CHAPTER 3

561 54 2
                                    

⭐ dan 💬

Selamat membaca


Hanya kegelapan dan deru nafas yang menemani Jihyo saat ini. Dadanya bahkan terasa sesak akibat kegelapan ini. Ia tahu, kini ia tengah berada disuatu tempat di dalam dirinya sendiri. Tempat yang paling ia takuti, tempat yang selalu memberikan ancaman baginya.

Jihyo mulai melangkah dalam gelap. Tak ada satu titik putihpun yang dapat ia lihat. Tak ada satupun tepian yang bisa ia rasakan. Hanya kekosongan yang menyesakkan. Ia takut terjatuh dan tersesat, namun berdiam diri lebih membuatnya takut.

Tak tau sudah berjalan berapa jauh, Jihyo tiba-tiba menghentikan langkahnya saat mendengar suara tangis meski terasa samar-samar. Ia menoleh kekiri dan kekanan, mencari sumber suara.

Hingga akhirnya ia mendapati seseorang berdiri tidak jauh dari sisi kirinya. Pakaian hitam yang ia kenakan menyatu sempurna dengan suasana sekitar, membuat Jihyo langsung terfokus pada bagian wajah orang itu yang tak tertutup. Bibir merah menyala itu menunjukkan bahwa ia adalah wanita. Jejak air mata masih terlihat mengalir dipipinya yang putih.

Jihyo mendekat berlahan hingga jarak mereka sudah tinggal dua langkah lagi dan kembali menghentikan langkahnya. Ia memandang wanita itu dan membiarkannya terus menangis hingga ia puas meluapkan apa yang ia lakukan.

"Berikan tubuhmu!" Hentak wanita itu meski tetap dalam posisi yang sama tanpa menunjukkan seluruh wajahnya.

"Tidak akan!" Ucap Jihyo tegas.

Wanita itu mendongak dan mendekat pada Jihyo. Tangan kirinya terangkat meraih leher Jihyo dan menceramnya erat.

"Aku sudah menantikan hari ini sejak lama. Jadi berikan tubuhmu padaku." Ucapnya lagi. Suaranya berubah berat dan penuh penekanan.

"Tidak akan. Ini tubuhku, jadi keluar dari sini." Ucap Jihyo sembari meraih tangan yang mencengram lehernya itu.

Namun tiba-tiba suasana berubah dengan cepat. Tak ada lagi kegelapan di sekitar Jihyo. Ia kini sudah berada di tengah pemukiman asing dengan warna abu-abu yang menyelimutinya.

Jihyo terkesiap dan kebingungan dengan apa yang ia lihat saat ini. Tidak ada lagi wanita asing yang mencekiknya, ia seorang diri berdiri di depan sebuah rumah yang terlihat berbeda dengan rumah diera modern saat ini meski bukan rumah tradisional. Iapun melangkahkan kakinya kearah jalan, namun ia merasa seperti berputar dan kembali lagi berdiri di depan rumah itu.

Tanpa ragu, Jihyo memutuskan untuk meraih gagang pintu rumah itu namun ia hampir terjerembab dilantai setelah tubuhnya menembus pintu itu. Ia terkesiap dan menatap pintu itu lagi dengan tatapan bingung.

PRANG

Belum selesai dengan kebingungan yang ia alami, pendengaran Jihyo langsung terusik dengan suara pecahan yang terdengar sangat keras dari tengah rumah. Dengan bergegas ia segera masuk dan mendapati keadaan rumah sudah sangat berantakan. Baju berserakan, televisi tergeletak dengan menyedihkan dilantai, vas bunga pecah dan kerusakan lainnya yang menambah kekacauan diruangan itu.

Jihyo kembali melanjutkan langkahnya menuju sumber suara. Ia terkesiap saat mendapati seorang pria tengah memukuli seorang pria lain yang meringkuk tak berdaya dilantai dengan tongkat baseball. Dikakinya ada seorang gadis yang tengah berusaha memohon dan menarik kaki pria yang tengah berdiri itu.

"Ayah, kumohon hentikan yaah." Teriak gadis itu dengan berurai air mata.

"Kau benar-benar tak berguna. Mati sana, mati!" Teriak pria itu sembari terus menghujami pukulan ketubuh pria yang meringkuk itu.

In My Eyes [REMAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang