m

3.3K 161 40
                                    

Teringat disaat kita tertawa bersama, ceritakan semua tentang kita.

*

Pun dengan Aldi. Lelaki itu duduk di bagian sudut kamarnya. Membuka jendela kamarnya, membiarkan angin malam masuk ditambah percikan air hujan juga ikut membasahi sebagian dari rambutnya.

Seolah-olah bumi ikut bersedih dengan pertengkaran Aldi dan Salsha malam ini. Awan gelap, hujan deras, angin yg berhembus cukup kencang, dan juga suara petir yg berkali-kali lipat mengeluarkan suara yg lebih keras dari biasanya.

Aldi tersenyum getir. Menyadari semuanya telah berubah, semuanya telah berbeda. Ia pikir setelah ayahnya meninggalkannya enam tahun lalu. Semuanya akan berakhir, tidak ada yg akan meninggalkan dirinya. Tetapi kita tidak akan pernah tau apa yg akan terjadi pada hari ini, esok, ataupun lusa.

Dan juga Salsha, orang yg Aldi pikir akan selamanya disisinya, orang selama ini selalu menjadi prioritasnya kini perlahan menjauh. Entahlah mengapa takdir baik tak berpihak kepadanya saat ini.

Drrrtt...drrrt..

Getaran ponsel dalam saku celana Aldi membuat dirinya sadar. Melamun tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Walau sebenarnya dirinya sudah sangat-sangat ingin menangis detik ini juga. Bukan, bukan karena Aldi termasuk orang yg cengeng. Tetapi menangis merupakan hal yg manusiawi dan itu berlaku tidak untuk kaum wanita saja tetapi lelaki juga.

Dinyalakannya ponselnya. Foto Salsha, masih setia menjadi wallpaper ponsel milik Aldi. Entahlah sejak kapan Aldi menjadikan foto Salsha sebagai wallpaper ponselnya, tetapi yg jelas ia ingat. Aldi mengambil foto Salsha untuk yg pertama kalinya ketika dirinya sedang menguntit Salsha diam-diam di perpustakaan. Sebut saja Aldi penguntit. Namun, bisa dipastikan jika sedang jatuh cinta pasti akan melakukan hal yg sama.

Oh, lupakan soal itu. Buru-buru Aldi membuka pesan yg baru saja ia terima beberapa menit yg lalu. Tetapi percayalah, bahwa saat ini seorang Alvaro Maldini sedang berkeringat dingin, dengan tangan yg gemetar dan juga jantung yg berdegup lebih kencang. Persis seperti saat pertama kali ia menerima balasan pesan dari Salsha. Dan pada saat itu juga, Aldi berharap semesta mengerti jika ia mengharap pesan dari Salsha.

Dibacanya pelan-pelan pesan singkat tersebut. Tetapi beberapa detik setelahnya, umpatan-umpatan keluar dengan mulus dari mulut Aldi. Bukan, bukan Salsha yg mengirmkan pesan, bukan Salsha yg menenangkannya ketika ia sedang gelisah seperti saat ini, bukan juga Salsha yg akan mengatakan "aku emang nggak ngerti masalahmu apa, Di. Aku juga bukan orang yg akan menyelesaikan masalahmu. Mungkin juga aku nggak bisa ngebantu kamu. Tapi, kamu gaperlu takut, kamu nggak sendiri. Kamu masih ada aku. Kita hadapi ini bareng-bareng." Sial bukan Salsha pengirim pesan singkat tersebut. Tetapi, nomor tidak dikenal yg menawarkan les private bagi anak kelas enam SD.

Dan lagi dalam kurun waktu kurang dari 24 jam hatinya berkali-kali patah. Aldi tersenyum miris, mana mungkin Salsha akan menghubunginya, mana mungkin Salsha akan mengirinkan pesan-pesan singkat seperti dulu lagi. Salsha sudah tidak peduli, batinnya. Tetapi percayalah, ada seseorang yg jauh lebih terluka dari pada Aldi saat ini.

Pun ia tanpa sengaja membuka history pesannya dengan Salsha enam minggu yg lalu. Ketika semuanya masih baik-baik saja, ketika semuanya masih sesuai dengan apa yg kita harapkan, ketika semua masih dalam satu garis lurus.

Sals: Aldutttt...laper

Me: yauda makan sana

Sals: gapeka banget najis

Me: kode banget anj wkwk

Sals: ah cintaqu tau aja deh

Me: y Sal y

Sals: y ugha di

Me: Aldi ganteng mau tidur..cape nih

Sals: y

Me: ngambek?

Sals: g

Me: ogt gt yauda pulang aja aku nya

Sals: kamu didepan rumah sayangqu?kaya difilm2? ih romantiss

Me: gr banget najis

Sals: :(

Me: bukain pintunya dodol pegel nih

Sals: awas aja boong!

Me: enggak sayang enggak:*

Sals: najis emotnya

Me: bodo cepet bukain elah

Sals: cari kunci dodol sabar

Me: aku dengan sabar menunggumu sal

Sals: ahh cintaqu wuwu

Bisakah semuanya kembali? Bisakah semua hal-hal indah yg dulunya milik Aldi kembali? Aldi paham, bahkan sangat paham, mungkin saja Salsha sedang sibuk mempersiapkan pendaftaran sebagai calon mahasiswa baru, tetapi tidak bisakah Salsha meluangkan waktu sebentar saja untuk dirinya. Bahkan hanya lima menit rasanya susah.

Aldi langsung menyimpan kembali ponselanya. Meletakkan diatas meja belajar miliknya. Tepat disana, terlihat jelas foto Aldi dan Salsha masih terbingkai indah. Pigura biru mudah, masih sama. Tidak ada yg berubah, pun tidak ada debu yg menempel. Aldi yg dengan telaten setiap pagi membersihkannya. Seolah debu tidak diizinkannya menyentuh barang setitik.

Aldi tersenyum. Kali ini senyumnya tulus. Tetapi tatapan matanya masih menampakkan kilatan-kilatan emosi, rindu dan juga kecewa. Foto yg diambil ketika malam tahun baru lalu, disebuah rooftop dengan matahari yg mulai tenggelam, menjadikan senja sebagai saksi bisu kuatnya cinta dalam hubungannya kala itu.

Pada ujung foto tertulis tulisan tangan Salsha dengan rapi.

"Aldi dan Salsha. Akan selalu seperti ini dan selamanya. Tidak peduli seberapa jauh nantinya kita berpisah, karena percayalah perpisahan itu ada, tidak peduli seberapa kamu dan aku menunggu. Kita akan tetap bersama dalam untaian doa yg kita panjatkan kepada Tuhan. I will always love you."

Dalam persekian detik Aldi kecewa. Hanya kata-kata lah yg menjadi penguat akan hubungannya. Tidak adakah hal lain seindah kata-kata yg mampu membuat dirinya tenang, yang mampu membuat Aldi yakin jika Salsha dan dirinya akan baik-baik saja.

Pun dalam menit yg sama, Aldi mengutuk kebodohan dirinya. Yang tidak sempat menanyakan bagaimana keadaan Salsha ataupun meminta penjelasan kepada Salsha setelah apa yg ia perbuat. Yang seolah-olah menghindar dari Aldi.

Mungkin saja Salsha ingin menjelaskan sesuatu hal kepada Aldi tetapi ia malah membombardir Salsha dengan kata-kata pedas yg memporak-pondakan perasaan gadis itu. Ah, Aldi merasa bersalah.

Buru-buru ia mengambil ponsel miliknya. Mengirimkan pesan singkat kepada Salsha yg berisi ajakkan untuk bertemu, membicarakan baik-baik permasalahan mereka, dan memperbaiki hubungan mereka yg sempat goyah. Persetan dengan waktu yg kini menunjukkan pukul empat pagi Aldi tetap mengirimkan pesan itu.

Dengan demikian, usai sudah kegelisahannya kali ini. Usai sudah kegalauannya kali ini. Walau sedikit terbesit perasaan takut-takut jika Salsha akan meninggalkannya.

Pun Aldi langsung berjalan menuju ranjangnya. Berbaring, memenjamkan matanya berharap waktu segera berlalu. Mengembalikan segala sesuatu sebagaimana mestinya.

*

Hai! Maaf banget untuk part ini aku update ulang. Soalnya ada yg bilang kalo part ini nggak muncul semua.

Aku perbarui lagi biar bisa full buat part ini nggak setengah-setengah.

Dan maaf banget, banget, banget baru bisa update hari ini. Kemaren-kemaren masih sibuk UNAS hehehe. Makasih banget yg udah nunggu dann mau ngevote juga ngasih komentar. Makasih yg udah ngssih semangat buat aku nulis lagi heheheee. Makasih banget

Makasih buat @sabiand udah kasih semangat buat nulis. Makasihh semuaa^_^

Vommentnya ditunggu:)

Strong [AMS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang