"Dung sudah selesai nih", kudengar Cyndy sedang mencoba kunci pintu. Hari ini aku pindah ke Jakarta. Aku diterima di RS Swasta disini. Dan disinilah aku sekarang. Rumah kontrakan kecil nan nyaman hasil hunting Cyndy selama 3 bulan terahir ini.
"Makasih ya Cynn,, cinta deh sama kamyuh" seruku sambil membawa minuman dingin untuk sahabat kemayuku ini.
"Makasih say,, inilah gunanya teman. Ada disaat susah." Sahut Cyndy sambil meminum minuman yang kubawakan.
Jadi teringat waktu bertemu Cyndy pertama kali di Jakarta 5 tahun lalu saat aku datang ke Jakarta dengan papah. Dia adalah cowok cantik pertama yang aku tahu. Ak tidak mengira ada laki-laki begitu cantik melebihi perempuan. Nama aslinya Cinerama Harmoni Wijaya, lebih suka dipanggil Cyndy entah kenapa. Tubuh Cyndi tinggi besar, wajahnya manis lebih terkesan cantik karena sangat terawat mukanya. Bagaimana tidak, dia rajin perawatan melebihi perempuan. Aku saja belum pernah, dia seminggu 2 kali, buset dahh. Dia anak ke 3 dari 3 bersaudara, keluarganya kaya, tapi dia keluar dari rumahnya, mencari jati diri katanya dan itu karena aku. Kenapa aku? Aku juga kurang tahu, mungkin besok aku tanya si Cyndy itu.
Waktu itu aku sedang menunggu papa di lobby hotel, sambil membaca majalah fashion. Aku terpana dengan gaya berpakaian orang-orang kota ini, baju minim tapi terlihat cantik.
"Bajunya bagus tapi kurang pas, badannya terlalu tinggi"
"Hmm benar juga, roknya jadi terkesan kekecilan" aku mendongak melihat orang yang berkomentar.
Seorang laki-laki dengan celana pendek bahan, kaos putih polos terlihat santai namun ada yang aneh. Rambutnya panjang dan wajahnya cantik. Dan itulah Cyndy. Dari komentar itu membuat kami melanjutkan obrolan yang sangat seru dan asik hingga saat aku pulang, kami bertukar nomor handphone dan kami jadi sering berkomunikasi. Sampai aku tahu dia kabur dari rumah untuk mendalami cita-citanya yang sangat di tentang keluarganya, yaitu menjadi desainer.
"Cyn, besok aku sudah mulai masuk kerja. Kamu ada acara gak sore besok?" tanyaku.
"Ada Dung, besok ada pelatihan di Sanggar. Kamu pulang dinas kesana saja. Ini aku pulang dulu Dung, sudah malam, ga enak sama tetangga dikira kita ngapa-ngapain lagi disini, bisa di grebek kita hahaha"
"Wah bisa jadi perawan tua aku kalo dikawinin sama kamu, hahahaahah" kami tergelak, kami berjalan keluar, aku antar Cyndy sampai diluar.
"Hei, aku belum doyan cowo ya,, gini gini aku cowo tulen"
"Belum ada buktinya tuh.."
"Mau tau?? Mau bukti?? Berani gak? "
Wah keluar nih jiwa penggoda Cyndy, bisa mati kutu aku. Harus dihentikan sebelum kebablasan."Iya iya percaya, besok kalo dah punya pacar harus kasi tau aku duluan ya" ku dorong dia menuju mobilnya yang di parkir di pertigaan jalan, karena kalau didepan kontrakan terlalu sempit.
Cyndy masuk ke mobil sambil cemberut.
"Besok datang ya, kamu jadi modelku"
"Oke Cyndy sayang,, hati-hati dijalan ya" kulambaikan tangan saat Mobilio Cyndy mulai berjalan menjauhiku. Ahh,, aku harus tidur. Besok biar segar masuk hari pertama.
Kurebahkan badanku keatas tempat tidurku yang berada dibawah, setelah membersihkan diri sebelum tidur.
"Tuhan, lindungi hambamu ini, supaya bisa tidur nyenyak dan besok bisa bangun pagi, amin"
Hoaahmm,, lama kelamaan mataku mulai terpejam dan tak lama kemudian hanya terdengar suara dengkuran halus, pertanda Senandung sudah tertidur.***
Ini hari pertamaku bekerja. Aku terlalu bersemangat karna datang 1 jam sebelum jam dinasku. Aku di tempatkan di bangsal dewasa. Padahal aku berharap bisa ditempatkan di bangsal anak.
Kenapa? Karena Senandung suka anak-anak. Hehehe menurutnya anak-anak itu jujur, walau tidak bisa mengatakan keluhannya, tapi mereka jujur. Tidak seperti orang dewasa yang kadang sudah sembuh bilang masih sakit. Euwh, males banget kalo ada orang lebay kaya begitu.Hari pertama berjalan dengan lancar sampai dengan jam makan siang karena setelah itu, ada pasien heboh. Bagaimana tidak heboh kalo pasiennya itu cowok terkenal yang lagi hot-hot nya diperbincangkan dikalangan selebritis. Kecelakaan. Tabrak lari.
Wajahnya ganteng. Tapi kok aku jarang liat di tv ya? Hmm,, apa akunya yang jarang liat tv. Aku lebih suka baca koran.
"Bapak Bachtiar Gumawan, maaf saya pasang infusnya dulu." Dia memang kelihatan gelisah. Merasakan sakit mungkin. Saat ini kakinya retak di bagian paha."Maaf sus, agak gatal sebelah sini. Mengganggu sekali" dia menunjuk di bagian atas perbannya, dekat selangkangannya. Daerah sensitif, batinku.
"Tunggu sebentar pak, saya ambilkan salep penghilang gatal dahulu. Karena itu pengaruh perbannya yang di oles obat tadi." Jawabku sambil tersenyum. Manis bingit, hehehe,, sekalian tebar pesona sama artis, hehe.
***
Bachtiar melihatnya sekilas. Cantik enggak, seksi sih iya, tapi gak kaya cewek-cewek yang dia kenal. Badannya agak berisi, berbakat gamuk, tp terlihat seksi, kulitnya putih, matanya agak besar, bibirnya, hmm,, 7 deh. Tapi sayang tidak terlalu tinggi. Ukuran normal.
"Bapak Bachtiar Gumawan, maaf saya pasang infusnya dulu." Duh suaranya membuat tentram hati ini. Seriusnya dia pasang infus. Teliti. Jadi pengen godain nih.
"Maaf sus, agak gatal sebelah sini. Mengganggu sekali" memang gatal, tapi tidak terlalu. Ku tunjukkan bagian sensitifku, bagaimana reaksinya.
"Tunggu sebentar pak, saya ambilkan salep penghilang gatal dahulu. Karena itu pengaruh perbannya yang di oles obat tadi." Duh, merdunya. Aku ketagihan sama suaranya.
Gara - gara si Clara kucrut itu. Bikin gosip sampai heboh, bikin aku jadi kecelakaan gini.
Pintu terbuka, Tiar menoleh berharap sang suster datang, ternyata Clara.
"Sayang, gimana keadaanmu? Aduuh, kenapa jadi begini sayang, kakimu duh,," Tiar hanya menatapnya jengah. Malas meladeninya.
Sang suster masuk. Ah itu dia yang Tiar tunggu.
"Maaf anda siapa ya?" Tanya suster tersebut kepada Clara.
"Saya tunangan Bachtiar. Kenapa tanya-tanya? " jawab Clara ketus.
"Saya hendak mengoleskan salep ini ke kaki Bapak Bachtiar. Kalau boleh saya minta waktunya sebentar, atau mungkin anda yang akan mengoleskannya? "
"Oh tidak-tidak, kamu saja, jangan Clara!" Sahut Tiar tegas.
"Itu tugas kamu!"
*** tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Persembunyian
RomanceKala cinta datang namun tak terlihat, itu rasanya sungguh menyiksa