5

88 1 0
                                    

CUP!!

Aku terbelalak. Ini, ini bukan CIUMAN PERTAMAKU!!! Tapi, bibirku ini direnggut dengan cara yang 'enggak banget'.

"Kau.. mmphh" bibirnya dengan kasar menciumku lagi. Anehnya, aku menikmatinya. Ini gila.

"Mmpphh.." aku mengerang tertahan, lidahnya mendesak bibirku. Aku terbuai. Sampai lemas kakiku, nafasku terengah. Dia melepas ciumannya.

"Sekali-kali kamu melihat cowo lain selain aku, kau akan dapat hukumannya." Geramnya. Dia menciumku sekali lagi lalu melepasku.

Dengan terengah aku membenahi diriku sendiri. Degup jantungku semakin membuatku gugup. Namun orang ini telah melecehkan aku. Dia menciumku tiga kali. TIGA KALI!! Dan aku menikmatinya.

"Siapa anda berani mencium saya? Kita baru bertemu dua hari dan anda sudah bertindak melewati batas. Permisi! " aku membuka tirai dan pergi meninggalkannya.

"Sudah selesai? Terimakasih ya suster." Kata wanita paruh baya yang menunggu Tiar.

"Sama-sama bu, sudah TUGAS SAYA." Kataku dengan penuh penekanan.

"Maaf ya sus, kalau anak saya agak rewel. Maklum anak tunggal, manjanya minta ampun. Tadi mau saya sibin tidak mau. Mintanya dengan suster Ria." Kata sang wanita yang ternyata ibu dari Tiar. Aku hanya tersenyum dan berpamitan.

Kedua pria tadi tidak ada didalam kamar. Mungkin sudah pulang. Aku mengingat mereka, sungguh. Aku tidak pernah melupakan mereka. Atma Sunandar dan Hatma Sunandar. Entah apakah mereka mengenaliku atau tidak. Tapi Bachtiar Gumawan menghapus memoriku yang sedang kangen-kangennya mengingat masa kecilku dengan mudahnya. Aku terlena.

Aku berpamitan kepada teman-temanku yang jaga siang, karena shift pagi sudah pulang semua, tinggal aku seorang. Didepan rumah sakit, kulihat Cyndy sedang nyengir dengan membawa dua gelas capucino panas.

"Maaf ya Dung, aku kesiangan, hehehe" dia terlihat santai dengan kaos dan celana pendek. Tampak tampan dengan potongan rambut cepak terlihat basah.

"Baru bangun ya? Keliatan sexy deh kamyu." Sindirku.

"Baru nyadar ya sus? Akika emang sexy loh. Hahahahaha" katanya dengan gaya kemayu. Kami tertawa bersama. Ku ambil kopi dari tangannya.

"Yuk pulang, cape nih." Kataku sembari menyeruput capucino.

"Eh, antar aku jenguk model cowokku dulu yuk Dung," rengeknya.

"Emang siapa? Dirawat disini?" Tanyaku penasaran.

"Iya, kecelakaan katanya. Sebentar aku lagi nunggu teman juga nih." Katanya celingukan.

"Tuh kamu sama teman kamu. Aku pulang dulu aja ya. Mau mandi. Lengket nih badan."

"Uh, iya nih kamu bau. Tapi gapapa Andungku tetap is the best walau kecut. Hehehe" katanya sambil memeluk kepalaku. Aku meronta. Kami memang melebihi saudara. Walau kita bersentuhan tapi hanya sebatas itu, tidak ada getaran-getaran aneh. Tidak seperti si Tiar-ap itu. Bikin gemeter seluruh tubuh.

"Rama, lama tidak ketemu. Kemana aja lo?? "

Deg.

"Sibuk bro, maklum dalam rangka mencari jati diri, gue harus kerja keras biar gue bisa pulang, hahaha, mana Atma?" Kata Cyndy memeluk pria itu. Aku terpaku.

"Atma di atas, gue baru dari ATM depan. Eh ini kan suster yang tadi ya." Kata pria itu sambil memandangku. Aku memgangguk dan tersenyum kikuk. Ini kak Hatma. Orang yang lembut nan bijaksana. Begitu kata infotainment.

"Eh, jangan-jangan kita mau jenguk Tiar itu?" Tanyaku.

"Iya." Sahut Hatma dan Cyndy bersamaan. Duh, tepuk jidat. Mereka dengan polosnya hanya melihatku dengan heran.

"Tunggu ya, ak mandi dulu, ganti baju biar ga dikira masih dinas. Bisa berabe. Aku pulang dulu,, bubay" seruku berlari melambaikan tangan.

"Eh Dung, tunggu!! Aku antar biar cepat, Ma, gue anter dia dulu ya, nanti gue telp." Teriaknya meninggalkan Hatma sendiri mematung.

***

Kami kembali ke RS setelah aku selesai mandi. Rambutku ku gerai, ikal panjang. Mengenakan kaus kuning bergambar kepala gajah, oleh-oleh dari Cyndy dulu dari Thailand dan celana pendek jins belel yang disobek sepaha. Cyndy memeluk pundakku santai berjalan memasuki lingkup RS.

"Sore mas Marno, aku mau jenguk teman ya." Sapaku kepada satpam yang sedang berjaga di lobby.

"Ya mbak Ria, wah sama pacarnya ya mbak, silakan-silakan." Katanya ramah. Memang di RS ini aku dipanggil Ria, biar singkat katanya.

"Loh Ria ya? Kaya bukan lo deh Ya," seru teman sebangsalku, Kimi. Cewek turunan Jepang yang lincah dan lucu.

"Itu si-VVIP-rempong cariin kamu terus Ya, katanya dia sudah minta Bu Atik supaya kamu jadi suster pribadinya dia 24jam! Gila gak tuh?? Eh eh tu cowo cakep deh Ya," kata Kimi tanpa titik koma, nerocos terus. Matanya melotot ke arah Cyndy yang baru datang, dia baru dari kamar mandi, menata poni katanya. Eh apa katanya tadi? Minta jadi suster pribadi 24 jam??

"Trus trus bu Atik bilang apa? " khawatir Bu Atik menyetujui permintaan pasien sarap itu, aku bertanya pada Kimi yang masih terpesona pada Cyndy.

"Dia bilang sama si-VVIP-rempong itu kalo kita ga bisa kalo 24jam. Tapi kalo pas jaga gapapa. Gitu."

"Waduh, ngalamat bertandang ke sarang Tiarap dong aku." Kimi tertawa senang.

"Kenapa Dung?" Tanya Cyndy langsung menyampirkan lengannya dipundakku.

"Ada pasien rempong Cyn." Kataku frustasi.

"Ah pacarnya mbak Ria ya. Kenalin saya Kimi." Kata Kimi centil.

"Ahahaha ha ha ha ha, pacar jadi-jadian. Yuk ah Dung. Mana kamarnya Bachtiar." Kata Cyndy. Kimi melirikku sambil tersenyum tertahan. Cyndy memandangku dan Kimi bergantian dengan heran.

"Yuk ah, kamarnya dipojok sana." Kataku menggandeng lengan Cyndy.

Kami membuka kamar VVIP tersebut. Hatma ada didalam tapi saudaranya sudah tidak ada, mau tidak mau dadaku berdebar bertemu mereka. Aku tidak mau bertemu mata dengan mereka. Aku memalingkan pandanganku ke arah pasien. Dia sedang melihatku, dengan tatapan tajam. Seperti meneliti, melihatku dari atas sampe bawah. Cuek ajah deh aku kan sedang ga bertugas sesukaku saja.

"Rama, lo lama ga pulang ya? Gue ga pernah liat lo deh." Sapa Hatma.

"Siapa lo ma? " tanya Tiar.

"Gue pacarnya." Kataku cepat sambil peluk tangan kanan Cyndy erat. Dia melihatku heran. Tapi karena kami sudah sehati sejiwa, maka diapun mengiyakan pernyataanku. Kulihat Tiar melihatku lagi. Tatapannya tak bisa ku jelaskan. Aku hanya memalingkan wajah saja. Pura-pura tidak kenal.

"Sepertinya gue tau deh. Sapa ya??" Kata Tiar. Aku kaget, ternyata dia tidak mengenaliku dengan gaya bebasku ini. Hurray.

"Seleramu berubah Rama." Katanya meremehkan. Huh apa maksudnya itu?? Emang jelek sih, tapi ga di depan kakakku kali! Aku melotot padanya. Cyndy malah tertawa terbahak, ku injak kakinya.

"Aaaakkh!! " teriaknya. Rasain, sukurin! Hatma ikutan tertawa. Tiar semakin menilikku.

"Sakit Dung, kakimu itu kan gedee..." katanya sambil meringis mengejek.

"Mau lagi? Sini kakinya! Jangan lari, awas kamu ya." Ancamku.

"Sayang, maaf yaa, hehehehe" rayunya sambil merangkulku. Kulihat mata Tiar terus menatap tajam padaku. Hatma juga menatapku intens, seperti menyelidik.

"Sepertinya lo perawatnya Tiar tadi ya?" Ucap Hatma.

Skak Mat. Mati aku, aku melirik Tiar. Wajahnya merah padam.

PersembunyianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang