"Maafkan aku" aku menyadari Al kini berada di depanku dan minta maaf. Aku hanya terus menangis tak menghiraukan Al.
"Selama ini aku memperlakukanmu dengan sangat baik karena kau sangat mirip dengan Adikku yang meninggal, bersamamu aku merasa Adikku kembali dan masih hidup. Aku menganggap kau adalah pengganti Adikku, makanya aku bersikap seperti itu padamu. Maafkan aku jika kau salah mengartikan semuanya" ucapnya tulus. Aku kemudian menatapnya, matanya benar-benar tulus, aku melihat ada penyesalan dalam matanya.
"Aku akan memaafkanmu jika kau terus memperlakukanku seperti sebelumnya dan menganggapku sebagai Adik kecilmu, menganggap semuanya ini tidak pernah terjadi" ucapku kemudian, setelah menyadari perasaanku yang sebenarnya untuk David seharusnya aku bisa memaafkan Al. Aku juga belum bisa menerima sepenuhnya jika Al menjauhiku, aku ingin terus mendapatkan kenyamanan yang dulu Al berikan padaku.
Al kemudian memelukku, aku terus menangis dalam pelukannya. Aku menyadari teman-temanku yang lain juga ikut senang melihatku berbaikan dengan Al. Tapi tidak dengan Dika, sepertinya dia belum bisa menerima kesalahan Al, mungkin suatu saat aku akan berusaha mendamaikan mereka. Suatu saat, tapi tidak sekarang, sekarang pikiranku masih tertuju pada David. Berada dalam pelukan Al membuatku cukup nyaman, tapi tetap saja tidak senyaman pelukan David. Mengingat David membuatku kembali menangis."Hei masalah kita sudah selesai, kenapa kau masih menangis?" tanya Al bingung.
"Aku menangis bukan karenamu" sahutku.
"Lalu?" tanya Al menatapku dengan tatapan bingung.
"Tadinya aku pikir aku mencintaimu, tapi ternyata aku salah. Sama sepertimu yang menganggapku Adik, aku juga hanya menganggapmu kakak" aku mulai mengakui perasaanku yang sebenarnya.
"Kau belum menjelaskan kenapa kau menangis" tegur Al.
"Maaf aku belum bisa menceritakannya padamu" ucapku. Al sepertinya tidak terima karena bagaimanapun kami sudah berbaikan.
"Ingat, kau juga tidak menceritakan apapun padaku kalau kau menyukai seseorang" tegurku. Al hanya diam.
"Tidak semua hal bisa aku ceritakan padamu" jawabnya.
"Nah itu tau, begitu juga denganku. Untuk yang satu ini aku juga belum bisa menceritakannya padamu" seruku. Al sepertinya mengerti dan tidak bertanya lagi.
Karena terlalu banyak menangis mataku jadi bengkak dan kepalaku menjadi pusing. Al kemudian mengantarku pulang tanpa menyelesaikan kelas.Kebetulan Papa dan Mama sedang tidak dirumah saat aku pulang, jadi aku tidak perlu mencari alasan tentang keadaanku saat ini pada mereka. Tadinya Al ingin menemaniku tapi aku menyuruhnya pulang karena aku ingin sendiri. Aku masih sedih atas penolakan David padaku barusan, aku tidak menyangka dia akan melupakanku secepat itu.
Drrttt. Tiba-tiba ponselku berdering, aku segera melihatnya dan ternyata itu berasal dari nomor tidak di kenal.
"Halo" ucapku menjawab telpon, sebenarnya suaraku masih serak karena menangis tapi sebisa mungkin aku menutupinya.
"Yui?" orang itu menyebut namaku, aku seperti mengenal suara itu.
"Da-David?" tanyaku ragu.
"Iya ini aku. Maaf tadi ponselku mati karena batreinya habis" ucapnya. Degg jadi untuk apa tadi aku menangis? Ternyata dia tidak sengaja mematikan telponnya. Aku hanya diam merutuki kebodohanku.
"Tadi kau ingin mengatakan apa?" tanyanya membuyarkan lamunanku.
"Aku... aku..." ucapku kembali terbata-bata. mengapa lidah ini begitu kelu, aku ingin bilang kalau aku juga mencintainya. Tapi kenapa begitu sulit?
"Aku apa Yui?" tanyanya.
"Aku.. aku lupa ingin mengatakan apa" entah bodoh atau apa kenapa kata itu yang berhasil meluncur dari mulutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I believe with you?
RandomAku pikir dia adalah pangeran berkuda putih yang dikirim Tuhan untukku, tapi ternyata aku salah. Saat aku dengan gigih berusaha mendapatkannya dia malah berpacaran dengan sahabatku. Perlahan sakit hatiku terobati, saat seseorang datang dan selalu a...