Setelah menenangkan Nadia dan meyakinkannya untuk tetap mempercayai, Dipta pun meminta izin kepada orangtuanya untuk menikahi Deeva. Kedua orangtua Dipta ataupun adik perempuannya tidak bisa menyangkal apa pun kalau itu memang sudah menjadi keputusan anak sulung di keluarganya itu.
“Aku putuskan menikah denganmu. Lebih tepatnya, terpaksa menikah,” ucap Dipta di seberang telepon
“Terima kasih, kau telah memilihku,” jawab Deeva.
“Memilihmu? Yang benar saja!” sindir Dipta, tidak terima.
“Apa pun itu, kau akan menjadi suamiku.”
“Terserah!”
“Besok kita akan mngadakan konferensi pers sekitar jam dua sore di kantor manajemen Kakek, Aku tunggu kau besok di sana.”
Tidak ada jawaban apa pun dari Dipta, tetapi sambungan telepon masih tersambung. “Apa yang mengubahmu jadi seperti ini? Ini bukan kau dulu,” gumam Dipta beberapa saat kemudian. Membuat Deeva tersenyum masam, di ujung telepon sana.
“Kau masih mengingat sosok Deeva yang dulu ternyata? Kau mencintaiku, kan, waktu itu?”
“Tidak. Jangan bermimpi!”
“Sayang sekali! Namun, setidaknya, kau yang mengajariku bagaimana cara berbagi es krim dengan benar kala itu.”Dipta terhenyak. Sebuah ingatan masa lalu menyergapnya.
Dua orang remaja sedang duduk-duduk di taman rumah sakit. Tampak seorang gadis sedang asyik memakan es krim. Sedangkan remaja laki-lakinya, hanya melihat saja. Sesekali, ia tersenyum geli, melihat tingkah gadis remaja di sampingnya—yang kakinya digips, begitu pun tangan kirinya. Kepalanya juga tampak diperban.“Apakah es krim itu begitu enak sampai kamu mengacuhkanku?”
Gadis itu hanya nyengir, tidak memedulikan sindiran teman laki-lakinya itu.
“Kau tidak mau berbagi es krim itu denganku, Deeva?”
“Tentu aku akan membaginya denganmu, Kak Dip kalau kau meminta. Nah, aaa… buka mulutmu!” ucap Deeva yang masih remaja.
“Aku akan mengajarimu cara berbagi es krim dengan benar.”
“Bagaimana caranya?” tanya Deeva.
“Seperti ini.”
Cup. Dipta mencium bibir Deeva, lalu menjilat es krim yang tersisa di bibir gadis itu.
“Manis,” ucap Dipta.
Deeva berkedip-kedip, polos. “Oh, seperti itu caranya. Kalau begitu, baiklah!”Tanpa Dipta duga, Deeva memakan es krimnya, lalu membagi lewat bibir kepada Dipta. Membuat Dipta remaja diserang rasa terkejut yang amat sangat.
“Bagaimana? Manis, kan? Nanti aku akan membagi es krim dengan cara seperti ini kepada suster dan dokter.”
“Yakkk! Jangan lakukan itu!” teriak Dipta, histeris. Kenapa gadis di sampingnya itu begitu polos. Ia tidak tahu sama sekali bahwa tadi Dipta menciumnya, mencium bibirnya—yang biasanya membuat para gadis tersipu-tersipu, tetapi Deeva malah mengira itu cara berbagi es krim yang baik.“Kenapa jangan lakukan, Kak Dip? Bukankah kata Kakak itu cara berbagi es krim yang baik?”
Dipta tampak mengacak rambutnya, frustasi. “Tadi aku menciummu. Apa kamu tidak menyadarinya? Tadi itu hanya alibi, biar aku bisa menciummu. Itu ciuman pertamaku, kamu harus tahu.”
“Aku tahu. Itu juga ciuman pertamaku,” ucap Deeva, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Jadi, kamu tahu, tadi itu sebuah ciuman?”
Deeva hanya mengangguk, membuat Dipta terpaku di tempat.Deeva mengedarkan pandangannya ke area taman rumah sakit. Pandangannya terhenti pada anak gadis seusianya yang sedang duduk di kursi roda, ditemani oleh kedua orangtuanya. Mereka tampak tertawa bahagia bersama.
Tatapan Deeva remaja berubah sendu. Dipta pun melihat hal itu, lalu menarik wajah gadis itu, agar menatap wajahnya.
“Kenapa, Kak Dip?”
“Tatap mataku!” perintah Dipta.
Deeva pun menurut. Ia menatap laki-laki yang ada di sampingnya itu.
Dipta mulai tidak nyaman ditatap seperti itu oleh Deeva. Aliran darahnya menjadi naik ke ubun-ubun. Membuat wajahnya memerah.
“Kak Dip, wajahmu memerah. Kenapa? Apa Kakak sakit?” tanya Deeva dengan polos.
“Oh! Hmmm… itu… hmmm… ahhh, aku kedinginan! Yah, aku kedinginan,” jawab Dipta, tergagap.
“Ya sudah, kita kembali masuk saja ke rumah sakit! Yuk, Kak!”
Dipta hanya mengangguk, mengiyakan waktu itu. Kenapa gadis di sampingnya itu begitu polos. Tidak tahukah ia bahwasannya tadi Dipta merona, karena ditatap seperti itu olehnya.
“Kak, masih di situ?” tanya Deeva, menghentikan lamunan Dipta. “Kalau tidak mau bicara, aku akan memberitahu Kakak satu hal. Terima kasih waktu itu Kakak telah memberikanku rasa hangat. Rasa hangat yang membuatku ingin mempertahankan Kakak di sampingku.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah
RomanceKeterkaitan cerita #1 (TIDAK TERSEDIA DI TOKO BUKU,NOVEL SUDAH DI TERBITKAN, UNTUK PEMESANAN LANGSUNG HUBUNGI PENULISNYA) Adeeva Afsheen Hardinata, gadis cantik dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, dikelilingi keluarga yang terlihat sanga...