Kennard menatap tubuh gadis yang tergeletak dikasur dengan infus terpasang ditangannya. Wajah gadis itu pucat pasi, tanda bahwa dia kekurangan darah. Berkali-kali dia menyalahkan diri sendiri. Andai dia tidak egois dan meninggalkannya pergi. Mungkin hal yang seperti ini tidak akan terjadi. Terlebih membuatnya harus berbaring dirumah sakit yang memang tidak sepantasnya dia masuk kesini.
"Kak, sudahlah ini sudah malam sebaiknya pulang. Biar mbok Darmi yang menjaganya."
Suara Keisah membuatnya terbagun dari lamunan dan mengiyakan untuk pulang. Walau sebenarnya sangat berat dia meninggalkannya.
"Ayo kak kita pulang."
***
Hari ini dokter menyatakan bahwa Nia sudah boleh pulang, namun masih harus bedrest dirumah. Setelah dokter keluar. Ditatapnya sekeliling ruangan yang ditempatinya. Terlihat sosok yang sangat dikenalnya tertidur disebuah sofa dipinggir tempat tidurnya. Ya sosok yang tampan tentunya. Kenapa dia ada disini? Tiba-tiba tubuh itu bergerak dan langsung memandangnya.
"Nia, kamu sudah bangun? Maaf aku baru datang. Aku baru tau kamu mengalami kecelakaan."
"Apa kamu dari semalam?"
"Begitulah. Tapi kamu sudah tertidur."
"Hmm hari ini aku sudah boleh pulang."
"Syukurlah. Akan aku antar nanti."
Belum sempat menjawab sudah ada seorang lelaki yang semalam dimimpikannya. Dia menghampiri keranjang dan memandang intens ke arah lelaki satunya.
"Oh hai Letda Kennard. Apa yang membawamu kemari?"
"Bukankah kau sudah tau kalau Nia adalah calon istriku."
"Hmm benarkah? Namun aku hanya ingin mengantarnya pulang."
Dring suara telepon milik Kennard berbunyi entah dari siapa yang pasti sangatlah penting. Sehingga dia mengatakan sesuatu yang mengecewakan.
"Kalau begitu kau boleh mengantarnya pulang. Terimakasih. Aku pamit dulu."
Tanpa menatapku, Kennard bergegas keluar dan pergi meninggalkanku berdua dengan Ryan. Dia bilang aku adalah calon istrinya namun dia memperbolehkan aku diantar lelaki lain. Kennard sungguh tidak mencintaiku. Memang dari pertama dia sangat membenciku. Terlihat jelas diwajahnya bahkan sampai saat ini.
Aku pun membereskan barang-barangku masuk kedalam tas kecil yang sudah Bunda siapkan. Ryan masih ada disini membantuku.
"Ryan apa kamu tidak kerja? Sudahlah biar saja aku sendiri. Lagipula masih ada Bunda yang mau mengantarku."
"Aku sudah ijin Nia. Kamu tenang saja. Kamu tau kan itu perusahaan milik siapa.."
"Karena itu kamu harus jadi pemimpin yang memberikan contoh baik pada anak buahnya."
"Nia, biarkan aku kali ini saja membantu.. Aku tidak akan bisa lagi leluasa melihatmu setelah kamu menikah nanti."
"Ah kamu benar.. Tapi.."
"Sudah tidak ada tapi-tapian. Cepatlah Bunda sudah menunggumu dimobil."
Apa Ryan masih ada rasa padaku setelah lama kita berpisah? Kadang separuh dari diriku menginginkannya selalu ada untukku. Separuh dariku masih mencintainya seperti dulu.
Sesampainya ditempat kost, aku merebahkan diri dikamar yang sangat aku rindukan ini sepertinya sangat lama aku meninggalkannya. Walaupun tempat kost ini kecil, tapi termasuk besar jika hanya ditinggali oleh 2orang saja. Terlebih semua ruangan disini tersedia. Ada 3 kamar tidur, 1kamar mandi, ruang tamu, dapur, dan ruang keluarga. Dibelakang ada sedikit halaman bisa digunakan untuk menjemur pakaian. Beginilah kehidupanku yang sangat sederhana. Aku mensyukuri semua yang ada.
"Lebih baik kamu istirahat. Aku akan pulang." Kata Ryan dengan senyumnya yang meneduhkan hati.
"Iya aku sangat berterima kasih padamu, Ryan."
"Hm kamu harus berhutang budi padaku."
"Benarkah?"
"Ya. Akan aku tunggu itu."
Tiba-tiba dia mengecup keningku sangat lama. Rasa hangat mengalir disekujur tubuhku. Aku rindu ini semua. Aku ingin kasih sayangnya kembali lagi padaku. Namun siapa aku?
Ryan berpamitan pada Bunda dan bergegas pulang. Untungnya Bunda masih mau menemani sampai aku benar-benar sembuh dan dapat kembali bekerja.
Aku langsung saja tertidur setelah semuanya beres disini. Tidak ada yang senyaman tempat tidur sendiri. Sebelum aku terlelap, aku membayangkan wajah seseorang yang sangat aku nantikan kehadirannya. Kennard. Ya dia yang aku tunggu tapi juga yang menyakitiku.***
"Kak, aku ga mau pisah dari kamu. Bawa aku lari kak."
"Din, aku ga mungkin kayak gitu. Harusnya kamu ga seperti ini. Papahmu akan sangat kecewa."
"Biarin. Aku juga ga peduli . Aku beneran cinta sama kakak. Aku ga mau bohong sama kakak lagi. Aku ga mau nyiksa diriku sendiri ngejauhi orang yang aku sayang. Ayo kak..."
"Din, kamu harus tenang. Kamu belum pulih. Ayo makan dan minum obatnya ya?"
"Aku ga mau kak. Ayo kita pergi dari sini. Bawa aku bersamamu kak. Ku mohon."
"Din bersabarlah. Aku harus kembali dinas. Setelah itu akan aku jemput kamu."
"Benar ya kak?"
Kennard hanya menganggukan kepalanya. Mengiyakan untuk memenuhi permintaan orang yang disayanginya. Namun entah mengapa yang ada dipikirannya hanyalah Nia, calon istrinya. Bagaimana dia menyampaikan ini semua pada orang tuanya. Ataukah Dinda yang harus dia korbankan? Tidak lagi, dia sudah menderita selama ini. Harusnya dia yang menjaga Dinda. Lalu bagaimana dengan keluarga Dinda. Apakah akan menerimaya?
Dinda akhirnya mau makan dan minum obatnya. Sekarang dia tertidur lelap dengan tangannya menggenggam erat tanganku. Seakan takut aku meninggalkannya. Rambut panjang lurusnya tetap indah seperti dulu. Membuatnya semakin manis saja. Namun ada yang lebih manis daripada rambut lurus milik Dinda. Yaitu rambut ikal milik Nia. Membuatnya merasa rindu ingin menciumi rambut itu dan meletakan kelelahannya bersama untaian lembut rambutnya. Bagaimana keadaannya sekarang? Semoga dia baik-baik saja.
"Kak Ken, gimana keadaan Dinda?"
"Dia sudah tenang, sudah mau minum obatnya."
"Syukurlah kalu begitu. Aku khawatir sekali jika dia tidak mau minum obat. Kuliahnya juga akan terbengkalai."
"Kei.."
"Iya kak?"
"Kei, kakak mau ngomong sama kamu. Tapi aku rasa disini bukan tempat yang cocok."
"Emm aku ngikut kakak aja mau dimana?"
----------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Black and Red in Rosebush
RomanceRumpun bunga mawar ini akan aku tanam dipekarangan rumah kita, berharap bunganya kan tetap mekar berwarna merah Rumpun bunga mawar ini suatu ketika akan aku temukan dipekarangan rumah kita, tetap merah merona namun ada hitamnya