10 || Penyihir Cahaya (1)

232 37 23
                                        

Manis manis kuuuu!

Uh, lagi dan lagi aku lambat updatenya. Yah .... aku enggak bisa memaksakan diri ini terus, kalau tidak mood ya tidak;)

Happy reading😉♥️

*••°˘♡˘°••*

Sebagai seorang kaisar Suci, Nate terbiasa menjaga keadaan wajahnya se-datar dan se-tanpa-ekspresi mungkin. Dia selalu harus menjaga ketenangan sebagaimana seorang kaisar Suci.

Namun, ada di saat waktu-waktu tertentu ketenangan yang coba dia jaga menjadi goyah. Hingga membuat dirinya sangat ekspresif, benar-benar tidak dapat menyembunyikan siratan sorot mata peraknya.

Contohnya di waktu seperti sekarang ini.

Pernahkah dia berpikir melihat salah satu anaknya berdarah-darah? Tentu, Nate pernah berpikir demikian. Tapi itu hanyalah antisipasi, bukannya ia berharap kejadian tersebut nyata.

Kaisar Suci nyaris tak dapat mempertahankan ketenangannya ketika kaki tergerak seakan otomatis. Mendekat ke pemilik helaian mawar yang tersenyum usai menyapa dirinya seolah-olah hal biasa.

"Nak . . ."

Entah mengapa Nate merasakan firasat buruk. Seakan-akan kondisi saat ini akan terulang kembali dimasa depan, dimana ia melihat sendiri anaknya dalam keadaan terluka parah.

[-Kaisar Suci tidak salah. Lebih dari Alecta, putranya yang bersurai pirang lebih merepotkan dan seorang pengacau akut.]

Tuk!

Darah menetes melalui keningnya, pandangan Alecta buram meskipun mengedipkan mata berulangkali. Samar-samar mendapati sang ayah yang berjalan mendekatinya.

'Aku terlalu keras membenturkan kepala ku, aduh.'

Dia tidak tahu bagaimana kondisinya saat ini, Alecta harap tidak terlalu buruk. Lebih lagi, dia tak dapat melihat jelas bagaimana raut wajah kaisar Suci, semoga pria itu tidak terlalu khawatir.

Berbanding terbalik dengan harapan Alecta, apa yang dilihat secara langsung oleh Nate sangatlah buruk. Ayah banyak anak itu dapat merasakan jantungnya berdetak tak karuan.

Sebab tubuh Alecta bagaikan bermandikan darah-- sebenarnya tidak, itu karena rambutnya yang merah.

"Kheuk!" Alecta menundukkan kepala, satu tangan mendekap mulut sedangkan tangan lain meremat kuat pinggiran jendela.

Rasa sakit melonjak di ujung kaki sampai kepalanya. Sangat sakit, terlebih begitu cairan kental lengket merembes keluar dari mulutnya.

Ah, hidup itu memang sulit.

Alecta berpikir demikian, lelah oleh rasa sakit yang tidak mau absen dari kehidupannya. Gadis surai merah nyaris pasrah tubuhnya jatuh keluar dari jendela.

Akan tetapi, tangan kuat dan hangat milik ayahnya mengamankan Alecta.

Kaisar Suci dengan gerakan lembut memindahkan Alecta ke lengannya; menggendong gadis surai merah itu menggunakan satu tangan.

"Uh ... ayah, ku pikir aku bisa jalan sendiri. Maksud ku, pakaian ayah akan kotor terkena darah ku." mengingat dia muntah darah barusan, Alecta yakin itu dapat mengotori area bahu ayahnya.

Pandangannya belum cukup jelas tapi Alecta tetap tak ingin mengotori penampilan suci sang ayah.

Namun kata-kata gadis mata perak menggantung di udara. Tidak terdengar tanggapan dari pihak pria kebanggaan Delcross.

COTHE: Alecta KleinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang