k

2.3K 123 23
                                    

Setidaknya aku sudah pernah berjuang mati-matian mempertahankan hubungan ini.

*

Setelah kepulangan Salsha dari Inggris. Ia merasa suasana rumahnya berubah. Mendadak menjadi sepi. Bahkan kedua orang tuanya pun tidak menyambut kedatangannya sewaktu di bandara. Ibunya banyak menghabiskan waktunya dengan menyendiri. Duduk kemudian melamun. Begitulah yg Salsha lihat. Pun dengan ayahnya yg juga tidak pulang ke rumah.

Sebenarnya ia hendak menanyakan mengenai hal itu kepada ibunya. Tetapi melihat wajah ibunya yg sedikit pucat ditambah menghitamnya daerah sekitar mata dan juga mata yg sembab membuat Salsha mengurungkan niatnya itu. Secara tidak langsung Salsha bisa menyimpulkan jika hubungan kedua orang tuanya sedang tidak baik. Ya, Salsha sudah cukup dewasa untuk menganalisa hal tersebut.

Salsha turun dari kamarnya yg ada di lantai dua. Baru saja ia akan berpamitan, tetapi melihat ibunya yg sedang duduk melamun di depan meja makan sembari memperhatikan sebuah foto keluarga yg terdapat kedua orang tuanya dan juga Salsha yg kira-kira masih berusia sepuluh tahun itu membuat Salsha mengurungkan niatnya sejenak. Pandangannya kosong. Tetapi dapat dilihat jika kedua mata itu memancarkan sorot kesedihan. Cairan bening pun sudah terlihat ingin keluar dari kedua mata ibunya.

Ingin sekali Salsha berlari untuk memeluk ibunya sembari berkata semuanya akan baik-baik saja. Tetapi hal itu diurungkannya. Ia tidak seharusnya mencampuri urusan kedua orang tuanya. Biarlah mereka menyelesaikan urusannya sendiri.

Tetapi ketika melihat ibunya sebegitu hancurnya membuat Salsha juga merasa sesak. Seperti anak yg tidak berguna. Kemana saja dirinya selama ini? Apa saja hal yg telah terlewatkan ketika dirinya sedang tidak ada disini? Apa semuanya sedang baik-baik saja? Lalu mengapa ibunya terlihat sebegitu hancurnya? Kemana saja ayahnya ketika ibunya sedang terpuruk seperti ini? Sungguh, Salsha sudah merasa bahwa dirinya sudah seperti anak yg durhaka. Hanya bisa menghambur-hamburkan uang kedua orang tuanya. Kemudian, disaat-saat seperti ini pun Salsha masih tidak bisa membantu.

Salsha mendekat ke arah ibunya. Kemudian menepuk bahu sebelah kiri ibunya. Pun ibunya langsung menengok dan buru-buru menyekan air mata yg hendak keluar dengan sekali kedipan mata.

"Mama nggak papa? Ada masalah?" Tanya Salsha hati-hati, takut membuat ibunya bertambah sedih.

"Eh, sejak kapan kamu disini, Sal? Maaf mama ngelamun lagi." Ucap ibu Salsha mengalihkan topik pembicaran

"Enggak kok, ma. Salsha mau keluar sebentar boleh, ma? Ada urusan penting."

"Boleh, jangan malam-malam, Sal. Nggak baik anak perempuan pulang malam. Hati-hati di jalan, nak." Ucap ibu Salsha. Pun Salsha langsung mencium kedua pipi ibunya dan punggung tangan ibunya.

*

Salsha masih terus memperhatikan pintu kaca yg merupakan pintu masuk dan juga keluar pengunjung cafè ini. Bulir-bulir air hujan yg menempel ditambah dengan pintu kaca yg mulai sedikit mengembun membuat Salsha betah berlama-lama memandangi pintu kaca yg sebenarnya bukan objek menarik untuk terlalu lama dipandangi. Namun, tetap saja dibalik arah pandangnya Salsha masih saja berharap Aldi akan masuk kemudian mereka akan menyelesaikan masalah itu dengan baik. Ya, semoga saja.

Tiba-tiba ponsel Salsha bergetar, membuat Salsha sejenak mengalihkan arah pandangnya dari pintu kaca tersebut. Pun Salsha langsung mengecek siapa seseorang yg telah mengirimkan pesan.

From Katya

Hai, Sal! Apa kabar? Gak kerasa banget kita udah UN. Masih inget janjiku empat tahun eh tiga tahun lalu nggak? Aku bakal nyusulin kamu ke Jakarta, Sal. Kamu juga nunggu aku kan yaa, aaa akhirnya kita bakal ketemu. Aku ada test di UI. Semoga kita keterima bareng...kamu juga disana kan? Janji masuk kedokteran bareng kan ya..aaa akhirnya. Kita satu Universitas.

Strong [AMS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang