SIX

334 49 2
                                    

Jeanny's POV.

Aku membuka mataku ketika setitik cahaya menyilaukan mataku, aku menyibakan selimut yang menutupi tubuhku dan duduk di tepi ranjang.

Aku mengusap kasar mataku dan menguap. Aku masih mengantuk.

Melirik ke arah jam, aku bisa melihat ini sudah pukul delapan pagi. Dan tiba-tiba saja perutku berbunyi, pertanda ia membutuhkan makanan.

Aku bergegas ke kamar mandi, membersihkan tubuhku yang terasa lengket karena keringat.

Setelahnya, aku berganti baju dan mencari baju di lemari. Aku heran, baju-baju disini selalu saja tersusun rapi padahal aku selalu mengacaknya ketika mencari baju.

Akhirnya aku memakai celana panjang hitam, t-shirt berwarna abu setengah lengan dan aku mengikat rambutku.

Aku memakai sedikit bedak dan lipbalm. Katakan aku centil, memang aku seperti itu. Lagipula, udara disini dingin, bibirku selalu pecah-pecah jika tidak memakai lipbalm.

Aku keluar dari kamar, mengedarkan pandangan. Koridor sepi, seperti biasa. Perutku berbunyi lagi, sungguh, dia berbunyi lebih keras sekarang.

Aku melangkahkan kakiku ke tangga dan sedikit berlari ketika menuruninya.

Namun ada yang janggal.

Tidak ada siapapun.

Aku melewati hampir setengah dari rumah ini dan tidak ada siapapun.

Aku berhenti di meja makan, dan disana tidak ada siapapun.

Sialan. Aku tertinggal sarapan.

Dan parahnya, tidak ada pelayan atau siapapun itu lewat di depanku. Dasar. Aku butuh dan mereka malah menghilang.

Menghapus rasa kesal nan lapar, aku mengelilingi rumah. Bermaksud mencari sekumpulan makhluk hidup yang bisa menanggung perut kelaparanku.

Aku memutari rumah yang sudah seperti big mac, besar sekali. Melewati taman, kolam renang, bahkan pos penjaga. Hanya ada penjaga-penjaga yang terus memelototiku dengan tatapan membunuh.

Aku buru-buru masuk ke dalam dan mencari lagi mereka.

Rumah ini benar-benar besar. Bagaimana mereka bisa betah tinggal disini? kuyakin aku membutuhkan kursi roda, karena berjalan sedikit saja sudah membuatku lelah akibat rumah besar ini.

Hingga sampailah pada saat yang berbahagia, eh, maksudku, aku sampai di sebuah pintu besar. Pintu berwarna putih dengan dominasi emas di sekitarnya.

Pintu itu tidak ada gagangnya. Bagaimana caraku membukanya?

Dengan iseng, aku menendang pintu itu dan pintu terbuka sedikit dan tertutup kembali.

Aku mengernyit, dengan ragu, aku mendorong pintu itu. Berat sekali.

Bisa tidak di rumah ini tidak ada sesuatu memakai kata 'sekali'?

Aku mendorong pintu itu dengan keras sampai-sampai aku tak sadar sudah berada di dalamnya dan terjatuh begitu saja.

Dan aku terjatuh di sebuah tangga menurun.

"Tangga lagi?" erangku frustasi.

Aku menggerutu, tapi kakiku tetap melangkah. Di ujung tangga, aku bertemu lagi sebuah pintu.

Namun ini pintu kaca.

Memantulkan bayangankanku.

Aku melihat pintu itu, tidak ada gagangnya. Aku mendorongnya, namun pintu itu tetap diam dengan kokohnya.

Aku mendorong lagi, namun pintu itu tidak bergerak sedikitpun.

Alhasil, aku bercermin. Tapi, pandanganku tertuju pada sebuah kotak besi di belakang ku yang tergantung di dinding.

Membalikan badan, aku berjalan ke arah kotak besi itu. Aku mengerutkan kening, sembari memegangi kotak besi itu menggunakan jari di tangan kanan.

Tiba-tiba saja, kotak besi itu terbuka dan memunculkan sebuah monitor kecil.

Monitor itu menyala dan menimbulkan suara beep berkepanjangan disusul sebuah sinar laser berwarna biru ke arah wajahku.

Sinar itu seperti sinar pemindai, dan setelah sinar itu menghilang, muncul sebuah foto dan suara, "Jeanny Beverly. Hungaria, 14 Agustus. Sebutkan nomor sepatumu,"

Aku mengernyit, nomor sepatu?

"Err, 38?" jawabku gugup.

Setelah itu, monitor kembali mengeluarkan suara beep dan monitor itu mati.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar sesuatu. Aku berbalik, melihat pintu kaca itu sudah terbuka lebar. Aku buru-buru berjalan ke situ dan pintu kaca kembali menutup.

Ruangan itu ruangan kecil, ada sebuah pintu kayu didepanku.

"Sialan! mengapa banyak sekali pintu?" aku kesal, disini terlalu banyak pintu.

Dengan kesal, aku mendorong pintu sambil menekan gagangnya. Kukira, pintu itu akan susah dibuka, namun, malah terbuka dengan mudah dan membuatku terjatuh kembali.

Aku mengerang kesakitan, tapi aku mendengar suara seorang laki-laki.

"Benar kan? dia akan muncul dengan terjatuh."

Aku mendongak, mendapati Billie, Jamie, Des, Harry, Liam dan Niall tengah memperhatikanku.

Harry, pria itu mendekat ke padaku dan mengulurkan tangannya. Aku menerimanya dan berdiri.

"Jamie dan Liam bertaruh untuk kedatanganmu." ujar Harry.

Aku mengernyit, "Bertaruh?" tanyaku bingung.

Harry tidak menjawab, ia malah berteriak memanggil Niall kemudian ia berlalu.

Saat Niall menghampiriku, aku malah terkagum dengan pemandangan di depanku.

Des, tengah membawa dua pisau di kedua tangannya dan melemparnya ke sebuah papan bulat. Ia melemparnya dengan lantang dan pisaunya tepat mengenai tengah papan itu.

Jamie, pria itu sedang memakai baju taekwondo dan sedang beradu dengan Liam. Di tangan Jamie ada pistol, begitupula dengan Liam. Mereka sesekali saling menembak dan menyerang dengan kaki maupun tangan.

Harry, ia sedang bermain pedang dengan Billie. Sepenglihatanku, Harry berhasil menjatuhkan pedang milik Billie, namun Billie juga dengan cepat menjatuhkan pedang milik Harry.

"Kau lapar?"

Aku menoleh ke asal suara.

"Makanlah, kudengar perutmu berbunyi." lanjut Niall sambil menyerahkan sebuah pembungkus kertas berwarna coklat.

Aku bisa merasakan kedua pipiku memanas ketika menerimanya, "Terimakasih."

Niall tersenyum, "Tidak masalah," jawabnya, "Lebih baik kita duduk." lanjutnya sambil menunjuk sebuah kursi panjang.

Tanpa menunggu lama, aku dan Niall duduk disitu. Niall berdiam diri sedangkan aku memakan sandwich pemberian Niall.

Setelah memakannya, aku membuang pembungkus dan beralih ke Niall yang tengah fokus memperhatikan teman-temannya melakukan kegiatan mereka.

"Apa yang kau lihat?" tanyaku.

Tanpa menoleh, Niall berkata, "Aku hanya sedang menganalisis."

Aku mengerutkan kening, "Menganalisis?"

Kali ini, pandangan Niall beralih padaku, "Hari ini kita akan mempelajari Analisis Perimeter, Jean."

-

HALLO
MAAFKAN KALO CHAPTER INI ABSTRAK DAN GAJELAS, IDE MENTOK KESINI OK

WALAUPUN BEGITU, TETAPLAH HARGAI DIRIKU NAK, AKU HANYA INGIN MENDAPAT VOTE DAN COMMENTS KALIAN. SOALNYA VOTE NYA SEDIKIT MULU KAN SEDIH GUE

AKU CINTA KALIAN *kecup basah*

The OperationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang