b

4.9K 264 22
                                    

Salsha yg semalam dikuasai kantuk mendadak segar hari ini. Entah apa yg membuatnya segar seketika. Yang jelas perkataan ibunya kemarin seperti aliran listrik yg menyambar ke dalam tubuhnya dalam sekali waktu.

Wajar saja kantung hitam terlihat pada daerah sekitar mata gadis itu. Matanya membengkak-seperti mata panda. Barangkali efek menangis semalam dan kurang tidur.

*

Kring

Bel sekolah berbunyi beberapa detik yg lalu. Menunjukkan jam istirahat yg juga digabungkan dengan jam pulang sekolah. Gadis itu masih duduk di bangkunya. Buku-bukunya dan bolpoin pun masih dibiarkan berantakan diatas mejanya. Tak biasanya Salsha berdiam diri di dalam kelas. Pandangannya kosong. Menerawang jauh kearah papan tulis bercoretkan latihan soal pemantapan ujian. Padahal biasanya gadis itulah yg melompat-lompat kegirangan ketika suara itu menggema di telinganya.

Bukan pikiran akan ujian yg kini sudah di ambang pintu. Tetapi, kerinduan akan ruang kelas, bangku-bangku dan papan tulis yg menjadi saksi bisu akan perjuangannya belajar sejauh ini. Banyaknya memori dirinya bersama teman-temannya. Apalagi kekasihnya-Alvaro Maldini- yg kerap kali memberikannya kejutan di ruang kelas ini.

Sayup matanya menyorot habis ke penjuru ruang kelas. Memperhatikan setiap ukiran-ukiran jendela bercatkan cokelat, dinding bernuansa biru dan berbagai ornamen berupa hiasan bunga-bunga, slogan yg pernah ia dan teman-temannya buat. Dan mading kelas yg banyak berisi kertas-kertas bertemakan lingkungan. Mengingat sekolahnya merupakan sekolah Adiwiyata.

Pandangannya sejenak terhenti. Memperhatikan seseorang yg sedang berdiri di mulut pintu dengan nafas yg ngos-ngosan menstabilkan pergerakan jantungnya yg memompa darah lebih cepat. Hidunya kembang-kempis menyuplai asupan oksigen. Keringat juga bercucuran keluar dari dahinya. Bajunya tampak lusuh. Rambutnya sedikit acak-acakan. Punggungnya tampak menggendong tas sekolah miliknya berwarna merah bata dengan corak kotak-kotak.

"Salsha." Ucapnya, berjalan mendekati Salsha yg duduk di bangku kelasnya.

Salsha menatap Aldi dengan tatapan iba. Memperhatikan lelaki itu dari atas sampai bawah. Sejenak gadis itu menelan ludahnya. Hatinya tiba-tiba mencelos tatkala kedua bola matanya bertemu dengan dua bola mata Aldi yg sedang mentapanya dengan tatapan berbinar-binar seolah menyimpan kerinduan.

Salsha masih dengan posisinya, memperhatikan Aldi yg perlahan berjalan medekat kearahnya. Tangannya bergerak mencoret-coretkan tinta hitam di kertas putih miliknya. Tetapi, pandangannya masih menatap Aldi.

"Kamu kemana aja sih? Biasanya ke kantin? Aku nyariin kamu ke kantin tadi." Ucap Aldi medekati Salsha sembari mengatur napasnya yg terlihat masih sedikit ngos-ngosan.

Detik itu juga Salsha merasa bersalah. Entah dari mana rasa bersalah itu muncul. Barangkali gadis itu telah membuat Aldi kelimpungan mencarinya.

Salsha tak bergeming. Aldi menatap tajam kearah gadisnya-Salsha. Sejuta pertanyaan berderet di kepalanya beberapa saat. Tak biasanya Salsha seperti ini. Ada apa dengannya? Apakah ada yg salah dengan aku? Batin Aldi.

Sambil berjalan, Aldi merapikan rambutnya yg sedikit acak-acakan. Poni depannya menjorok ke depan hampir menutupi sebagian dari matanya.

Sedetik kemudian Salsha buka suara.

"A-Aku dari tadi disini kok, Di. Nyiapin diri aku bentar lagi mau ujian kan?"

Aldi mengangguk pertanda mengerti. Sesaat ia memperhatikan ruang kelas Salsha yg sebentar lagi akan asing baginya. Memperhatikan bangku-bangku kelas yg kosong. Meja-meja yg berisi penuh coretan. Dinding bernuansa biru yg di pojoknya terdapat mirip seperti sarang laba-laba.

Strong [AMS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang