Part 8

16 0 0
                                    

Sejak saat itu teman-temanku tidak pernah lagi mencegahku saat aku memutuskan langsung pergi ketika kelas usai, mereka hanya menatapku dengan tatapan yang bisa kuartikan jangan pergi. Aku selalu menemui Nayla, bagiku sekarang tidak ada lagi yang bisa kupercaya selain keluargaku sendiri. Dika memang membelaku, tapi toh dia milik Ana sekarang dan aku tidak ingin kedekatanku dengan Dika justru akan membuat hubungannya dengan Ana regang karena aku tahu pasti Ana itu tipe orang yang sangat cemburuan.

Saat pulang dan berjalan menuju halte bus aku selalu mendapati David sedang mengikutiku dengan mobilnya, hanya mengikutiku dan tidak mendekatiku. Setiba di halte bus pun dia terlihat mengawasiku dari jauh. Dan saat aku naik ke bus dia terus mengikutiku sampai aku tiba di rumah, setelah memastikan aku masuk ke rumah dia langsung pergi. Aku melihatnya terus mengawasiku tapi aku berpura-pura tidak melihatnya.

Ada apa dengannya? Bukankah dia berpacaran dengan Liana? Tapi kenapa dia selalu mengikutiku? Apa benar dia mencintaiku? Lalu kenapa dia justru pacaran dengan Liana kalau dia memang mencintaiku. Selama beberapa hari ini pikiranku terus tertuju pada David, aku merasa begitu gelisah.
--

"Si brengsek penghianat itu datang!" tunjuk Nayla pada sepasang kekasih yang baru saja masuk ke kantin tempatku dan Nayla berada, pandanganku menoleh pada orang yang di maksud Nayla. Dan aku melihat Dayat bersama seorang gadis yang bergelayut manja di lengannya. Bisa ku tebak itu pasti pacar selingkuhan Dayat.

"Apa maksudmu?" tanyaku pura-pura tidak mengerti, aku hanya tidak menyangka kalau kabar tentang perselingkuhan Dayat juga beredar sampai di fakultas ini.

"Gadis itu bernama Rina, tadinya dia bersahabat dengan gadis yang bernama Liana. Dan pria itu bernama Dayat, tadinya dia adalah pacar Liana. Tapi mereka mengkhianati Liana dengan berselingkuh. Brengsek banget kan mereka" aku hanya mengangguk. Aku tahu Dayat mengkhiatani Liana, tapi aku tidak tahu kalau itu adalah sahabat Liana sendiri. Pasti Liana sangat terpukul.

"Pasti Liana sangat terpukul" ucapku menanggapi.

"Sangat, dia sampai mempunyai ide gila dengan berpura-pura pacaran dengan sepupunya sendiri agar terlihat tegar" ungkap Nayla.

"Sepupu? Darimana kau tahu tentang itu?" tanyaku kaget.

"Karena Liana itu temanku semasa SMA dan kami cukup dekat, dia menceritakan semuanya padaku sebelum berangkat ke Surabaya kemarin" jelas Nayla.

"Apa kau tahu siapa nama sepupunya Liana itu?" tanyaku, aku mulai berpikir kalau yang dimaksud itu adalah David.

"Kalau tidak salah ingat namanya David" ucap Nayla mantap. Dan seketika itu juga airmataku mengalir. Aku sudah bersalah pada David.

"Yui, kau kenapa? Kenapa tiba-tiba menangis?" tanya Nayla panik.

"Tidak apa, aku hanya terharu dengan kisah Liana" jawabku berkelit.

"owh, aku juga menangis saat mendengar cerita Liana" ucap Nayla.

"Aku harus kembali ke kelas, aku melupakan sesuatu" ucapku terburu-buru kemudian meninggalkan Nayla yang masih asik menikmati makanannya.

"Tapi kau belum menghabiskan makan siangmu!" teriak Nayla dari kejauhan, tapi aku sudah tidak mempedulikannya. Yang ada dipikiranku sekarang hanya David, aku harus segera menemuinya.

Aku berlari ke kelas, aku masuk ke kelas dan pandanganku menjelajah seluruh ruangan. Aku melihat Liana duduk di pojok tapi aku tidak melihat David. Aku menghampiri Liana, Liana begitu kaget melihatku menghampirinya.

"Dimana David?" tanyaku. Kini tatapan seluruh kelas menuju padaku, termasuk Al.

"Dimana David?" tanyaku sekali lagi, sepertinya Liana masih kaget karena setelah sekian lama akhirnya aku mau berbicara pada penghuni kelas itu. sebenarnya tidak ada seorangpun yang tahu tentang kejadian bersama David di loteng waktu itu.

"Dia.. dia sudah tidak disini lagi" jawab Liana terbata.

"Apa maksudmu?" tanyaku tidak mengerti.

"Dia sudah pergi"

"Pergi? Kemana?"

"Iya pergi ke Balikpapan"

"Apa? jadi David sudah pergi? Kapan?" tanyaku tidak percaya, pikiranku benar-benar buntu saat itu. aku berpikir kata Balikpapan berarti kuburan dan berpikir David sudah meninggal. Karena biasanya kami selalu bercanda dan menganggap kata Balikpapan artinya kuburan.

"Sudah sejak seminggu yang lalu, kau tidak menyadarinya karena kau tidak pernah mau berbicara apalagi menatap kami" tutur Liana. Memang selama seminggu ini aku sudah tidak menemukan David mengikutiku lagi sepulang kuliah.

"Ini tidak mungkin, David tidak mungkin pergi seperti ini" jeritku histeris. Bulir-bulir airmataku kembali mengalir.

"Yui tenanglah!" ucap Liana menenangkanku.

"Davidddd hiks hiks" aku terus menangis memanggil nama David. Aku menyadari semua temanku menatapku heran.

"Yui tenanglah, kau bisa menelponnya jika kau butuh atau ingin berbicara sesuatu dengannya" ucap Liana.

"Apa? menelpon? Jadi?" tanyaku pada Liana dan tangisku reda dengan sendirinya. Mengapa aku begitu bodoh, dengan bodohnya aku mengira David telah meninggal. Aku benar-benar tidak siap jika David meninggalkanku seperti itu. aku segera merogoh ponselku yang berada di tas dan menelpon nomor David, tidak menunggu waktu yang lama terdengar suara berat David di seberang sana.

"Yui?" aku mendengar suara David. Bahkan mendengar suaranya saja sudah membuatku sangat senang.

"David.. aku.. aku.." jawabku terbata-bata, aku tidak bisa mengatakan apapun.

"Ada apa? aku sibuk, kalau tidak ada yang penting aku akan menutup telponnya" ucap David datar. Mengapa sekarang David bersikap dingin padaku?

"Aku... David aku..." aku masih bingung harus mengatakan apa pada David, aku ingin meminta maaf dan memintanya segera kembali tapi lidahku seakan kelu.

Tutt tutt tutt. Tiba-tiba sambungan telpon mati. Apa? David mematikan telponnya? Aku kembali menelpon David tapi ponselnya sudah tidak aktif. Apa David secepat itu melupakan cintanya padaku? Airmataku kembali tak terbendung.

"Ada apa Yui?" tanya Liana khawatir. Aku segera memeluk Liana dan menangis kencang.

"Aku bodoh Liana, benar-benar bodoh!" Aku merutuki diriku sendiri.

"Sebenarnya ada apa? jangan membuatku panik" tanya Liana.

"Aku begitu bodoh karena tidak bisa memahami perasaanku yang sebenarnya" racauku. Iya, aku begitu bodoh, dengan bodohnya aku mengira kalau aku mencintai Al karena selama ini Al selalu disisiku. Al memang selalu disisiku dan memberikan perhatian layaknya kekasih, tapi aku hanya mendapatkan kenyamanan dan kehangatan bersama David. Yang aku cintai sebenarnya adalah David bukan Al.

Teman-temanku panik melihatku menangis tanpa henti. Mereka benar-benar bingung kenapa aku tiba-tiba menangis setelah bicara dengan David.

Can I believe with you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang