Seakan tak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Yudai, telapak tangan Jin tetap menyentuh punggung pemuda yang baru saja melontarkan pengakuan yang sangat berat itu. Kemelut merundung batin Jin, sebuah perpecahan antara simpati dan moral yang ia percaya pun menciptakan bunga-bunga api.. perlahan mulai membuat jantungnya memanas. Ia berusaha untuk menenangkan debaran di dadanya dengan mencari kebenaran di dalam manik-manik Yudai—Tetapi hanya kepercayaan diri dan keputusasaan yang terpancar dari bola mata coklatnya itu. Jin menelan ludah, lidahnya berusaha untuk mengucapkan suatu hal yang dapat memecahkan suasana canggung ini. Tetapi tak ada satu pun kata yang muncul di kepalanya. Hanya rasa terkejut, resah dan ketidakberdayaan yang tersisa. Ia tidur dengan keluarganya sendiri? Meskipun mereka tidak berhubungan darah.. Meskipun mereka bukan kakak-adik atau paman-keponakan sungguhan.. Tapi Minami meniduri keluarganya.
"Anak muda.." Mendadak suara seorang nenek tua mengagetkan Jin.
"Ya?!" Merasa diselamatkan dari keadaan ini, sontak Jin langsung membalikkan badannya, menatap langsung seorang nenek pendek yang mengenakan pakaian serba hitam berdiri di sebelahnya persis. Ia memegang tongkat jalan di tangan kanan dan lima buah tas belanjaan di tangannya yang satu lagi. Mungkin umurnya sekitar 50 tahun, tebak Jin. "Nenek.. Kau tidak apa-apa? Tanganmu gemetaran. Sini biar kutaruh barang-barangnya di rak atas." Jin pun melepaskan pegangan tangannya dari Yudai dan segera membantu nenek itu menaruh barang bawannya. Kemudian, seperti layaknya gentleman, Jin pun memersilahkan perempuan tua itu mengistirahatkan kaki dan bokongnya di kursinya yang telah panas akan suhu tubuh itu.
"Terima kasih, ya.. Kau baik sekali." Nenek itu pun menyenderkan punggungnya puas. Ia sepertinya tidak menyadari bahwa Yudai adalah teman seperjalanan pemuda baik yang menolongnya itu, jadi tanpa membungkuk sopan kepadanya, sang nenek memutar badan sedikit ke arah kiri dan mengajak Jin bicara. "Kau sedang dalam perjalanan ke mana, nak? Nenek nanti turun di stasiun Oita." Stasiun Oita adalah pemberhentian Yudai dan Jin setelah ini, di mana keduanya harus berganti kereta menuju stasiun Usuki.
"Ke Tsukumi, nek."
"Tsukumi? Nenek tahu kota itu.. Seseorang yang nenek kenal pindah ke sana. Kota itu terkenal dengan lautnya, kan? Jadi ingin ke sana.."
"Nenek harus pergi ke sana! Apalagi kalau musim panas-"
Yudai yang tetap duduk di kursinya hanya memerhatikan interaksi dua orang yang ada di sampingnya itu. Matanya begitu kosong, bibirnya diam seribu bahasa, tapi ia menyiratkan jutaan perasaan terburuk yang sudah lama ia lupakan. Ia tidak memaksakan dirinya untuk ikut dengan percakapan kedua orang di sebelahnya. Batinnya sibuk dengan penyesalan pahit yang terlontar dari bibirnya beberapa menit lalu. Antara sengaja dan tidak sengaja, ia telah mengaku kepada seseorang yang bahkan tidak terlalu mengenal dirinya. Bahkan seseorang yang sudah mendekapnya, membisikkan kata-kata menenangkan dan sebuah mantra sihir yang dapat membuatnya merasa bahwa dirinya berarti lagi, tidak pernah mendengarkan pengakuan segamblang yang ia utarakan tadi. Tamatlah sudah. Jin pasti akan menganggapku jijik. Ia juga pasti akan membuangku, seperti yang mereka lakukan.
Sementara Jin yang masih dengan konfliknya sendiri berusaha mencari ketenangan dalam percakapannya dengan sang nenek misterius tersebut. Dalam hatinya ia merasa bersyukur dapat diberikan waktu untuk berpikir, tapi ia juga tahu bahwa ini semua hanyalah sementara. Pada akhirnya nanti ia akan berpisah dengan sang nenek dan harus menghadapi Yudai. Bagaimana harus ia bersikap? Tetap bicara seakan tidak terjadi apa-apa? Berusaha menghiburnya? Atau diam saja? Peluh pun menetes dari kening Jin, bagaimana ia mau menentukan sikap seperti apa yang harus ditempuhnya.. Kalau maksud dari Yudai mengatakan hal itu dan perasaan yang dimilikinya itu saja ia tak yakin?
Samar-samar Jin teringat dengan hari di mana ia menonton sebuah acara TV yang dibintangi oleh seorang okama, atau pria yang berdandan dan berpakaian seperti perempuan. Ayah dan Ibu Jin yang melihat sosok lelaki cantik berpenampilan seronok itu langsung mencibirnya, mengindikasikan kepada anak-anaknya yang ada di sana untuk tidak berperilaku seperti itu. Tentu sepanjang hidup Jin ia juga merasa bahwa menyalahi jenis kelamin yang telah ditetapkan kepadamu adalah ide yang buruk. Lelaki harus berpakaian seperti lelaki, tidak boleh memakai rok, make-up berlebihan atau sesuatu yang berwarna manis. Tidak boleh bermain dengan boneka dan harus lebih banyak terkena sinar matahari. Daripada wangi parfum lebih baik bau keringat. Dan dalam masalah asmara harus selalu yang memimpin, memutuskan semuanya dan bertanggung jawab atas segalanya. Tentu saja tidak diragukan lagi pasangan seorang laki-laki haruslah seorang perempuan. Tulen, tanpa modifikasi. Jin meyakini kalau diciptakannya perempuan dan laki-laki memiliki tujuan sendiri, meskipun pemuda yang masih hijau ini tidak bisa menjabarkan seperti apa tujuan itu. Tapi ia bukanlah seorang pendukung percintaan sesama jenis, apalagi hubungan seksual di dalam perkawinan selain suami dan istri. Namun, selalu ada yang namanya pengecualian. Bagaimana jika Minami dipaksa melakukannya? Ia kelihatan sangat bersalah mengatakan hal itu kepadaku.. Tapi kenapa juga ia mengutarakannya kepadaku? Apa ia hanya ingin bercerita, atau secara halus ia ingin aku pergi menjauh. Aku tidak tahu reaksi seperti apa yang ia harapkan dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loose Chain [BL]
Adventure[COMPLETED/PG15] "Lepaskan tanganmu. Aku tidak ingin kau mengotorinya dengan menyentuh seorang menyedihkan yang tidur dengan kakak laki-lakinya." "Aku mengambil nyawanya dengan tangan ini. Semua yang menjadi kebahagiaan keluargaku, akulah yang meren...