Bab 1

7.4K 487 3
                                    

Tanpa menghiraukan suara Shin yang memintanya untuk kembali, Yudai, hanya dengan jaket tipis seadanya berhasil menjauh dari rumah tersebut. Tanpa sadar ia berlari cukup jauh hingga sampai di tengah kota Fukuoka. Ia menyandarkan tubuhnya yang kelelahan karena lari yang tiba-tiba itu di sebuah tiang listrik cantik berwarna hijau. Sesekali ia menoleh ke belakang, takut-takut ada yang mengejarnya. Refleksi sosoknya terpancar di kaca etalase sebuah toko tas bermerk di jalan besar tersebut. Rambut brunette pendek bergaya poni jamur miliknya sudah berantakan tak keruan. Seraya menghela napas, Yudai pun memutuskan untuk melanjutkan pelariannya malam ini. Aku tidak mau pulang.

Sudah lama sekali rasanya ia tidak pergi ke pusat perbelanjaan Tenjin. Semakin banyak toko baru yang buka menggantikan toko-toko lama yang dikenalnya dulu. Walau sejak kecil ia memang sudah lahir dan tumbuh di kota terbesar Pulau Kyushu ini, setelah setahun lamanya 'terisolasi' di asrama laki-laki Tsurunosaki, harus membaur bersama lautan manusia di sini bukanlah hal yang mudah. Suara klakson mobil, pedagang yang berseru mengundang pembeli, percakapan singkat tak bermakna antar pejalan kaki—Semuanya membuat Yudai semakin tak dapat berpikir dengan jernih. Setelah dipikir-pikir lagi, hal yang baru dilakukannya benar-benar sangat spontan. Hanya dengan melihat wajahnya setelah sekian lama saja aku sudah dibuat panik seperti ini. Lalu aku harus kemana malam ini?

Tanpa berpikir Yudai pun masuk ke dalam salah satu department store dan turun ke pusat perbelanjaan bawah tanah yang sangat terkenal di daerah Tenjin. Area belanja luas yang dibalut oleh sinar-sinar lampu kuning oranye itu seperti biasa dipenuhi oleh anak muda dan turis. Sudah hari Jum'at, anak-anak sekolah pun sudah mulai libur, tak ayal Yudai tak dapat berjalan dengan santai, apalagi ketika ia tak punya tujuan seperti ini. "Yudai!" Samar-samar suara wanita memanggil nama kecilnya. "Yudai! Sedang apa kau di sini?"

Seseorang menepuk pundaknya lembut. "Aya-san.." Sama terkejutnya dengan sang wanita, Yudai mundur selangkah. Ikegami Aya, atau secara legal bernama Minami Aya adalah istri dari Shin. Seperti wanita pilihan para eksekutif muda bermasa depan cerah lainnya, Aya merupakan sosok idaman setiap perempuan. Mata coklat terangnya yang besar, rambut hitam kelam yang panjang dan bibir merahnya yang tipis memesona. Penampilan bukan satu-satunya yang dimiliki olehnya. Aya juga merupakan putri bungsu dari sebuah keluarga baik-baik yang mengorganisasi beberapa institusi pendidikan di daerah Kyushu. Kepribadiannya juga tidak sombong atau menyebalkan. Selain getol mengikuti berbagai macam acara amal ia juga merupakan perempuan yang sangat perhatian pada setiap orang yang dikenalnya. Apalagi kepada Yudai yang seorang 'adik' dari suaminya. "Kenapa kau ada di sini?"

"Harusnya itu yang kutanyakan kepadamu. Bukankah kita akan bertemu di Hotel nanti untuk makan malam bersama Shin juga? Aku baru saja selesai rapat makanya lewat sini.. Ya ampun, kenapa kau pakai baju setipis ini? Memangnya tidak kedinginan? Ini masih bulan Maret tahu.." Wanita berusia awal 20 tahunan yang mengenakan terusan merah tua beludru itu pun mengeluarkan syal hitam dari dalam tas tenteng bermerknya. Ia pun seenaknya melingkarkan kain hangat itu di leher Yudai yang sudah mulai membeku. "Jadi habis ini kita pergi makan, kan?"

Yudai terdiam. Ia bahkan tak bisa melontarkan ucapan terima kasih. Ia tak membenci Aya walau sebenarnya ia tahu seharusnya ia membencinya. Semenjak wanita itu datang ke dalam hidup Shin, pria yang dikenal sebagai kakak laki-lakinya itu mulai menyingkirkannya jauh jauh. Atau setidaknya itulah yang dipercayai oleh Yudai. Aya adalah tipe wanita yang terlalu sempurna, terlalu ideal hingga kesempurnaan yang dimilikinya itulah yang menjadi titik lemahnya. Jika saja mereka berdua bertemu di kesempatan dan keadaan lain, mungkin Shin tidak akan merasa sekalut ini. Ia tidak bisa menerima Aya di dalam hidupnya. Sebuah eksistensi yang melebihi dirinya di mata Shin adalah hal yang tak dapat dimaafkannya. Tapi di sisi lain ia juga tidak bisa bersikap kasar terhadap perempuan tersebut. Ia seratus persen tahu betul kalau Ikegami Aya membuatnya seperti ini bukan karena kesengajaan. Ia paham kalau tanpa Aya, Shin mungkin tidak akan bisa tersenyum seperti sekarang. Jika Aya tidak datang, mungkin Yudai tidak akan pernah bisa memeluknya lagi. Aku harus kabur. Aku harus mengatakan sesuatu yang membuatnya menyerah. Apa yang harus kukatakan agar aku tidak menyakitinya?

Loose Chain [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang