I Love You, Bro! (10)

9K 179 1
                                    

Dimi menggerutu sedari tadi. Ia merutuki Nic yang memberi pekerjaan sebanyak ini. Dan harus diselesaikan besok.

Hah, Dimi menghela nafas lalu melirik jam tangannya. Jarum pendek telah berada diangka 7 dan ia belum pulang dari pagi.

Dimi memeriksa kembali pekerjaannya, lalu mendumel saat mendapati ada yang salah. Setelah selesai, lalu kembali mengerjakan yang lainnya.

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar.

'Siapa yang ngetuk?' pikir Dimi.

Setelah memberi tugas yang super duper banyak, Nic lalu berkata bahwa ia akan merefresh pikirannya bersama Niel dan Bem. Dimi hanya mengangguk pasrah.

Memangnya selain itu, apalagi yang bisa ia lakukan?

Dimi berjalan perlahan kearah pintu perlahan-lahan.

1 langkah..

2 langkah..

4 langkah..

Dan..

Dimi sudah berada dibelakang pintu sekarang. Tapi ia ragu akan membukanya atau tidak. Bagaimana kalau itu mahluk halus? Atau bagaimana kalau itu orang berniat jahat? Atau bagaimana kalau..

Dug.

'Awww...' teriak Dimi.

Ben refleks segera duduk menolong Dimi yang terjatuh dengan posisi terduduk. Dimi mengusap keningnya yang baru saja 'bertemu' dengan pintu yang tiba-tiba dibuka Ben.

"Lo gapapa? Aduh maaf deh gue gak tau lo disitu. Gue kira lo kenapa-napa makanya gue buka aja abisnya gue ketok gak ada yang dibuka. Aduh maaf ya maaf banget." ucap Ben memelas.

Ben membantu Dimi berdiri lalu duduk disofa. Dimi masih saja mengelus keningnya yang sedikit benjol. Ben menarik tangan Dimi lalu melihat kening Dimi.

"Aww. Sakit Ben. Jangan digrepe gitu." teriak Dimi.

"Iya iya maaf, gue ke dapur dulu mau minta es batu. Lo tunggu disini."

Ben lalu keluar dari ruangan. Dimi memegang keningnya lalu meringis kesakitan.

Dimi melirik jamnya lalu mendesah kasar. Ia berjalan menuju meja kerjanya dan berniat segera menyelesaikan pekerjaan ini.

Pekerjaannya masih banyak dan ia berjanji pada Lino untuk pulang sebelum jam 9. Sebelumnya, Lino menelpon dan mengatakan akan menjemput. Tapi Dimi menolak dan berkata akan pulang sendiri.

Pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Ben yang membawa baskom kecil berisi es batu dan memegang kain bersih.

"Mi, sini. Gue mau ngompresin kening lo." suruh Ben sambil menepuk sofa.

"Ben, gue gapapa. Gue harus nyelesaiin tugas ini secepatnya." jawab Dimi.

"Ayolah Mi, kening lo lebih penting daripada pekerjaan." bujuk Ben.

"Tapi menurut gue, pekerjaan ini lebih penting." kekeh Dimi.

Ben lalu berjalan ke arah Dimi. Ia lalu menarik kursi dan duduk disebelah Dimi.

"Kalo gitu lo kerja sambil gue kompresin."

Ben mengompres kening Dimi yang membuat Dimi mengaduh. Mau tidak mau akhirnya Dimi berhenti mengerjakan pekerjaannya dan bersandar dikursi. Ben tersenyum tipis.

"Aduh. Aww. Pelan-pelan."

"Iya Mi ini juga udah pelan."

"Gara-gara lo nih kening gue jadi benjol." ucap Dimi.

"Salah lo, kenapa gak bukain pintu malah berdiri doang?" balas Ben.

"Gue kan gak tau kalo itu lo. Kali aja mahluk halus." ejek Dimi.

"Dan cowok ganteng yang lo kira mahluk halus itu, adalah mahluk halus yang udah nyicipin bibir manis lo. Dua kali." sindir Ben.

Dimi memeletkan lidahnya sebagai jawaban atas pernyataan Ben.

"Kenapa melet-melet? Mau dicium lagi?" tawar Ben.

"Enak aja."

"Ya memang enak." sahut Ben sambil tertawa.

Drrrtt. Drrt. Drrtt.

Handphone Dimi bergetar dan membuat Ben dan Dimi refleks melihat handphone Dimi yang tergeletak diatas meja. Ben menaikkan alis membaca nama pemanggil. Mas Lino.

'Bukannya Lino itu nama pria tadi pagi?'

"Bentar ya. Halo, Mas." ucap Dimi.

---

Pendek ya?

Maaf ya, kayaknya slow update krn kesibukan disini. Aku mau ngucapin makasih untuk semuanya, yang udah ngasi vote dan coment.

Untuk sider, knp kalian sider knp? Hiks.

Salam cium dari bibir yang tipis, Endewe.

I Love You, Bro!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang