Malam tiba, suasana pun semakin mencengkam. Hujan pun turun dengan sangat lebat. Hal ini membuat suasana di rumah semakin seram. Jaemin segera mengenakan mantel yang tebal, setelah itu ia membawa dirinya untuk tidur di sebuah kasur kecil.
Suara germicik hujan dan suara berisik lainnya, membuat Jaemin tidak nyaman. Ia merasa dirinya harus berada di dalam lemari yang ada di depan kasurnya. Ia mendudukan dirinya dan menatap lemari di hadapannya dengan lekat.
Sebuah suara nyanyian terdengar, suaranya sangat merdu dan menenangkan. Jaemin menoleh ke sebuah jendela yang tertutup oleh sebuah kain. Rasa penasaran dan takut bercampur di hatinya, ia ingin melihat namun otaknya memutar semua peraturan yang diucapkan oleh Karel tadi sore.
Suara nyanyian pun hilang, digantikan dengan suara latunan melody yang cukup seram. Suara pintu yang di ketuk-ketuk dan suara orang sedang berjalan di atas rumah. Jaemin terdiam beberapa detik sebelum ia membawa dirinya untuk bangkit dari kasur secara perlahan agar tidak menimbulkan suara. Baru saja turun dari kasur, pintu kamarnya terbuka memperlihatkan Haechan yang berjalan dengan cepat ke arahnya setelah menutup pintu dengan rapat.
Perasaan takut memenuhi tubuh Jaemin, ia memundurkan langkahnya sedikit saat melihat wajah Haechan yang pucat. Tarikan dari Haechan membuat Jaemin tertarik masuk ke dalam lemari.
Pintu lemari di tutup dengan rapat, nafas keduanya sangat berat. Tangan keduanya pun dingin, dahi keduanya bercucuran keringat. Suara di luar semakin berisik, membuat jantung Haechan dan Jaemin berdetak dengan cepat.
Suara detuman keras membuat Jaemin dan Haechan terkejut. Jaemin segera menggenggam tangan Haechan dengan kuat, sedangkan Haechan meremas baju yang ia kenakan. Setelah 3 jam lamanya, suara bising tersebut hilang. Jaemin dan Haechan membuang nafas pelan, perasaan lega menghampiri keduanya, walau keduanya kelelahan dan mengantuk.
Suara ketukan di pintu lemari membuat Jaemin dan Haechan kembali menegang. Pintu lemari terbuka, membuat Haechan dan Jaemin panik. Untung saja Jeno dan Mark cukup peka, keduanya segera menarik pasangan masing-masing ke dalam pelukan.
Jaemin meremat baju yang Jeno kenakan dengan kuat, tubuhnya bergetar ketakutan. Sedangkan Haechan sudah menangis dalan diam di pelukan Mark. Mark dan Jeno hanya diam sembari menenangkan Jaemin dan Haechan. Setelah tenang, keempatnya berjalan ke lantai satu.
Karel terdiap menatap keempat orang yang menumpang di rumahnya berdiri di hadapan dirinya. Kelimanya berakhir berkumpul di ruang makan. Sunyi, tidak ada yang membuka suara. Hingga akhirnya Jeno yang pertama membuka percakapan.
"Kita butuh tumbal" ucap Jeno.
Ucapan Jeno, sontak membuat Karel, Jaemin dan Haechan menatap Jeno. Berbeda dengan Mark yang masih diam dengan tenang.
"Saya tau ini terdengar tidak masuk akal. Namun dengan cara ini kita tau apa yang kita hadapi" ucap Jeno dengan tenang dan pelan.
"Jeno benar. Kita tidak bisa hanya diam dan mengikuti peraturan. Kita perlu memastikan apa yang kita hadapi. Karel, saya tau kamu pemuda yang belum hilang karena kau cukup cerdas. Kami butuh bantuan mu, untuk menjelaskan apa yang terjadi. Mengenai soal tumbal, kalian berdua bisa berdiskusi siapa yang ingin di jadikan tumbal" ucap Mark sembari menunjuk Jaemin dan Haechan secara bergantian.
"Biar aku saja"
"Kau yakin?" Tanya Jaemin sembari menatap Haechan dengan khawatir.
"Tentu, lagi pula aku sudah melihat sesuatu yang belum kalian lihat"
Keempatnya menatap Haechan dengan bingung. Melihat keempat orang di hadapannya melihat dirinya dengan bingung, membuat Haechan kembali membuka suara.
"Akan ku jelaskan nanti"

KAMU SEDANG MEMBACA
THE MORRIGAN
Fanfictionsebuah takdir yang membawa dua pemuda dari kalangan bangsawan rendahan, menghadapi sesuatu yang tidak pernah keduanya lihat dan hadapi. keduanya bertemu di kegelapan yang sangat gelap dan di sana lah mereka saling membantu untuk keluar dari kedalama...