Bab 4.2

2.6K 227 13
                                    

Udara dingin yang samar-samar menembus kaca jendela tebal itu pun membelai pipi Yudai yang sudah kemerahan karena angin. Malam yang pekat, langit yang sunyi dan perasaan yang tak keruan, seperti mengulang kembali kisah pertemuan pertamanya dengan keluarga Minami.

Semenjak Shinoda Yudai mengetahui kalau Ibunya memiliki kekasih baru, tak ada hari di mana ia tak cemas. Bocah berusia 12 tahun itu kadang-kadang mengintip dari ruang tengah apartemennya, memerhatikkan sang Ibu yang asyik bebincang-bincang di telepon dengan lelaki yang tak pernah ditemuinya kecuali dalam imajinasi belaka. Sudah sewindu semenjak kematian Ayahnya, Shinoda Atsushi, dalam kecelakaan pendakian gunung.. Wajah Ibunya yang berseri-seri dimabuk cinta seperti itu adalah sebuah pemandangan yang sangat dirindukan oleh Yudai, tapi juga dicemaskannya. Ketika akhirnya Shinoda Yoko memberanikan diri untuk mengundang Yudai bertemu dengan kekasih baru yang dikenalnya lewat urusan pekerjaan di perusahaan produksi kosmetiknya, bayangan kepergian sang Ibu yang selama ini menemaninya itu pun semakin jelas. Yudai menelan ludahnya, dengan sedikit memaksakan diri ia mengucapkan selamat kepada perempuan tersebut. Aku tidak butuh seorang Ayah yang baru, tapi kalau itu dapat membuatmu senang. Tidak ada yang bisa kulakukan.

Yudai kecil pertama kali bertemu dengan sang pengusaha muda berumur 30 tahun itu di sebuah restoran mahal ala Itali sebuah hotel ternama di Fukuoka. Wajahnya sangat mirip dengan Shin dewasa, hanya saja kelopak matanya lebih sipit. Maniknya lebih bercahaya, tutur katanya lebih sopan dan senyuman hangatnya dapat membuat siapa pun luluh. Satu-satunya kekurangan yang ia miliki mungkin hanyalah suaranya yang cenderung terlalu berat untuk pria berperawakan baik seperti dia. Dengan setelan jas biru tua yang terlihat sangat mahal itu, ia menyambut dua orang yang akan segera menjadi anggota keluarganya itu. Dengan percaya diri Minami Takeshi menyodorkan tangan kirinya, mengajak Yudai bersalaman bak seorang profesional. Baru saja Yudai si canggung itu membalas uluran tangan tersebut, Takeshi langsung menariknya lembut dan memberinya sebuah rangkulan akrab. "Aku senang akhirnya dapat bertemu denganmu, Yudai-kun. Aku selalu hanya mendengar cerita tentangmu dari Yoko saja."

Selain dari Ibu dan keluarga dari pihak Ayahnya yang masih sering berhubungan, Yudai jarang sekali dipeluk oleh orang dewasa seperti ini, apalagi dekapan seorang pria dewasa, entah kapan terakhir ia pernah merasakannya. Kehangatan dan rasa aman yang dipersembahkan oleh tubuh seorang lelaki yang telah matang memang berbeda. Tanpa sadar, tangan kanan kecilnya membalas pelukan itu dengan meremas jas bagian belakang Takeshi. Betapa gembiranya Takeshi ketika hal itu terjadi, meskipun terlalu cepat, tapi Yudai sudah mulai menunjukkan afeksi kepadanya. Namun, momen kecil membahagiakan itu pun buyar tak keruan ketika mata Yudai bertemu dengan seorang pemuda yang sudah terlebih dahulu duduk di kursi meja restoran tersebut. Pria bermata ungu tua yang mengenakkan gakuran  hitam itu menatap Yudai dengan kasar, seakan-akan ingin membunuhnya sekarang juga. Itu adalah kali pertama Yudai merasakan kengerian seorang Minami Shin, sebuah ancaman yang masih menghantuinya hingga sekarang.

"Ah, ini adik laki-lakiku.. Shin. Dia masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Sepertinya daripada paman, lebih cocok menganggapnya sebagai kakak laki-laki, bukan?" Takeshi pun berjalan mundur dan menepuk punggung saudaranya itu lumayan keras.

"Jangan seenaknya begitu, paman ya paman.. kakak ya kakak.. Nanti kau bisa dikutuk loh kalau bicara seenaknya begitu." Dalam sekejap wajah mengerikan yang terlukiskan di paras Shin pun menguap, berganti dengan senyum ala malaikat yang mirip dengan keramahan kakaknya. Yudai hanya dapat meremas celana abu-abunya dengan perasaan kalut, mungkin itu semua hanya halusinasiku saja.

Keempat manusia yang sebentar lagi akan berada di bawah naungan marga yang sama itu pun melanjutkan makan malam penuh keakraban itu. Sebagian besar isi pembicaraan itu adalah tentang bagaimana Yoko dan Takeshi pertama kali bertemu. Takeshi yang salah seorang anggota dewan di perusahaan stasiun televisi FBS saat itu mendapatkan kesempatan untuk mengenal Yoko lewat sebuah proyek acara wanita yang disponsori oleh kosmetik dari perusahaan di mana wanita itu bekerja. Berawal dari meeting di luar skedul yang ditentukan, ajakan makan malam yang impulsif hingga pernyataan cinta di dalam mobil, semuanya hanyalah secarik kisah simpel yang pasangan mana pun punya. Usia keduanya hanya bertaut 2 tahun, dengan Yoko memimpin lebih awal. Menjadi seorang janda dengan satu putra tentunya bukanlah pilihan yang paling ideal bagi seorang Takeshi yang sejatinya berasal dari keluarga yang mengutamakan asas keluarga dan keturunan. Tetapi, dengan jerih payahnya, ia berhasil membuat kedua orang tuanya menerima Yoko yang menarik, mudah beradaptasi dan selalu mendengarkan orang lain. Tetapi Takeshi tidak akan pernah tahu bahwa ancaman dari keluarga bahagia yang ia dambakan rupanya berasal dari adik laki-lakinya sendiri.

Loose Chain [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang