11

14 1 1
                                    


"Tunggu Andung, ini aku Galih, teman kakak-kakakmu. Kamu sudah melupakan aku?" Tidak, aku tidak akan pernah lupa. Aku hanya tidak pernah mau tahu namamu.

Tangannya dingin, masih setia mencekal pergelangan tanganku erat. Berbeda dengan tangannya yang dingin, tanganku terasa panas berkeringat. Gugup dan takut. Dia selalu datang saat aku sendirian. Dia terlihat berbeda, terlihat dewasa dan tampan, namun aku tetap takut padanya. Berbeda saat dia masih SMP dulu, sekarang kulitnya kecoklatan terlihat maskulin dan mapan, mungkin banyak pacarnya.

"Aaku tidak ingin bertemu dengan mu! Lepaskan aku!" Kataku lirih. Dia malah mendekatkan kepalanya, aku semakin takut, maka aku menjauhkan kepalaku. Aku mencoba melepaskan cekalan tangannya, tapi sulit sekali. Aku bagai tak punya tenaga, sedangkan dia seperti menyerap tenagaku. Aku lemas sekali, kepalaku berkunang-kunang. Tapi aku harus kuat, bila aku pingsan disini aku tidak akan selamat. Dari kejauhan ku lihat Tiar mencari-cariku.

"Apa sayang? Coba katakan lagi, suaramu kecil sekali." Katanya semakin mendekat. Ah, aku jijik sekali, mataku terasa panas, aku ingin menangis sejadinya. Tiar berjalan menjauh, aku semakin takut. Aku tidak tertolong, Galih semakin memojokkan aku. Sedangkan suaraku tercekat, sulit sekali mengeluarkan suara. Oh Tuhan, beri aku kekuatan.

"TIAARR!!"

Dia memberiku kekuatan, seperti orang kalap aku meronta. Dia memelukku erat, aku menggila, ku gigit lengannya.

"Aarg!!" Dia menahan kesakitannya. aku terus meronta, dengan sisa tenagaku, kepalaku semakin pening. Limit terahirku, aku tidak boleh kalah, kelamaan pandanganku kabur. Aku masih samar mendengar suaranya memanggilku. Suara lain menyahut, dan aku seperti terlempar. Setelah itu, gelap.

***

"Hei, siapa kau?!!" Aku lihat Ceria dipeluk paksa oleh seorang lelaki yang tidak dikenal. Aku menjadi marah, cemburu membakar diriku. Tanpa berfikir, kulayangkan bogemku kewajah mulusnya.

Buug

Buug

Bag!!

Brugh

Setelah pria itu pingsan, aku langsung menggendong Ceria memasuki mobilku. Kakiku terasa sedikit nyeri menggendong Ceria. Cideraku belum sembuh benar, belum boleh mengangkat berat. Ceria memang berat tapi tak terasa berat, yang kurasakan hanya nyeri. Setelah memasukkan Ceria yang pingsan cantik, aku mendatangi pria tadi. Wajahnya tampan, penampilannya dewasa, dan dia cukup menarik dimata para wanita. Tapi kenapa dia memeluk Ceria? Apa hubungannya dengan Ceria. Kenapa Ceria sampai pingsan? Ku keluarkan smartphoneku, kufoto wajahnya setelah itu kutinggalkan dia disana. Sebelum dia mulai sadar, karena dia sudah terlihat bergerak-gerak. Aku kembali ke mobilku, ku jalankan ke arah apartemenku. Aku tidak mau gosip tidak enak terdengar dikomplek kontrakan Ceria, biar nanti aku tidur diluar.

***

Seorang pria menidurkan wanitanya keatas ranjang dengan sangat hati-hati, sejenak dia melihat wajahnya. Cantik yang sederhana. Sang wanita telah siuman dalam perjalanan, dan kembali tidur karna kelelahan.

Dibukanya heels sang wanita, dilap kaki dan tangannya dengan air hangat.

"Kau tahu, aku belum pernah melakukan hal ini pada gadis manapun, cuma kamu." Bachtiar mengusap wajahnya, melirik jam diding kamarnya, pukul 11.10pm. Rasanya ngantuk sekali. Dia mencoba berdiri, rasa nyeri melanda.

"Ughh!" Seperti tidak ada kekuatan, dan dia ambruk. Dan terlelap.

***

"Aku mencintaimu, sungguh. Jangan tinggalkan aku Andung, aku membutuhkanmu. Aku akan membahagiakanmu. Jadilah istriku Andung..." aku semakin takut padanya. Kenapa kami dipertemukan kembali. Kejadian itu bagai terbayang kembali.

~~"kau akan merasa enak teddybearku... tahan sebentar, kata orang kalo pertama kali pasti sakit, tapi setelah itu akan enak.. uughh, sulit sekali, ahh.. hhss..." Kurasakan sakit diselakanganku. Nyeri sekali, aku menangis, pandanganku kabur karna airmata. Tapi aku ingat seringainya. Dia berhasil memasukkannya. Menyatukan tubuh diusiaku yang masih dbawah umur. Aku semakin bergidik, yang kurasakan hanya gesekan-gesekan kering yang menyakiti kulitku. Aku tidak bisa teriak, mulutku disumpal dengan celana dalamnya. Badanku terasa lemas, tak berdaya hingga dia mendapatkan puncaknya. Dia memelukku, menciumku.

"Andung, kau sudah bersatu denganku, kau akan menjadi istriku. Selamanya bersamaku." Kata-katanya bagaikan petir menyambar, aku takut.

"Kau akan menjadi istriku, tidak akan ada pria lain yang mau dengan gadis yang sudah tidak perawan, dan kau sudah tidak perawan. Aku yang memilikimu. Kau tidak pantas untuk orang lain, kau tidak bisa punya pacar selain aku, kau tidak bisa punya suami selain aku. Kau sudah kotor, tidak pantas untuk pria-pria diluar sana." Aku kotor, tidak pantas,...

~~"tidakk.." peluh bercucuran. Mimpi memori yang tidak pernah hilang walau sudah bertahun-tahun berlalu. Menjadi suatu sugesti dan Benteng diri. Kejadian dimana aku belum mengerti tentang sex, dan setelah aku mengetahui artinya membuatku semakin takut padanya. Galih. Namanya Galih, aku baru tahu namanya hari ini. Aku tidak pernah mau tahu namanya. Tapi selalu mengiang dikepalaku. Mengingatkan aku kalau aku tidak pantas bagi laki-laki baik.

Ini bukan aroma kontrakanku. Terlalu harum. Suasana kamar ini gelap. Ini bukan kamarku. Lalu aku dimana? Aku melihat jam dinding digital, 03.56am. Aku diantar Tiar pulang, tapi ini dimana? Mataku mulai beradaptasi dengan gelap. Kasur king size ini tidak hanya aku yang menidurinya. Ada seseorang bergerak dengan gelisah. Aku merabanya. Bajunya basah. Tiar. Dia demam.

"Tiar, Tiar. Bangun Tiar.." ku guncang tubuhnya. Dia lemas, tapi dia sadar, aku hidupkan lampu kamarnya. Kucoba angkat tubuhnya ke posisi tidur yang lebih baik. Tubuhnya panas.

"Kakimu sakit? Kau menggendongku masuk kerumahmu ini kan?" Dia mengangguk lemah. Kuikat rambutku asal. Kucari kotak p3k di rumah ini. Tidak ada apapun. Kucari tasku, biasanya aku bawa penurun panas, obat pusing dan penghilang nyeri. Bajunya basah, dia banyak berkeringat. Aku cari baju sekenanya dan handuk.

***

Ceria terlihat sibuk didapur. Terlihat Tiar bangun dengan sempoyongan. Jalannya terseok-seok. Caria menoleh, mendekati Tiar dan mendudukannya di kursi dapur. Memberikannya air putih hangat.

"Kamu jangan kerja dulu. Kakimu bengkak lagi. Kau harus kontrol ke RS." Ku kompres kakinya dengan handuk hangat. Badannya masih hangat.

"Tolong handphoneku. Akan ku hubungi Suryo, biar dia urus urusan hari ini." Kata Tiar lemah, dengan sigap ku ambilkan handphonenya dan dia langsung menghubungi Suryo, menjelaskan keadaannya. Wajahnya sayu, tampak lemas sekali. Dia memandangku, entah mengapa aku jadi salah tingkah.

"Siapa laki-laki yang bersamamu kemarin?" Tanyanya. Sudah kukira dia pasti menanyakan tentang Galih.

"Namanya... Galih,," kutelan ludahku saat menyebut namanya. Bayangan wajahnya langsung membuatku merinding.

***

Tiar menggenggam tangan Ceria yang basah karena keringat.

"Ddia, . . . Teman Hatma dan Aatmma. . ." Sulit sekali bercerita. Mata bening Ceria memandang Tiar. Bisa Tiar rasakan kesulitan Ceria bercerita, namun dia sudah terlanjur cemburu dan penasaran, sehingga dibiarkannya kegugupan Ceria.

"A a aku,, ttidak perlu menjelaskan semua ppaadamu. Ppepermisi." Ceria menundukan kepalanya. Dia ingin sendiri. Dia merasa sangat tidak pantas berhadapan dengan Tiar. Merasa sangat malu dan takut. Bayangan-bayangan masa lalu terus melintas di kepalanya. Dia harus tenang, kalau tidak bisa membuatnya pingsan. Dia tidak mau itu terjadi, bisa rugi rehabilitasinya. Dia melangkah menuju kamar mandi rumah Tiar. Meninggalkan Tiar yang masih intens menatapnya berjalan menjauh darinya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PersembunyianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang