6

64 2 1
                                    

"Senandung Ceria!! " matanya melotot melihatku, bagaikan menyadari kebenaran keberadaannku dalam ruangan ini. Hatma terkejut. Cyndy menatapku heran.

"Kamu berani-beraninya mengelabuhiku??" Kata Tiar dengan tatapan menyala siap membakar segala yang ada didekatnya.

" Mengelabuhi gimana?? Aku ga ada niat mengelabuhi kok. Ngapain juga mengelabui kamu. Ga ada untungnya." Sahutku ketus.

"Oh iya, aku lupa, dia ini pasienmu ya, hehehe. Aku lupa kamu kerja dibangsal ini." Kata Cyndy sambil tetap memelukku.

"Berani kamu sama pasien?? "

"Maaf, aku sedang gak bertugas, hanya nganter." Ucapku. Wajahnya berubah menjadi semakin terlihat marah. Apa-apaan sih, pacar bukan teman juga bukan kok. Sewot melulu.

"Kamu!! Awas kamu besok!! " geramnya. Matanya terus mendelik melihat tangan Cyndy yang terus memelukku. Aku cuek ajah, ngapain ngurusin dia. Rempong deehh.

"Kenapa kamu peluk-peluk Rama? Dia gay, ga mungkin punya pacar cewek." Sinisnya.

"Eh eh eh, orang sakit tidak boleh marah-marah nan esmosi. Emang Andung siapa lo? Kok situ sewot?? Gue peluk cewe gue, emang ga boleh?? " kata Cyndy santai. Kulihat infusnya kemasukan darah karena tangannya terlalu banyak gerak. Kulepaskan pelukan Cyndy. Kuketuk-ketuk infusnya, supaya tidak tambah naik darahnya. Semua terdiam. Tiar melihatku dengan tatapan tajam. Entah apa yang dipikirkannya. Aku balas menatapnya.

"Putuskan Rama, jadian denganku." Ucapnya.

Semua terdiam mendengar ucapannya. Terlebih aku, aku terkejut. Langsung ku berbalik badan hendak meninggalkannya, tapi dengan sigap dia meraih tanganku dan menarikku hingga aku terjatuh dalam pelukannya.

"Jadilah pacarku, aku tidak mau kamu dipeluk oleh laki-laki lain. Aku ingin kamu jadi milikku. Semua." Bisiknya tepat ditelingaku. Terdengar begitu tegas, namun lembut. Jantungku berdegup begitu kencang. Kurasakan wajahku memanas. Aku tak berani melihat Cyndy, ataupun Hatma. Tidak berani pula melihat Tiar yang baru saja menembakku.

"Kamu mikir apa sih Tiar? " ucap Hatma memecah keheningan. Dia mendatangiku, menarikku dari Tiar, mambawaku keluar kamar. Meninggalkan Cyndy dan Tiar sendiri dikamar.

***

Kami duduk di bangku dekat taman RS. Saling diam dengan pikiran masing-masing. Aku bingung dengan pernyataan Tiar tadi. Membuat aku tak bisa memikirkan apapun.

"Senandung Ceria." Aku menoleh, melihat wajah tampan Hatma. Ku tatap wajahnya yang sendu. Dia memelukku.

"Adik kecilku, Andungku..." bisiknya.

"Kak..." aku terharu, kakakku mengenaliku. Aku balas memeluknya.

"Kamu benar Senandung Ceriaku? Kau yang dulu hilang bersama ayahmu?"

"Iya kak, dan ayah sudah ke tempat Bapa yang damai 2 tahun yang lalu." Kataku.

"Andungku. Kakak tidak tahu kemana kakak harus mencarimu."

"Tapi kakak tahu bagaimana bisa ku temukan. Wajah tampan kalian berdua sangat mudah dikenal di layar televisi. Aku sangat bersyukur melihat kalian tumbuh sehat dan bahagia kak. Aku melihat kalian dari jauh, dan masuk ke dalam fansclub kalian." Kataku panjang lebar.

"Kita harus rayakan ini, kamu harus ceritakan semua. Masa kecilmu hingga saat ini. Sampai bagaimana kau buat Bachtiar jatuh cinta padamu." Katanya sambil tersenyum jahil.

"Ahh, dia gila kak. . ."

"Tapi kelihatannya kamu juga udah mulai naksir tuhh, hehehe, tuh mukamu merah begitu, hahahahahhaha" tawanya menggelegar heboh. Mau tak mau ku bungkam mulutnya pake tanganku. Malu.

"Hei, tanganmu itu kecill sayang." Katanya lembut.

"Malu-maluin tau kak, ganteng-ganteng kok ketawanya kaya kemasukan lalat aja mulutnya. " kataku cemberut. Tapi aku senang dengan pertemuanku ini dengan kakakku. Dia mengenaliku, mengajakku berbincang hangat. Walaupun bukan kakak kandung, aku menyayangi mereka.

Kami kembali ke kamar Tiar. Kak Hatma menggandengku, seolah takut aku akan hilang lagi. Melewati pos perawat dengan senyum mengembang. Menyapa teman-temanku dengan ringan. Mereka melihatku dengan tatapan aneh, Kimi terbelalak. Mungkin kalau tidak sedang mengantar dokter visite, dia akan menginterviewku habis-habisan.

Didalam Cyndy dan Tiar masih berbincang. Ada Atma yang tampak bingung dengan arah pembicaraan mereka. Mata Tiar mengarah kepadaku. Tak luput dari pandangannya, tanganku yang digenggam oleh Hatma. Cyndy mendekatiku.

"Dung, orang itu sudah gila, kelihatannya yang sakit bukan kakinya, tapi otaknya, udah bergeser beberapa meter dari kepalanya." Kata Cyndy dengan pasrah. Aku hanya tersenyum penuh arti, Cyndy memandangku dan Hatma. Dia makin bingung.

"Kamu malah jadiannya sama Hatma ya Dung??" Tanyanya tolol.

Pletakkh!!

"Auucchh,," kupukul jidatnya.

"Asal deh ngomongnya." Ucapku. Aku tidak ingin melihat Tiar, tapi entah kenapa mataku selalu ingin melihatnya. Dan sekali aku bertatap mata dengannya, mukaku memerah mengingat ucapannya tadi. Walau kuanggap bukan nembak beneran, tapi bagaimanapun itu pertama kalinya aku ditembak cowo. Mata Tiar tidak segarang tadi. Namun galaknya masih kelihatan.

"Duduklah disini Ria." Katanya menepuk-nepuk kasurnya. Aku melihat Hatma. Seakan tau aku meminta persetujuannya, Hatma menganggukkan kepalanya.

"Jangan dung, dia lagi beranak, galaknya minta ampunnnn." Seru Cyndy histeris.

Buughh!!

"Emmpph..." kali ini bantal melayang kemuka Cyndy. Tiar melemparkannya tepat di mukanya.

Aku duduk dikasur Tiar. Tangan Tiar melingkar di pinggangku, dia dengan posisi setengah duduk memudahkan dia memelukku.

"Sekarang kau jadi pacarku. Jangan jauh-jauh dariku." Katanya dengan santai.

"hahh??!" Suara Atma menggelegar. Tiar memandangnya dengan santai. Aku mencoba melepaskan diri, tapi sia-sia Tiar memelukku erat. Degup jantungku berdebar begitu kencang, lengannya kokoh memeluk pinggangku. Rasanya aneh, berbeda dengan pelukan Cyndy yang biasa aja. Senempel-nempelnya aku ga bikin jantungan. Kalo sama Tiarap ni kok bisa bikin badan lemes. Duh malunya, mukaku pasti dah kaya kepiting rebus.

"Kamu ini dah gila yah?? Ngomong kok ga dipikir..." ujarku sambil berusaha melepaskan pelukan Tiar.

"Kamu habis keramas ya sayang? Rambutmu wangi, segarnya." Ucap Tiar. Tangannya membelai rambut panjang ikalku. Membuatku merinding.

"Ih apa sih, merinding tau..." kataku. Seperti tidak mendengar perkataanku, dia terus membelai lembut rambutku yang sudah hampir kering itu. Cyndy, Hatma dan Atma hanya bengong melihat adegan tersebut.

"Aku baru tau lo bisa kaya gini Ti." Kata Atma sambil geleng-geleng.

"Gue kan memang aslinya begini bro, lihat nih, kalo dipeluk mantep banget." Kata Tiar. Dia memelukku. Rasanya tak kuat jantung nih. Kuhentakkan badanku, aku berdiri dengan setengah menghentak. Tiar terkejut, dan hampir terguling. Langsung ku tarik Cyndy keluar. Tak ku pedulikan teriakan Tiarap memanggil namaku dengan garangnya.

PersembunyianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang