Impresiku terhadap Minami Yudai tak pernah buruk. Pertama kali aku mendengar namanya adalah ketika teman-teman asramaku sedang menyebut satu persatu murid yang berwajah cantik. Tapi setelah melihat orangnya secara langsung, aku rasa 'cantik' yang berlaku padanya tidak masuk dalam kategori feminim. Bulu matanya tidak lentik, kulitnya tidak terlalu putih dan struktur wajahnya pun masih lebih banyak mirip ke laki-laki. Hanya saja, manik-manik coklat yang berpendar emas ketika terkena cahaya mungkin adalah alasan mengapa ia termasuk ke dalam kategori makhluk-makhluk menawan itu. Tulang-tulang wajahnya yang proporsional, hidungnya yang mancung dan alisnya yang seimbang—Kalau bukan karena bintik-bintik merah di pipinya itu, pasti ia sudah menjadi idola Tsurunosaki. Secara bentuk badan, Minami Yudai tidaklah terlalu kurus, tapi juga bukan hasil dari ketekunan berolahraga. Ia lelaki berumur 17 tahun biasa yang hanya memiliki karisma lebih dalam setiap ekspresinya. Tak heran jika ia memiliki satu atau dua orang kekasih. Mungkin kakak kelas bernama Terashima itu adalah salah satunya. Meskipun sedikit janggal melihat pasangan yang sama-sama cantik.
Ia adalah seseorang yang ramah, menyenangkan dan rasional. Tidak ada satu pun orang yang kukenal yang pernah berkata buruk soalnya, walaupun ia juga bukanlah pribadi yang sempurna. Aku rasa semua menilainya tinggi karena karakternya yang manusiawi, tidak dilebih-lebihkan dan tidak ada cela yang begitu lebar. Di dunia ini, manusia yang tidak memiliki sisi gelap adalah seseorang yang sulit dipercaya. Walau sesungguhnya, Yudai memiliki lebih banyak daripada yang bisa ditanggungnya. Senyuman antik yang ditempanya dari rasa inferior, begitu terang, begitu meyakinkan, hingga tak ada yang dapat menyadari betapa mudahnya ia lumer ketika disentuh. Alih-alih menganggapnya sebagai perempuan, aku bahkan tak pernah menganggapnya lemah. Hanya saja aku merasa bahwa raga dan jiwanya lebih dari sekedar ketidakabadian. Eksistensinya seperti lebih singkat dari waktu, yang jika aku memalingkan wajahku sedikit saja, seketika ia akan sirna ditelan bumi.
Aku tak dapat menyangkal bahwa gulita yang tersembunyi di balik tubuhnya yang fana itu adalah hal yang secara tidak langsung membuatku tertarik padanya. Tapi apa benar Minami Yudai yang termakan oleh kegelapan adalah hal yang kuinginkan? Apa aku tidak ingin melihatnya tertawa di bawah pelita yang benderang? Apakah aku tak ingin melihat senyuman manis itu dari samping?
Tentu saja jawabanku sudah pasti, Yu.
.
"Maaf, kek.. nek.. Saya tak dapat mengejarnya," setelah sia-sia meminta Yudai tetap tinggal, Jin sang tamu tak diundang itu pun kembali ke kediaman Shinoda. Kedua lansia yang masih tengah panik itu memerhatikannya penuh tanda tanya dan kecurigaan. Tentu saja.. Mereka tidak pernah benar-benar berkenalan secara formal. Bahkan Shinoda Keisuke pun masih tidak bisa percaya sepenuhnya kalau Jin yang berpenampilan asal itu adalah teman dari cucunya. Alih-alih teman, ia malah berpikir kalau Jin adalah salah satu anggota kawanan anak nakal yang memberikan pengaruh buruk. "Jangan menatapku seperti itu.. Aku juga sudah berusaha meyakinkannya tadi."
"Kau tahu dia lari ke mana?" Sang nenek yang jauh lebih mementingkan keselamatan cucunya itu kontan menggenggam kedua lengan Jin keras. Ia tak peduli siapa Jin, tapi ia adalah yang terakhir bicara dengan Yudai.
"Sepertinya dia pergi ke arah bukit."
"Bukit?!" Serentak Keisuke dan Eriko saling bertatapan. "Bagaimana kalau ia tersesat di sana? Hutan di sana tidak terlalu rimbun.. Tapi tetap saja ini sudah malam dan ia asing dengan daerah ini.. Apa yang harus kita lakukan."
"Eriko, biarkan aku yang mencarinya dengan mobil," usul Kakek Keisuke. "Cuaca malam ini juga sepertinya mendung, aku khawatir kalau akan turun hujan sebelum pagi," lanjutnya seraya memandang mega-mega kelabu yang mulai menutupi langit. Tidak ada lagi pemandangan angkasa menenangkan di desa ini. Yang tersisa hanyalah refleksi dari kemelut bodoh yang selalu ditunda untuk diselesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loose Chain [BL]
Adventure[COMPLETED/PG15] "Lepaskan tanganmu. Aku tidak ingin kau mengotorinya dengan menyentuh seorang menyedihkan yang tidur dengan kakak laki-lakinya." "Aku mengambil nyawanya dengan tangan ini. Semua yang menjadi kebahagiaan keluargaku, akulah yang meren...