Debaran Dua Puluh Tujuh: Another Nero

102K 3.8K 120
                                    

Yay! Upadatenya lagi cepat! Imajinasi sedang berjalan. Moga-moga bisa lancar begini terus yaw
hehe
Anyway, gambar di sebelah itu Niken
XD
Cakep ya!

Jangan lupa Vote dan Komen yaw

Salam, Penulis

=============================

Debaran Dua Puluh Tujuh

Another Nero

Pagi hari tampak cerah dengan matahari bersinar terik dan langit biru tanpa awan, padahal masih jam setengah tujuh pagi. Hanya saja, aku tak memikirkan hal itu sama sekali. Menurutku cuaca yang cerah tak memberikan nilai apa-apa bagiku karena begitu aku melihat diriku di cermin kamar mandi, dengan handuk masih melilit di tubuh, aku melihat bekas ciuman Nero masih menempel di sana—di leherku, lebih tepatnya dan lebih dari satu.

Wajahku kembali memerah dan memanas. Berkat bekas ciuman Nero, aku jadi mengingat apa yang kami lakukan semalam. Hangat tubuh Nero, bibirnya dan tentu saja napasnya masih tertinggal di kulitku.

Abangku, Ray, adalah orang yang pertama yang menyadari bekas ciuman itu. Dengan mata menyipit curiga dia bertanya kenapa aku punya bekas-bekas aneh di leherku. Tapi karena dia bodoh, dia bilang kalau aku digigit serangga besar.

Yep. Aku tak bisa membantahnya. Nero memang bukan serangga, tapi dia jelas sangat berbahaya. Aku tak akan berduaan dengannya lagi bila malam tiba. Kami berdua jelas bukan dalam kondisi yang bisa berpikir jernih jika ditinggal berdua. Untunglah kemarin ada Abangku yang mengganggu.

Bersiap-siap, aku mengenakan seragamku. Untunglah seragam itu berhasil menutup sempurna bekas ciuman Nero, kalau tidak aku pasti akan jadi bahan tertawaan dan gosip satu sekolah. Aku tak menginginkannya.

Saat aku turun dari kamar, jendela kamar Nero masih tertutup. Sepertinya Nero masih tidur. Dan tak mungkin bagiku untuk menunggunya lebih lama. Aku seorang pembuka gerbang.

Maka, dengan berat hati aku turun dari kamar dan berangkat menuju sekolah. Para anggota Osis sudah berdatangan seperti biasa, termasuk Kak Vion.

"Selamat pagi, Niken," sapanya.

"Selamat pagi," kataku sedikit kebingungan. "Kok Kak Vion ada di sini?" Biasanya dia akan berangkat bersama dengan Nero dan Devon—oh, Zoe juga termasuk di dalamnya.

"Sebentar lagi aku kan tamat. Sebagai Ketua Osis, aku harus melihat calon yang kuat untuk menggantikanku."

Oh iya ya. Aku baru ingat kalau Kak Vion kelas sudah kelas tiga dan empat minggu lagi akan menjalani UN. Wah, tak disangka, cepat sekali waktu berjalan.

"Aku berniat mencalonkan Devon sebagai Ketua Osis." Kak Vion menelusuri daftar keterlambatan siswa dengan jarinya. Pernyataannya barusan membuatku melotot, nyaris tersedak dan membuat anak-anak Osis lainnya kaget.

"Loh? Kenapa Devon?"

"Bukankah Nero lebih baik daripada Devon?"

"Nero populer, pintar dan juga menyenangkan. Temannya banyak dan guru-guru suka padanya."

Kak Vion menutup daftar. "Catatan latar belakang Nero yang membuatku berpikir ulang untuk mencalonkannya. Pak Alfon juga setuju karena Nero tak cocok menjadi Ketua Osis. Yang lebih berkompeten itu Devon."

"Kenapa bukan Zoe?"

Begitu nama Zoe disebut-sebuh, mereka pun ramai membahasnya.

"Benar juga. Zoe cool dan berkharisma. Lebih cocok."

"Dia juga nggak kalah ganteng dari Devon."

Kalian ini mau pilih Ketua Osis atau Model sih? Sindirku jengkel.

The Flower Boy Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang