Senpai's Time

132 3 1
                                    

"Ya, anak-anak, jadi jelas ya yang ibu bilang barusan. Kalian harus kerja kelompok membuat PPT tentang Masa Pra Aksara," ulang Bu Rindu, guru Sejarah.

"Hadeh... Kita ini anak IPA kok berasa kayak anak IIS ya?" keluh Denia.

"Ya, anak IPA emang ada muatan IPS-nya. Untung dapetnya Sejarah yang nggak susah," kata Katara.

"Eh gua ikut kelompok mereka ya, nggak bisa ikut kalian... Sorry." ucap Damiana, disambut dengan anggukan Maera.

"Btw, kita ngerjain dirumah siapa nih?" tanya Maera.

"Eh ntar dulu!! Kelompok kita masih kurang satu orang! Damiana kan ikut kelompok yang lain," kata Putri panik tiba-tiba.

"Eh? Beneran? Ajak aja tuh anak itu, yang rada ansos," celetuk Vela.

"Hush Vela ngomongnya, dia kan telat masuk sini, dia nggak ikut MOS. Makanya kayak nggak punya temen." kata Denia.

"Hihihi iya sorry," ucap Vela. "Hai, lo mau gabung kelompok kita nggak? Kurang satu orang nih!"

"Boleh." Gadis itu pun setuju.

"Nama lo siapa?" tanya Putri.

"Lintang Aaqila. Bisa dipanggil Lintang," jawab Lintang.

"Kenapa nggak sekalian Bintang aja namanya," ledek Vela.

"Hish, Vela. Maaf ya Vela emang suka nyeplos." ucap Katara pada Lintang. Gadis yang rambutnya dikepang itu pun hanya mengangguk.

"Kerja kelompoknya jadi mau dimana?" tanya Maera lagi.

"Yang pasti harus ada wi-fi nya," syarat Denia.

"Rumah gua ada sih..." kata Katara.

"Yaudah dirumah lo aja, Tar!"

Akhirnya mereka semua setuju akan melakukan kerja kelompok di rumah Katara pada hari Sabtu pagi.

Katara memutuskan untuk pergi ke toilet di lantai 2. Lantai 2 adalah tempat dimana sebagian kelas XII bersemayam.

Tepat setelah dari toilet, ia mengaca sebentar di kaca yang ada dekat tangga. Tiba-tiba sebuah derap kaki cepat terdengar dan... BRUK!!

"Ouch!"

"Maaf, maaf... Seriusan maaf! Gua nggak maksud," ucap seseorang.

Saat Katara bangun dari posisi duduknya akibat tertabrak orang itu, ia langsung terperanjat. Ternyata, itu adalah kakak kelas yang pernah ia kagumi saat demonstrasi ekskul saat MOS. Dia adalah ketua paskibra, kalau tidak salah.

Saat Katara berdiri di sebelahnya, bagaikan langit dan bumi. Katara hanya sebahunya. Dia memang tinggi sekali. Namanya adalah Farghi El Noza.

"Ngg maaf kak..." ucap Katara, sangat malu.

"Yah justru saya yang maaf dek. Kamu nggak papa, kan? Tadi saya nabraknya sakit nggak?" Suara Farghi terdengar khawatir.

"Saya nggak apa-apa, kak. Duluan, kak." Katara pun beranjak pergi. Sebelum tekanan jantung nya semakin cepat dan akan membuatnya mati ditempat saat itu juga.

Damiana memandangi foto anak laki-laki yang ada di hpnya. Ia begitu tampan dengan wajah bak seorang pangeran. Tubuhnya yang tegap, dan selalu menjadi kebanggaan tersendiri dalam diri Damiana.

"Wah siapa tuh, Dam?" tanya Vela sambil mengintip foto yang ada di hp Damiana sedari tadi.

"Ih mau tau aja," ledek Damiana.

"Eh tunggu, Dam!! Itu bukannya... kakak yang tinggi banget itu ya!! Siapa tuh namanya... Emm kak Egi ya? Eh siapa sih??" Vela mencoba mengingat.

"Kak Farghi, kali..." Putri membetulkan ingatan Vela.

"Nah iya tuh!! Kok lo afal sih, Put? Naksir lo ya?" cerocos Vela.

"Lah gua sih naksirnya sama temannya dia. Anak paskib juga. Yang ganteng banget itu lho!" kata Putri.

"Lah perasaan yang ganteng cuma kak Farghi doang deh, Put?" Maera nimbrung.

"Ih ada satu lagi. Yang masih kelas 11. Itu lho... kak Izhar," Putri memberitahu.

"Ih yang item buluk itu, Put? What the? Selera lo aneh ya," komentar Damiana.

"Ih dia item manis tau, sama kayak gua, ihihi," kata Putri ganjen.

"Najong dah," Denia menyeletuk. "Yang ganteng tuh, kak Fatir."

"Wah nggak nyangka... kalian semua demennya sama kakak kelas ya," kata Maera.

"Iyalah, Mae. Tapi rata-rata kakak kelas udah pada taken sih," Terdengar nada sedih dalam perkataan Putri.

"Lo nggak naksir siapa-siapa, Mae?" tanya Denia.

"Hmm belum ada. Cariin gua senpai dong," pinta Maera.

"Hahaha!! Apa kata lo tadi?" Tiba-tiba Katara muncul.

"Cariin gua senpai," ulang Maera.

"Keren banget pilihan kata lo. Senpai. Jago bahasa jepang ya, lo?" tebak Katara.

"Ih enggak, cuma kan lucu aja gitu. Kalau kakak kelas kan mainstream tuh, mending panggilnya senpai aja." kata Maera.

Tak disangka semua pada setuju.

"Yaudah berarti kapan-kapan kita boleh lah modus dikit sama senpai," usul Putri.

"Iya deh, Put."

NOTICE ME SENPAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang