Musuh Dunia dan Bocah Inosen by Frédéric Blanc/ReinAve - Suspense - Tragedy

197 18 46
                                    

Makhluk yang terlahir dari alam. Makhluk yang mengontrol alam. Tak termasuk ras mana pun. Anomali alam. Musuh dunia. Musuh Ghrunklesombe.

Dengan personalitasnya yang tampak penuh amarah, ia dinamakan Inati. Yang berarti amarah.

Dia berwujud manusia. Tingginya dua ratus senti. Jenis kelamin tak jelas, yang jelas ia tak berbuah dada. Wajah androgini. Suara kadang serendah bas kadang selembut sopran. Panjang rambut di atas pinggul; rambutnya rapi belah samping. Bagi seisi dunia, fisiknya mengerikan―tidak normal.

Semua ras menginginkannya dibunuh. Kaum Ignis tak menyukainya dan tak ingin ikut campur selama ia tak berulah. Alche-Creator sampai tak ingin menjahilinya. Kaum Amberstar bernafsu ingin menelitinya, tapi Ignis melarang dan mengancamnya. Kaum manusia sepakat ia lebih baik mati, tapi tak berniat bekerja sama dengan ras lain. Mayoritas semuanya menginginkannya mati, dan selalu membunuhnya ketika ia hidup kembali. Ada kaum yang lebih kritis dan memilih untuk mengurungnya dan mencari jalan untuk benar-benar menghilangkan eksistensinya sampai ke inti seperti Inere dan Ignis, tapi kalah suara.

Pada akhirnya, dunia menyerah dengan eksistensi Inati yang tak kunjung punah. Kesepakatan dibuat. Inati diberi izin memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri secara gratis, dengan syarat Inati tak boleh membuat konflik secara internal. Eksternal: antipati masyarakat, akan ditangani pemerintahan.

***

Hidupnya adalah mimpi buruk. Benar-benar mimpi buruk.

Tak memberinya sedikit pun peluang untuk berharap. Tak memberinya kesempatan untuk mengenali senyum dan bahagia. Selalu membanjirinya dengan darah dan kematian berulang.

Ah. Kematian berulang.

Hidup tak berarti apa-apa lagi baginya.

Suara jatuh dan rintihan bocah nakal memecah kontemplasi sang makhluk anomali. Inati, di tengah padang rumput Alterium yang tak terjamah teknologi, melirik.

Seorang bocah, kulit putih, rambut tajam mencuat-cuat menjauhi kepala, terjatuh mencium rumput. Mengangkat badan, menunjukkan wajah lucu berkaca-kaca yang kotor, badannya gemetar. Tangisnya meledak.

Mengernyit sekilas, Inati mengerjap-ngerjap bingung.

Pura-pura tak peduli. Cuek. Cuek.

Inati bergeming, kembali menatap lurus ke depan, memandang kawanan rumput menari cantik diiringi suara tangis bocah-aduh.

Inati mempertahankan geming dalam dirinya. Tutup mata. Jangan dengar. Hirup bau rumput saja yang, oke, mendadak ada juga bau bocah kam-

Tidak.

Menarik dan mengembuskan napas dalam diam, Inati menahan diri sampai beberapa menit ke depan.

Suara tangisan menguat.

Dan membesar.

Dan menjengkelkan.

Menancapkan pedang menembus tanah, Inati berjalan mendekati si bocah.

Di mata bocah ingusan, seorang makhluk yang perkasa tapi kurus dan tinggi menjulang tengah mendekatinya dengan aura gelap. Isakannya terhenti, digantikan tangis dan teriakan pilu tiga kali lipat.

Inati frustrasi.

Tak memiliki orangtua, masa kecilnya dihabiskan dengan darah. Apa yang harus dilakukannya ketika seorang bocah menangis? Dia tak tahu.

Daripada repot, pergi sajalah.

Melihat kepergian Inati, bocah pirang meredakan tangis. Dengan gemetaran ia berlari mengejar Inati, mencengkeram mantel panjangnya kuat-kuat.

August Nightmare G. ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang