Jeanny's POV
Aku membuka mataku, terlihat sebuah ruangan yang tidak aku kenal.
Aku berusaha bangkit, namun bagian leherku sakit. "Ah!" erangku sambil memegangi leherku yang terasa sakit.
Aku memandangi sekeliling. Ini terlihat seperti.. Kamar? kamar ini sangat besar dan juga modern.
Tapi, bukankah terakhir aku berada disebuah gedung besar?
Oh. Aku ingat. Lily yang membekap mulutku dengan kain usang itu.
Terdengar suara pintu yang diketuk, Aku menoleh lalu berjalan ke arah pintu.
Saat dibuka, terlihat seorang pelayan menunduk di hadapanku.
"Nona Beverly, Tuan Harry sudah menunggu di ruang makan." ucapnya pelan.
Aku mengerutkan kening, "Maaf, tapi pukul berapa sekarang?"
"Pukul tujuh malam, nona."
Aku tersentak kaget, sudah malam? mengapa cepat sekali?
"Oh, terimakasih.."
"Beatrice, nona."
Aku tersenyum, "Terimakasih, Beatrice."
Dia tersenyum, "Saya permisi, nona."
"Tunggu!" panggilku, dia menoleh.
"Panggil aku Jeanny."
Beatrice tersenyum, mengangguk lalu izin pergi meninggalkanku.
Aku menghela napas, memandangi sekitar. Kamar ini terlihat nyaman dan besar sekali. Aku jadi bertanya-tanya, sebesar apa rumah ini dari luar?
Aku memutuskan untuk mencuci muka dan kebetulan kamar mandi sudah lengkap dengan segala kebutuhanku. Terdengar aneh, tapi, aku rasa mereka atau siapapun itu mengetahui segalanya tentangku.
Aku mengetahui segalanya tentangmu.
Tiba-tiba saja kata-kata itu terngiang di kepalaku. Sial. Aku harus berhenti memikirkannya.
Aku keluar dari kamar mandi dan melihat sebuah lemari putih besar di pojok. Aku membuka isinya dan ada banyak baju seukuran denganku disitu. Aku mengambil sebuah celana pendek selutut dan kaos yang sedikit longgar mengingat ini sudah malam.
Aku keluar kamar dan berjalan menyusuri koridor, dan berakhir dengan sebuah tangga menurun. Aku berjalan perlahan ditangga, tidak menimbulkan suara sedikitpun.
Sesampainya dibawah, aku melihat ruangan yang penuh dengan tempat duduk, dan terdapat sebuah televisi berukuran besar. Mungkin ini ruang tengah.
Aku berjalan lagi, berusaha mencari ruang makan. Aku mengedarkan pandangan. Rumah ini benar-benar mewah.
Aku berhenti berjalan ketika aku melihat sebuah meja makan besar, dan sudah ada beberapa orang yang tengah makan disana.
Aku menelan ludah. Berusaha berpikir aku harus kesana atau tidak.
Telapak tanganku sudah berkeringat.
Tiba-tiba bahuku dihantam keras oleh seseorang.
"Hey!" aku spontan meneriaki laki-laki yang kini berdiri dihadapanku.
"Apa yang kau lakukan!?" teriaknya sama-sama keras. "Kau menghalangi jalanku!"
"Kau yang harusnya jalan pakai mata!" geramku. Oh, fi ku padanya: menyebalkan.
"Easy, easy." aku dan laki-laki itu langsung menoleh. Itu pria berambut blonde yang aku temui tempo hari di rumah sakit.
Aku bisa lihat laki-laki yang menabrakku tadi memutar kedua bola matanya lalu berjalan meninggalkanku dengan sipria blonde.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Operation
Fanfiction"I didn't fall in love with you because i was lonely, or lost. I fell in love with you because when i saw you for the first time it was only time that i had ever wanted to make someone a permanent part of my world." - Harry Styles. "You fall in love...