BI - Beruntung memilikimu

93 8 1
                                    

Ezra berpamitan pada Ayunda sebelum berangkat untuk pemotretan yang akan berlangsung hingga malam. Ia mendekat, mengecup kening istrinya dengan lembut, lalu menunduk, mengelus perut Ayunda yang masih rata dengan penuh kasih sayang. 

"Papi pergi dulu ya, kerja dulu," ucapnya dengan suara hangat. Jemarinya membelai lembut perut istrinya, seolah berbicara langsung dengan kehidupan kecil yang tengah tumbuh di sana. "Nanti papi pulang lagi. Love you, dedek." Ia mengecup perut Ayunda dengan penuh rasa sayang. 

Ayunda hanya tersenyum, matanya menatap Ezra dengan penuh kelembutan. 

"Aku pamit ya, sayang," lanjut Ezra, menatap Ayunda. "Kayaknya baru bisa pulang jam sepuluh nanti." 

"Iya, hati-hati ya, sayang," balas Ayunda, membalasnya dengan kecupan manis di pipi sebelum Ezra benar-benar melangkah pergi. 

Setelah mobil Ezra menghilang dari pelataran rumah, Ayunda melangkah masuk kembali. Di dalam, Abimana masih duduk santai di kursi roda, fokus dengan handphone di tangannya. 

“Mas, udah makan sore?” tanya Ayunda sambil berjalan mendekat. “Aku baru mau masak buat makan malam.” 

Abimana mengangkat kepalanya, lalu menaruh handphone di meja. “Tadi aku udah makan bakmi, masih kenyang kok, sayang,” jawabnya dengan nada santai. “Sekarang mau masak apa?” 

Ayunda berhenti sejenak di dekat pantry, tangannya menyentuh permukaan meja sambil berpikir. “Kamu mau makan apa? Bingung juga aku. Stok bahan masakan baru beli, jadi masih lengkap.” 

Abimana tersenyum kecil, lalu mendekat. “Ini aja, aku pengen makan soto ayam sama ikan bakar. Kayaknya enak.” 

“Oke, bentar ya, Mas. Aku cek dulu di kulkas.” Ayunda segera melangkah ke kulkas, membuka pintunya, lalu mulai mencari bahan-bahan yang dibutuhkan. Sesekali, ia melirik ke arah Abimana yang masih memperhatikannya, senyuman kecil terselip di wajah suaminya. Suasana di dapur terasa lebih hangat, sejenak membuat Ayunda lupa akan segala hal yang sempat mengganggu pikirannya.

“Sini, sayang. Aku bantu,” ujar Abimana, memutar kursi rodanya mendekati Ayunda. Senyum kecil tersungging di bibirnya. “Udah lama juga kita gak masak bareng.” 

Ayunda menoleh, matanya berbinar melihat suaminya yang tampak bersemangat. “Boleh banget, sayang,” katanya sambil mengambil beberapa bawang dan cabai dari dalam kulkas. “Bantu kupas bawang sama cabai, ya.” 

Abimana mengangguk, mengambil bahan-bahan itu dari tangan Ayunda. “Siap, chef.” 

Ayunda terkekeh kecil, lalu mulai menyiapkan bahan lainnya. Suasana dapur mendadak terasa lebih hangat, penuh keintiman yang sederhana namun begitu berarti.

Abimana mulai mengupas bawang dengan telaten, sementara Ayunda sibuk mencuci ayam dan menyiapkan bumbu. Sesekali, ia melirik ke arah suaminya yang tampak serius dengan tugasnya. 

“Kamu masih jago ngupas bawang, kan?” goda Ayunda sambil melirik sekilas. 

Abimana terkekeh. “Ya harus dong. Masa kalah sama kamu?” ujarnya, lalu mengangkat satu siung bawang yang sudah bersih dengan bangga. 

Ayunda tersenyum, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Ia menyalakan kompor, memasukkan bumbu ke dalam panci, dan aroma harum mulai memenuhi dapur. 

Sementara itu, Abimana melanjutkan tugasnya dengan cabai. Tapi baru beberapa saat, ia mengerjap-ngerjapkan matanya, wajahnya mulai menunjukkan ekspresi kepedasan. “Gila, ini cabe ganas banget!” 

Ayunda menoleh dan langsung tertawa melihat ekspresi suaminya. “Makanya, jangan pegang mata! Cuci tangan dulu, Mas,” katanya sambil masih terkikik. 

BERBAGI ISTRI (2 Suami Poliandri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang