10

33 1 0
                                    


Sudah ku lewati malam ini. Tinggal libur 2 hari, ahh, enaknya bobok seharian. Ga usah masak, ga usah nyuci, ga usah ngapa-ngapain. Capek. Ntar malem ikut Cyndy ke pesta kakaknya, makan luar nih, gratisan lezatt, hehehe.

Ceriahaha: Cynd, ntar aku djemput jam.ber?

Sent.

Satu menit

Lima menit

Sepuluh menit...

Biasanya langsung di balas. Kalo ga sibuk. Berarti lagi sibuk. Ahh,, kasurku yang cantik. Kupeluk guling tipisku dan mulai mendengkur.

Triiing...

Cyndycint: aku lagi mabuk say, sumpah, cewek itu bikin teler... OMG, bisa mati lebay nih guee...

Ntar jam 5 aku kesana say,, tunggu akyuu... ♡

Tepat pukul empat kubuka hacin sayangku, masih dengan sedikit kesadaran,

Ceriahaha: Cynd, kalo kesini jangan subuh2 ya...

***

Bachtiar mematut diri di depan cermin, sesekali memandang jam tangan. Hari ini dia melakukan pemotretan untuk cover majalah ternama. Jas biru donker yang sangat pas dibadannya. Sebenarnya dia agak risih dengan setelan macam begini, karena menurutnya tidak leluasa walaupun bahan jas tersebut sangat nyaman dan bisa buat jungkir balik tanpa sobek. Sudah jam 6 dia mulai resah, iphone tak lepas dari tubuhnya. Entah ditangan, dikantong celana atau kantong kemeja. Menunggu kabar dari sang ayang. Ayang menurut dia sendiri. Dia mau datang ke pesta pernikahan kakak sahabatnya Rama. Entah kenapa dia merasa risih bila Cerianya bersama pria lain.

"Aaarrrgghhh!!" Geram Tiar frustasi dengan memegang kepalanya. Dia tidak sadar telah menunjukkan emosinya didepan kamera. Dan hal tersebut terekam dalam beberapa jepretan kamera.

"Ah Tiar, cukup untuk hari ini. Kau melakukan dengan baik sekali, tidak sampai 1 jam pemotretan telah mendapat gambar yang bagus sekali." Kata produser. Tiar hanya melongo melihatnya. Dia tidak sadar bahwa tema pemotretan kali ini tentang sakit kepala. Tidak sadar kalau dia sudah boleh melenggang ke kontrakan Cerianya. Tidak dia pedulikan teriakan managernya yang dia tinggal sendirian, pikirannya hanya bertemu Ceria sebelum pacarnya tersebut dijemput Rama.

***

Diwaktu yang sama, Senandung telah bersama Cyndy di kamar kontrakannya. Mereka sedang sibuk mematut diri. Cyndy memang tidak akan pe-de tanpa Senandung, apalagi bakalan ada wanita pujaannya disana. Senandung hanya tersenyum melihat kegugupan sahabatnya itu. Cyndy terlihat sangat tampan, dengan setelan jas pressbody yang terlihat sangat cocok ditubuhnya. Hanya satu yang terlihat mengganggu.

"Cyn, hentikan itu. Ntar ga bisa cium si-doi loh, baru tau rasa deh." Gerutu Senandung. Dia merasa risih dengan kebiasaan gugup sahabatnya itu. Dia akan menggigit bibir bawahnya bila dia gugup. Memang tidak kentara, tetapi Senandung mengetahuinya. Cyndy tersenyum.

"Oh Andung, kalau saja kamu yang aku sukai, mungkin bibirku sudah berdarah-darah... aku gugup sekali Andung sayang..." katanya memelas. Lupakan kata 'ganteng' tadi untuknya. Kalo lagi mewek begini mukanya jadi cantik. Fiuh...

Dan kami berangkat tepat pukul tujuh. Menuju lokasi resepsi di sebuah gedung serbaguna didekat rumah Cyndy. Kami membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai kesana. Sebenarnya kami sudah menyiapkan diri dari sore, dan cepat selesai, karena tidak banyak make up yang dikenakan Senandung, yang membuat lama adalah curhatan sang Cyndy sayang. Dasar dia, lagi dimabuk kepayang.

Sampai di tempat resepsi, Cyndy langsung disambut keponakan-keponakannya, digiring masuk untuk melakukan sesi foto keluarga, ayah ibu dan kakak-kakaknya sudah menunggunya. Memang kami berangkat terlalu mepet, acara sudah utama penyerahan mempelai wanita ke keluarga mempelai pria sudah kami lewatkan. Memang dia sengaja datang terlambat. Disaat kedatangan mereka, sepasang mata menatap tajam kearah mereka, yang tidak mereka sadari. Sudah ada Tiar disana. Dengan santai dia mendatangi Senandung, dimana dia sudah dipisahkan oleh Cyndy.

Tiar berjalan pelan, menikmati wajah Senandung. Dia tampak cantik sekali, dengan badannya yang montok, rambutnya yang ikal, digerai dengan jepit cantik di samping menambah kesan sederhana namun anggun. Busana yang dikenakannya juga sangat pas dan mempesona, yang Tiar yakin adalah koleksi pribadi Rama. Tiar melihatnya tersenyum, berjalan menuju ketempat kedua mempelai, hingga digenggamnya tangan Senandung. Dia terlihat terkejut, namun langsung menguasai dirinya lagi.

"Aku seperti orang gila mencarimu." Bisik Tiar di telinga Senandung. Senandung hanya menatapnya, entah apa yang dirasakannya namun dia merasa nyaman di dekat Tiar. Menurutnya lebih baik dengannya daripada sendiri, karena Cyndy menggabung dengan keluarganya. Senyum Tiar mengembang, sesekali menatap pasangannya, menggenggam erat tangannya. Tiar nyaman dengan Senandung.

"Kenapa kau sampai gila? "

"Karna kau pacarku, dan aku tidak tahu kamu dimana..."

***

Aku sudah berkeliling, setelah keluar dari kamar mandi aku tidak menemukan jalan untuk masuk ke ballroom, terlalu banyak orang lalu lalang. Sebenarnya terlihat sih, aku ajah yang sudah cape didalam sana, pengen keluar cari udara segar. Ku keluarkan hacin kesayanganku, ku pakai mengabadikan keberadaanku di hotel mewah ini. Jarang-jarang bisa masuk kesini lagi. Hotel bintang lima dengan kenyamanan dan harga selangit. Ckrek. Kulihat hasil selfie ku. Ada seseorang yang aku kenal, ikut selfie denganku. Walau tidak terlalu dekat namun dia tau kalau aku sedang selfie dan dia ngikut. Siapa ya? Dan aku menyadarinya, dia, masalaluku. Keringat dingin muncul tiba-tiba, telapak tanganku berkeringat, tubuhku bergetar, aku tau aku phobia dengan orang itu. Aku trauma, dan aku takut berada didekatnya. Aku berjalan cepat menuju parkiran, aku akan menunggu Cyndy di sini. Daripada aku pingsan dikeramaian aku lebih baik disini. Deringan hacin menyadarkanku dari ketakutan. TIAR.

"ha halo..."

"Kamu dimana? Katanya ke toilet, kok lama sekali ga keluar-keluar, keluarlah aku didepan toilet wanita!"

"Aku diparkiran, . . Kemarilah, antar a aku pulang. . ." Sahutku lirih. Kututup sambungan telponnya, aku berdiri mencari dimana mobil Tiar. Saat aku berjalan seseorang memegang pergelangan tanganku. Aku menoleh.

"Kamu, Senandung?" Seorang pria berjas cokelat dengan potongan rambut cepak rapih menyapaku. Suaranya halus, dan sopan. Tapi cukup membuatku terguncang. Dialah sosok yang membuatku takut untuk pacaran. Sosok yang merusakku. Seharusnya aku marah padanya, tapi yang ada aku ketakutan. Tanpa sadar tanganku mengibaskan cekalan tangannya. Aku tidak berani menatapnya. Aku takut.

"Tunggu Andung, ini aku Galih, teman kakak-kakakku. Kamu sudah melupakan aku?" Tidak, aku tidak akan pernah lupa.

***tbc

PersembunyianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang