagaimana sekolahmu ?" Tanya ayah memeSebuah pertanyaan regular yang akan ditanya orang tua kepada anaknya. Mama juga menatapku seolah-olah meminta jawaban.
"Ya... Begitulah" jawabku malas. Bercerita tentang nilai ujian, nilaiku hanya cukup makan. Kurasa aku tidak mempunyai lagi semangat hidup. Bisa dikatakan begitu.
Ayah menghela nafas panjang. Aku sendiri tidak mengerti. Kenapa aku tidak pintar matematika seperti ayah ? Kenapa aku tidak bisa menyelesaikan masalah fisika seperti mama ? Kenapa aku tidak mendapat ranking yang bagus seperti Kak Dian ?
Aku beranjak pergi dari meja makan. Alih-alih masalah yang sama juga yang dibincangkan.
...
"Jadi, hari ini kita akan membahas tentang..."
Entah kenapa mataku terasa berat ketika mendengar penjelasan Pak Rian. Dan katup mataku seperti mau tertutup. Padahal sekarang adalah pelajaran TIK !
"Adelia Zahra, siapakah laki-laki ini ?" Pak Rian tiba-tiba menyoalku.
Mataku yang berat otomatis terang benderang kembali. Jidatku berkerut ketika melihat sebuah foto laki-laki yang terpampang di layar LCD. Seorang laki-laki dengan pakaian jaman victoria serta rambut bergulung seputih tulang.
Gue serasa pernah ngeliat deh itu manusia. Tapi... siapa ?
"Kakek lo, Del" ujar Razi. Serentak satu kelas tertawa. Kecuali Pak Rian. Yang sedang menatapku dengan bengis. Aku menelan air liur. Bersedia dengan segala kemungkinan.
"Kamu, anak baru, jawab"
Dia lagi ?
Laki-laki yang merasa dipanggil itu berdiri. Semua perhatian tertumpu kepadanya.
"Itu adalah Sir Isaac Newton, seorang ahli fisika, ilmuwan matematika juga seorang ahli astronomi, penemu hukum gravitasi, pengembang kalkulus diferensial dan integral. Beliau adalah penemu prinsip kekekalan momentum dan momentum sudut" jelas Fathir panjang lebar dan kemudian menerima applause dari anak kelas X-2.
"Lain kali kamu dengerin apa yang bapak bilang. Jangan ngelamun aja" ujar Pak Rian. Aku hanya manggut-manggut ketika mendengarnya.
Fathir, Fathir. Kau memang mencari masalah.
"Sekarang buka halaman 64. Kita akan mengulangkaji tentang ilmuwan-ilmuwan yang banyak berjasa dalam kehidupan kita" ujar Pak Rian kemudian terdengar bunyi lembaran kertas dibuka. Kelas X-2 berlanjut hening sambil mendengarkan materi dari Pak Rian.
...
Aku menggebrak meja dengan buku TIK yang setebal 1 inci setengah. Sekilas, orang-orang menatapku aneh.
Dia tidak bisa dibiarkan !
"Udah-udah lah, del" kata Nate sambil mengambil bekalnya. "Yuk ke kantin"
Inisudahmelampauibatas !
"Adel"
"Adel !" Satu tamparan keras di pundakku membuatku sedikit terlonjak.
"Apa ?!" Balasku tak kalah kuat.
"LO MAU KE KANTIN NGGAK ?!"
"Nggak" jawabku. Aku kemudian menjentikkan jari. "Gue mau ke perpus" kata ku sambil berlari ke luar. Meninggalkan Nate yang kebingungan.
Paling aku dianggap sinting.
Sesampai di perpus, aku berjalan diantara rak-rak buku yang menjulang tinggi. Tiba-tiba dua orang kakak kelas berlari kearahku dan hampir saja menabrakku. Kedengaran suara cekikikan mereka dari jauh.
Sialan ! Umpatku dalam hati. Perlahan-lahan aku berjalan masuk ke sudut rak yang tak akan mungkin ku masuki.
Rak matematika.
Aku menyentuh buku-buku matematika yang sudah berdebu. Siapa coba yang mau membaca tentang matematika ?
Pandanganku terhenti pada sebuah judul buku yang kurasa menarik. Isaac Newton. Bukan sebuah buku matematika malah menjurus ke sejarah.
Aku menarik buku merah bersampul keras itu. Seketika, tubuhku terasa membeku ketika melihat siapa yang di sebelah sana. Mata cokelat gelap itu menatapku dingin.
Belum sempat aku membuka mulut, bahkan berkedip, aku dihujani puluhan buku matematika yang berjatuhan dari rak-rak tua. Pandanganku terasa kabur dan akhirnya menjadi kelam.
Author'snote
Hellow ! Maafya, kalopartinibosen...
BTW, minggudepanmasihadaUTS-_-
Makasihbangetyangudahbaca ! Ireallyappreciate that. Wishmeluckdanvomments ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Idiot & Mr. Newton [hiatus]
Teen FictionFathir, si Mr. Newton. Dan Adelia, si Miss Idiot. Hm, mungkin itu ide yang buruk.