Bab 1

710 47 6
                                    

Semburat cahaya mentari pagi mulai menampakkan sinarnya. Menyiram lembut pepohonan dan dedaunan yang basah oleh embun pagi. Ayam mulai berkokok memanggil manggil sinar matahari agar lebih cepat naik. Penduduk di desa Prambanan sudah meramaikan jalan perkampungan. Mereka sudah beraktivitas sejak pagi buta tadi. Begitu pula dengan aku dan Ibuku.

Aku membantu Ibu menimba air sumur untuk keperluan mandi orang orang dirumah. Yah meski hanya ada aku dan Ibu di rumah kecil ini. Ibu sedang duduk di kursi kayu di bawah pohon yang rindang di belakang rumah.

"Kirana, cah ayu" Ibuku memanggilku dengan lembut.

"inggih bu" Aku menyeka keringat yang mulai membanjiri dahi. Menoleh pada Ibu, mengalihkan sejenak pekerjaanku.

"kamu kapan mau kuliah?" tanya Ibu kembali menanyakan pertanyaan ini.

"inggih, nanti bu. Kirana masih nyaman kerja, bu" aku lagi lagi menjawab dengan kalimat ini. Aku menghampiri Ibu dan ikut duduk di sampingnya.

"kalau masalah biaya, Ibu sudah ada kok. InsyaAllah cukup. Pakdhemu juga mau bantu" jelas Ibu. Aku sedikit terkejut.

"Ibu, ga usah repot gitu. Kan Kirana sudah bilang. Kalo kuliah nanti Kirana pakai uang sendiri. Uang hasil kerja Kirana ini"

"sudah kewajiban Ibu, nak. Membiayai sekolah kamu. Ibu ingin kamu jadi sarjana. Sekolah yang tinggi seperti Aning. buat Ibu bangga, cah ayu" ucapan Ibu membuatku terdiam. Aku menyerah.

"inggih, bu. Nanti Kirana pikirkan lagi" kataku

"bagus, hanya Kirana yang Ibu punya saat ini" Ibu mengusap pelan kepalaku dan pergi masuk ke dalam rumah.

**

Setelah perbincangan dengan Ibu pagi tadi, aku mulai memikirkan untuk kuliah. Ibu ingin aku menjadi sarjana dan aku tidak mau mengecewakan Ibu. Aku akan kuliah, harus, tekadku dalam hati.

Setelah memutuskan untuk kuliah. Aku mulai mencari universitas yang cocok untukku. Di Jogja banyak universitas yang murah tapi aku tidak berminat karena terlalu dekat dengan rumahku, kurang menantang. Aku ingin mencoba hidup mandiri. Semarang, Aning-sepupuku- juga kuliah disana tapi aku sudah terlalu sering kesana saat bermain ke kost-an Aning.

Lalu dimana? Aku mulai frustasi memikirkannya hingga tiba tiba terlintas dipikiranku sebuah kota yang tak pernah terduga sebelumnya, Ibu kota Jakarta. Aku tersenyum.

"Ibu, Kirana mau kuliah" kataku saat sedang bersantai bersama Ibu di ruang keluarga sehabis makan malam. Ibu terlihat sumringah begitu mendengar penuturanku.

"syukurlah kalau begitu. Ibu akan bilang ke Pakdhe. Ibu dan Pakdhe berencana menyekolahkan kamu di tempat yang sama kayak Aning"

"tapi Kirana ndak mau ditempat Aning, bu. Kirana ndak mau di Semarang"

"kenapa cah ayu? Di semarang banyak universitas yang cocok buat Kirana. Kenapa ndak mau?" aku tau meski Ibu kecewa namun Ibu tetap bersikap lembut padaku.

"Kirana sudah terlalu sering ke Semarang. Kirana pengen nyari tempat yang baru, biar dapet pengalaman yang baru, bu. Kirana pengen di jakarta" jawabku sambil menunduk, takut Ibu marah.

"kenapa jauh sekali?" Ibu terkejut. "yasudah, nanti kita bicarakan lagi saja sama Pakdhemu gimana baiknya ya, cah ayu" kata Ibu lembut seraya mengusap bahuku.

Oh Ibuku, mengapa engkau baik sekali bagaikan malaikat paling cantik dari khayangan.

**

Pagi ini aku akan pergi ke Tour and Travel Agent tempatku bekerja yang terletak di pusat kota Jogja. Semalam Boss menelpon, mengabarkan kalau aku ada job hari ini.

"Ibu, Kirana pamit ya ke jogja, ada kerjaan. Assalammualaikum" kataku sambil mencium khidmat tangan Ibu.

Ibu hanya tersenyum melihatku "waalaikumsalam. Hati-hati, cah ayu". Aku bergegas memakai tas ku dan keluar rumah.

Pakdhe mengantarku hingga gerbang desa dengan sepeda motor bututnya. Aku sudah biasa diantar oleh Pakdhe jika ingin berangkat kerja. Kadang-kadang Pakdhe juga sering memberiku uang jajan. Dia memperlakukanku seperti anaknya sendiri. Wajar sih karena Pakdhe ini ayahnya Aning, beliau juga kakak dari Ibuku.

Aku menggunakan angkutan umum yang akan membawaku menuju halte Prambanan. Sesampainya di halte Prambanan, aku menunggu Trans Jogja yang menuju kota Yogyakarta. Trans Jogja ini berfungsi sama seperti Trans Jakarta. Haltenya tersebar diseluruh penjuru kota Yogyakarta. Bedanya Trans Jogja belum memiliki koridor seperti Trans Jakarta sehingga jalurnya masih bercampur dengan kendaraan lain.

Perjalanannya tidak lama hanya memakan waktu 30-45 menit. Begitu sampai di halte, aku langsung turun dari bus dan berjalan kaki menuju tempat kerjaku.

"Assalammualaikum. Mbak, katanya aku ada job mandu. Liat dong" kataku pada Mbak Diana. Dia karyawati yang selalu stand by di kantor.

"Waalaikumsalam. Kirana, udah lama ga ketemu kamu" ia bangkit menghampiriku dan mencium pipiku.

"heheh iya mbak. Mbak kan cuti 2 bulan karena lahiran. Maaf yaa aku belum sempet ikut mbesuk sama liat bayinya. Gimana bayinya? Sehat? Tetep perempuan kan?" pertanyaanku memberondongnya. Maklum, kami lumayan dekat meski tidak seumuran. Mbak Diana baru saja melahirkan anak keduanya.

"Rapopo. Kamu kan sibuk terus. Alhamdulillah bayinya sehat dan tetep perempuan sesuai dengan perkiraan"

"yasudah kalo gitu. Aku mau liat kerjaanku"

"monggo monggo, bentar tak cari dulu ya" Mbak Diana mulai sIbuk mencari file-filenya. Sedangkan aku duduk manis memandangi Mbak Diana sambil melepas lelah.

"ini, Ran" dia menyerahkan selembar kertas padaku. "Kamu jemput di bandara ya, Ran. Pesawatnya mendarat jam 9."

"oke sip, matur nuwun, Mbak" aku masih membaca kertas selembar yang ada ditanganku ini. Membaca nama orang yang akan aku pandu. Nicholas Clayborne.

***
Haftt, Bab 1 sudah meluncur. Semoga ada respon dari reader:)
Hope you enjoy it guys. Please vote this story or leave a comment.

Gadis PrambananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang