hh

89 17 0
                                    

"Mau sarapan bareng?"

"Yang masak siapa?"

"Disini cuma ada kita berdua, jadi menurut lo siapa?"

"Tinggal bilang 'gue yang masak' susah, ya. Belibet mulu cerita lo."

"Mau makan, gak?"

Emily memanyunkan bibirnya, "Iya, iya mau."

"Bibirnya jangan dimanyunin."

"Kenapa?"

"Minta dicium, ya?"

Emily melototkan matanya dan menutup mulut dengan kedua tangannya.

Bastian hanya terkekeh dan lanjut makan.

"Rumah Gabriel dimana?"

"Komplek Dokter umum."

"Gabriel dokter?"

"Papanya dia."

"Masih tinggal bareng ortu, ya."

"Dia nginap disitu beberapa hari ini. Dia tinggal pisah, kok. Kenapa?"

"Gak. Kalo gitu lo lanjut makan sendiri, ya. Gue mau ke rumah dia."

"Beneran lo mau minta maaf ke keluarganya?"

"Menurut lo?"

"Gue ikut, deh. Nanti lo cari masalah lagi."

"Elah, gak percaya amat."

"Pokoknya gue ikut."

"Iya, iya."

Emily segera ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kardigan.

"Macet, bangsat."

"Iyalah, hari kerja juga."

Bastian memutar musik untuk memecah keheningan. Lagu Westlife - You Raise Me Up adalah lagu pertama yang terdengar.

"Lagu kesukaan gue." Ucap Bastian dan Emily bersamaan.

Emily terkekeh, "Kok sama?"

"Jodoh, kali."

Emily kembali terkekeh.

"When I am down and, oh my soul, so weary. When troubles come and my heart burdened be. Then, I am still and wait here in the silence. Until you come and sit awhile with me."

"Suara lo bagus juga ternyata."

"Suara lo aja yang jelek."

"You raise me up, so I can stand on mountains. You raise me up, to walk on stormy seas. I am strong, when I am on your shoulders. You raise me up.. To more than I can be."

"Wuih, menghayati lagu banget, ya."

"Lo tau, kan artinya?"

"Iyalah."

"Itu ngena banget buat gue."

Emil mengerutkan keningnya, "Kok bisa?"

"Ya, bisalah."

"Rumahnya yang mana, nih?"

"Tuh, yang di ujung kanan."

"Yuk."

Bastian dan Emily memasuki rumah Gabriel. Bastian dengan muka santai dan sok cool-nya dan Emily yang keringat dingin sedari tadi.

"Lo biasa aja, kali." Bastian sadar kalo Emily gelisah dari tadi.

"Ya, gue gak enaklah sama orang tuanya Gabriel."

Pintu rumah Gabriel terbuka dan menampilkan wajah seorang cowok khas baru bangun.

"Eh, sweety."

Rahang Bastian tampak mengeras dan mukanya kembali datar.

"Masuk, yuk."

"Gabriel, gue kesini sama Bastian."

Gabriel melototkan mata dan mengeluarkan kepalanya menghadap ke kiri.

"Eh, suaminya Emily. Sorry, bro. Gue gak liat." Gabriel menyengir.

"Jadi dalam rangka apa kalian kesini? Silaturahim? Tapi lebaran masih lama."

"Gue minta maaf soal kejadian kemarin malam. Sampein permintamaafan gue dengan hormat ke keluarga lo."

"Iya, dimaafin."

"Thanks, kita pulang Emily."

"Buru-buru amat, baru juga dibuatin minum."

"Kami ada urusan."

"Yaudah. Emily, call me if you arrived." Gabriel mengedipkan matanya.

Bastian mengepalkan tangan dan napasnya tidak teratur menahan emosi.

"Genit banget."

"Wajarlah, sahabat gue."

"Terus, dulu kenapa dia ngaku sebagai pacar lo? Ngibulin gue?"

"Lo sendiri yang minta gue bawa cowo ke rumah."

"Gue lupa kasih tau. Malam ini mama minta kita ke pulang ke rumahnya."

"Kok tiba-tiba?"

"Gak tau. Kita kesana, ya?"

Emily mengangguk.

TBC--

Maaf pendek:))

[Don't] Let Me GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang