34. Kelompok Terpecah

12 3 3
                                    

Angin berembus lirih di antara pecahan kayu yang berserakan di atas geladak. Udara asin melekat di setiap inci, meninggalkan rasa lengket yang tidak nyaman. Laut di kejauhan terlihat seperti hamparan logam kusam, datar dan tak bernyawa setelah semalam bergolak seolah hendak menelan dunia.

Pagi ini, celah mentari menembus sisa-sisa kabut yang tebal. Tidak memberikan rasa hangat apalagi biru langit yang menyambut fajar. Hanya kehadiran cahaya yang merayap menyedihkan di balik cakrawala, menyingkap kejadian semalam dalam kesunyian.

Di dekat pagar geladak haluan, Zalika membuka matanya, menyipitkan sejenak lalu meringis tatkala merasakan rasa sesak dan panas di dalam dadanya. Pandangannya buram sebab sisa garam yang mengering di kelopak mata. Ia mencoba menarik napas dalam, tapi rasanya masih sesak sekaligus panas, ia kehabisan energi.

Udara pagi ini tidak terasa menyegarkan seperti seharusnya, melainkan kehampaan hening yang menggantung canggung. Menekan Zalika untuk segera mengedarkan pandang ke sekitar hanya demi menyaksikan kehancuran kapal ini sudah dirasa menyedihkan.

Gadis itu meraba lantai kayu geladak, semuanya terasa lembab dan bau amis laut, juga besi yang basah. Menarik napas dalam sembari memandang tiang agung di tengah geladak utama sudah roboh sebagian dan ujungnya mencuat ke langit persis seperti tulang yang patah. Beberapa langkan di bawah sana juga hancur dan pecah, genangan air terlihat di bawah sana melalui celah lubang palka yang terbuka.

Tak perlu dipertanyakan lagi bagaimana nasib layar-layar di atas sana yang mulanya terbentang penuh keberanian kini justru robek, terkulai kusam, basah dan berat.

Di ujung geladak utama, bersandar pada sebagian langkan yang masih kokoh menjadi pagar kapal, Kerim terduduk lemas di sana. Rambutnya basah, matanya terpejam. Ada luka berdarah di pelipisnya serta rumput laut-bawaan ombak yang menghias tak patut di sana. Napasnya lemah, hampir tak kentara.

Zalika baru saja hendak turun ke bawah, ketika ia beranjak berdiri dan merasakan nyeri di bahunya, cedera sebab sempat membentur tiang haluan kala badai mengamuk semalam. Setelah jeda cukup lama, gadis itu pun melangkah pelan menyusuri papan kayu geladak dengan bunyi berderak di atas serpihan kayu, mendekati Kerim.

Susah payah Zalika menuruni anak tangga, ia bungkuk untuk memeriksa keadaan pria itu. Masih hidup, akan tetapi belum sadarkan diri. Keadaan pagi ini terasa begitu hening. Di bawah cahaya fajar yang pucat, air tampak tak bernoda. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di sekitarnya dan itu menjelma rasa panik dan takut yang perlahan mulai membekuk Zalika diam-diam. Tak ada puing tambahan di laut selain puing-puing serpihan kayu, tak ada pula tubuh yang mengambang di sana.

Dari arah sobekan kain layar yang terkulai lepas dari tulangnya, sebuah gerakan terlihat samar. Zalika membeku di tempat, sempat ragu untuk mendekat. Tatkala kain itu tersingkap dan menampilkan Leo yang terbatuk-batuk setelahnya.

Gadis itu masih diam di sana, tidak mendekat ataupun bergerak. Alih-alih, bulir air mata justru turun membasahi pipinya. Detik itu, Zalika kembali ambruk terduduk lemas, menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis sejadinya.

Leo baru saja selesai menenangkan dirinya dari rasa sesak akibat air laut yang tertelan begitu banyak semalam. Terbatuk-batuk adalah upaya baginya untuk bernapas lebih nyaman. Ketika didapati Zalika menangis, buru-buru pemuda Anera itu mendekat, dengan langkah tak seimbang, ia langsung mendekap tubuh Zalika erat.

Pastinya gadis itu ketakutan, Leo bisa mengerti. Dari arah belakang, Kerim membuka matanya perlahan. Berkas cahaya mentari yang memasuki indra pandangannya sontak membuatnya menyipit. Ada ringisan pelan ketika luka di pelipisnya terasa perih akibat garam laut.

"Aku ... aku tak tahu ke mana yang lainnya ... sepi sekali. Ini semua salahku. Seharusnya aku tidak percaya diri membuka portal ...." gumam Zalika di sela isakannya, ia mencengkram pakaian Leo yang lembab itu erat. Lebih dari sekadar rasa takut, melainkan dihadiri oleh rasa bersalah juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ERYNDOR: Tales Of Sentinel GiftsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang