Part 3

37 0 0
                                    

Aku mengirimi Dika sebuah pesan untuk memberitahukan bahwa ada tugas tambahan, ini kesempatanku untuk semakin dekat dengannya.

Me: Kapan kau pulang? Ada tugas tambahan dari Dosen Killer.

Dika: Belum tahu, keadaan nenekku semakin memburuk. Boleh aku minta tolong sekali lagi? Aku akan mengirimkan file tugasku, tolong print dan kumpulkan.

Me: Dengan senang hati aku akan membantumu.

Dika: Terima kasih, senang bisa punya sahabat sepertimu.

Me: Seperti katamu kita adalah sahabat, jadi saling membantu itu sudah semestinya dan tidak perlu ada kata terima kasih.

Hatiku bagaikan tertancap duri saat Dika mengatakan senang bisa punya sahabat sepertiku. Jadi dia hanya menganggapku sahabat? Mungkin sekarang dia hanya menganggapku sahabat, tapi bukan tidak mungkin suatu saat dia akan mencintaiku. Ini tinggal masalah waktu. Aku terus berusaha meyakinkan diriku.

Aku menghabiskan malamku dengan mengerjakan tugas tambahan dari Dosen killer sekaligus menunggu e-mail tugas Dika.

Drrttt. Tiba-tiba ponselku berdering menandakan sebuah telpon masuk.

“Halo” Jawabku.

“Yui?” Sapa seseorang.

“Iya aku Yui, maaf  ini dengan siapa ya?” Tanyaku penasaran karena nomor yang masuk belum terdaftar di ponselku.

“Ini aku Alfaris”

“Eh kamu Al, maaf aku belum sempat menyimpan nomormu” aku memang sudah mencatat semua nomor ponsel teman sekelasku, tapi belum sempat aku salin ke ponselku.
“Maaf mengganggu malam-malam” Al seperti ingin menyampaikan sesuatu, atau mungkin perlu sesuatu denganku.

“Ada perlu apa?” Tanyaku langsung pada intinya.

“Kata Dika kamu yang membantunya menyelesaikan tugasnya ya? Kalau tidak keberatan maukah kamu juga membantuku?” Pinta Al hati-hati.

“Ah si Dika berlebihan, aku hanya membantu ngeprint dan mengumpulkannya ke Dosen kok. Apa yang bisa aku bantu?” Tanyaku.

“Sama seperti Dika, tolong bantu aku Print soalnya printerku tiba-tiba rusak dan ini sudah malam banget. Sudah tidak ada tempat print yang buka”

“Baiklah, kirimkan saja tugasmu ke e-mailku dan selebihnya aku yang akan menyelesaikannya”  

“Ternyata Dika memang bener kalau kamu itu orangnya sangat baik” Aku tersenyum mendengar ucapan Al, tapi aku tersenyum bukan karena Al yang mengatakannya melainkan karena Dika yang telah mengatakan hal itu pada Al. Sebenarnya kalau bukan karena Dika yang menyarankan Al untuk datang padaku dan meminta tolong mungkin aku akan memikirkannya lagi untuk membantunya soalnya ini sudah malam banget dan mataku juga sudah sangat mengantuk.

--

“Sayang bangun? Kamu nggak ada kuliah pagi atau bagaimana?” Teriak Mama dari arah pintu kamarku sambil mengetuk pintu.

Dengan malas aku membuka mataku dan melihat jam yang ada di meja belajar dekat tempat tidurku. Dan jam sudah menunjukkan pukul 08:00 Am.

“Ya ampun!! Mati aku, aku pasti terlambat” dengan cepat aku segera berlari menuju kamar mandi. Secepat mungkin aku mempersiapkan diriku kemudian segera meluncur ke kampus.

“Apa aku terlambat?” aku memasuki kelas dengan nafas yang berat karena habis berlari. Aku melihat sekeliling dan mendapati teman-temanku sedang asik bercanda dengan yang lainnya, sepertinya Dosen sedang tidak ada di kelas.

“Bapak Dosen sedang berhalangan dan dia hanya meminta kita untuk mengumpulkan tugas di fakultas” Jawab David kemudian menuntunku untuk mendapatkan sebuah kursi kosong tepat di sampingnya.

“Tumben terlambat?” Tanya Ana yang berada di sampingku yang satu lagi.

“Aku bangun kesiangan” Jawabku.

“Ini pasti karena membantuku semalam, maaf ya” Al tiba-tiba datang entah dari mana atau mungkin dia sudah duduk di depanku sejak tadi, hanya saja aku yang tidak menyadarinya.

“Membantu apa?” Tanya David penasaran. David menatap Al dengan sangat tajam, Aku tidak bisa menafsirkan tatapan David pada Al.

“Bukan apa-apa kok, aku hanya membantu Al untuk memprint tugasnya karena printernya rusak” Jawabku segera agar David menghentikan tatapan tajamnya yang seakan ingin memakan Al. Aku segera mengeluarkan tugas yang sudah kubuat semalaman, dan memberikan salah satunya pada Al karena itu memang adalah tugas Al.

“Kenapa ada tiga?” Tanya Ana ketika melihat masih ada dua tugas lagi yang ku pegang.

“Satunya lagi tugas Dika, aku menawarkan diri untuk membantunya berhubung dia masih di luar kota karena neneknya sakit” Jawabku santai. Aku merasakan tatapan David padaku berubah.

“Ada apa?” Tanyaku pada David. Aku mengira ada sesuatu di wajahku hingga tatapan David berubah seperti itu padaku.

“Lain kali jangan terlalu baik jadi orang, bisa saja orang akan dengan sengaja memanfaatkan kebaikanmu itu” Bisik David di telingaku.

“Tidak apa, aku ikhlas kok membantunya” Jawabku polos.

“Terserah, yang jelas aku sudah memperingatkanmu” David kemudian berlalu, sepertinya aku sudah mengucapkan sesuatu yang salah.

Can I believe with you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang