h

2.1K 127 11
                                    

Salsha duduk dideretan ujung bangku pesawat. Sedangkan Anisa saudaranya duduk disebelahnya dan kini sedang tertidur seolah-olah sedang di tempat tidur miliknya. Lain dengan Salsha yg sejak satu jam terakhir ini terus menatap kearah luar jendela pesawat sembari memperhatikan gumpalan putih awan yg sekilas mirip seperti kembang gula.

Gumpalan-gumpalan tipis berwarna putih bersih yg nampak seirama dengan warna biru laut warna langit ditambah sinar matahari dan pergerakan damai awan juga ikut membuat mata Salsha terhipnotis.

Dalam batinnya ia terus meruntukki setiap bertambahnya ketinggian pesawat dari tanah, setiap jarak yg bertambah jauh dari kota asalnya. Entah apa yg merasuki jiwa gadis yg belum genap 18 tahun itu. Hatinya nyeri, seperti sayatan silet yg sengaja membuat hatinya teriris-iris seperti potongan daging ayam. Sama sekali tidak ikhlas untuk sekadar pergi dari tanah air untuk berlibur yg seharusnya membawa kegembiraan tersendiri bagi yg benar-benar merasakan liburan yg sesungguhnya. Namun tidak dengan Salsha.

Merasa kursi disampingnya bergerak, Salsha melirik sekilas kemudian membuang arah pandangannya ke arah luar jendela.

"Sal, kok diem aja dari tadi kenapa?" Tanya Anisa, sembari membenarkan posisi duduknya,

"Lagi enak aja sih ngeliatin awan gini. Bagus banget."

"Ada yg kamu pikirin? Nggak biasanya kamu begini,"

Salsha menggeleng pelan. Matanya terus menatap kearah luar jendela. Ia tak berani menatap Anisa, saudaranya. Karena setiap kali ia berbohong Anisa akan mengetahui dan mendesak Salsha untuk segera menceritakan.

"Nggak mungkin kalo nggak ada pikiran kamu gini. Dari bandara aja udah keliatan banget. Kenapa? Cerita, Sal."

Dalam hatinya Salsha ingin sekali menceritakan semua apa yg ia rasakan. Semua sesak di dadanya. Ingin sekali ia menceritakannya sekarang juga. Tetapi, entahlah ada dorongan rasa sesak setiap kali harus menyebut nama Aldi di mulutnya. Mungkin atau seperti rasa bersalah karena hingga kini ia tidak memberi sedikitpun keadaan bahkan tak sama sekali memberikan Aldi kebebasan untuk bertemu dengannya. Tidak, bukan kemauan Salsha sebenarnya. Tetapi waktu dan keadaan yg memaksa Salsha harus menjadi seperti ini.

"Kok ngelamun sih, Sal? Rasanya aku kayak ngomong sama tembok. Cerita aja, aku juga bakal bantu kamu selama aku bisa." Ucap Anisa sembari menepuk bahu Salsha.

Salsha menarik nafas kemudian menghembuskannya kasar. Sepertinya ia harus menceritakan ini kepada Anisa. Memendam terlalu banyak luka di hati tidak baik kan?

"Tau Aldi kan kak?" Ucap Salsha, sesak itu kembali ketika nama Aldi ia sebut. Anisa mengangguk

"Kita udah 2 tahun pacaran. Pahit-manisnya hubungan juga kita udah ngerasain. Walaupun umur kita juga masih bocah buat ngerasain ini. Aku sayang sama dia, dia juga sayang banget sama aku. Kita udah janji buat gak akan saling ninggalin." Salsha memberi jeda pada perkataannya. Dan lagi sesak itu kembali ia rasakan.

"Waktu itu sebelum UN mama bilang mau sekolahin aku di luar negeri. Kak Nisa tau kan? Dan disitu aku belum bilang apa-apa ke Aldi. Aku juga tiba-tiba ngilang waktu itu. Mungkin Aldinya juga tau kalo aku UN, aku kira dia ngerti lah. Dan sebelum UN aku sempet main sama dia. Nggak ada yg berubah dari kita. Dan sekarang aku jadi ngerasa gimana gitu. Abis ngebuat Aldi seneng sekarang bisa-bisanya ngilang begini. Dan selama ujian HP aku juga disita dan aku juga paham dan layak lah kalo emang HP aku disita. Namanya orang tua pasti gamau konsentrasi anaknya sampe kebagi gitu. Selama itu aku nggak pernah ketemu Aldi. Oke, udah hampir 10harian kita nggak kabar-kabaran. HP aku juga udah di tangan aku sekarang. Tapi bodohnya, aku nggak bawa. Dan Aldi orangnya over protektif banget. Dan aku yakin banget dia nelfonin aku berkali-kali. Bahkan setelah aku selese UN. Aku juga belom kasih kabar. Oke kalo aku ada posisi dia juga nggak ngerti lagi harus gimana. Dan sekarang papa nyuruh buat tes sekolah selese aku liburan di Jepang. Dan nanti soal keterima atau enggaknya aku takut. Aku belom ngasih tau Aldi buat hal itu." Ucap Salsha sembil menundukkan kepalanya.

Strong [AMS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang