Bab 4.1

2.9K 240 5
                                    




Jin menghela napas seraya menggaruk-garuk kepalanya yang dibalut oleh topi kupluk abu-abu. Baru saja ia kembali dari toilet dan melihat wajahnya yang kusut dan rambutnya yang tidak rapi, tapi rupanya teman seperjalanannya itu belum juga kembali dari ATM. Dengan ogah-ogahan pria setinggi 178 cm itu pun duduk di bangku biru kosong di depan peron menuju Oita, stasiun yang mereka tuju setelah ini. Sebenarnya ia masih tak habis pikir kenapa bisa ia mengajukan usulan seperti itu. Kuil Yuzuruha? Jangan bercanda. Apa aku sebenarnya siap untuk pergi ke tempat itu? Apa aku akan benar-benar bebas jika pergi ke sana? Entahlah. Tapi melihat wajahnya yang seperti itu.. Aaah! Benar-benar tidak dapat kumengerti, diriku ini. Jin pun menggeser duduknya sedikit ke arah kanan ketika seorang ibu muda dan putra kecilnya mau mengambil sisa sedikit ruang kursi yang didudukinya. Setelah mengangguk sopan, ia pun memerhatikan anak kecil yang sepertinya habis menangis itu dengan penuh tanda tanya. Sesaat pikirannya melayang ke cerita paman tetangganya soal kuil Yuzuruha.

"Adik perempuan paman dulu pernah punya anak laki-laki.. Tapi waktu masih kecil ia meninggal karena tenggelam di laut. Bukan salah siapa-siapa sebenarnya, tapi yang namanya orang tua pasti merasa bersalah, bukan? Karena itu adik paman selama bertahun-tahun suka menyakiti dirinya sendiri, bahkan sering berniat untuk bunuh diri hingga pernikahannya pun bubar. Sampai suatu kali saat paman minta ia untuk menjemput anak perempuan kakek di SMP sebelah kuil Yuzuruha.. Iya.. SMP-mu juga itu.. Adik paman tiba-tiba saja merasa tertarik untuk masuk ke kuil yang dipenuhi rimbun pohon itu. Dan katanya ia di sana bertemu dengan seorang pendeta yang mendengar keluhannya tentang betapa ia ingin dihukum agar bisa bertemu dengan anaknya di dunia setelah ini. Tapi kemudian pendeta muda cekatan yang penuh wajah berseri itu hanya menyimpulkan senyum sambil berkata, 'Meskipun apa yang sudah terjadi tak bisa diulang lagi, Anakmu sudah memaafkanmu.' Kemudian adikku itu menangis sejadi-jadinya sampai ia berpisah dengan pendeta itu, bahkan wajahnya masih merah ketika bertemu dengan anakku, Hahahaha! Tapi semenjak saat itu ia tidak pernah berpikir untuk mati lagi.. Untungnya. Dan rupanya tidak hanya adikku yang menerima keajaiban seperti itu.. Tapi juga warga lain yang memiliki masalah serupa. Gimana ya.. Aku sebenarnya tidak percaya dengan hal yang seperti itu, sih. Tapi kadang-kadang di dunia ini ada saja hal-hal yang di luar kemampuan kita, dan anehnya yang dapat menolong kita adalah perbuatan simpel seperti itu."

Meskipun begitu, tetap saja tidak ada jaminan untuk mendapatkan sesuatu dari tempat tujuan itu. Apakah perjalanan ini akan menjadi sesuatu yang sia-sia? Apa lari adalah sebuah keputusan yang tepat? Jin pun mengepalkan tangan kanannya keras. Meskipun noda darah di lengannya sudah disapu dengan air beberapa jam yang lalu, matanya seakan masih dapat membaca bekas kejahatan yang ia lakukan sore ini. Padahal baru saja ia menjauh dari pusat kota Fukuoka, tapi harus jalan mundur kembali untuk mencapai Kota Tsukumi yang berada di Prefektur Oita. Bukan tidak mungkin jika sekarang wajahnya sudah masuk daftar pencarian tersangka. Dan tidak mustahil ia akan ditangkap ketika sedang bersama Yudai.. Membuat pemuda tak bersalah itu ikut jatuh ke lubang yang dalam bersamanya. Jin mengelap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia bisa merasakan keringat hangat yang mulai bermunculan di pori-pori wajahnya. Padahal di tengah udara yang dingin seperti ini. Aku ingin bertemu dengan Michio. Tapi apa ia akan memercayaiku kalau aku ceritakan yang sebenarnya? Apa ia akan membelaku meskipun memang benar aku ingin pria brengsek itu mati?

"Sawada.. Kenapa kau terlihat kacau begitu?" Yudai yang telah kembali dari menarik uang tunai pun mengejutkan Jin dengan menempelkan kaleng kopi panas ke pipi pemuda berkulit kecoklatan itu.

"Aw! Bikin kaget saja! Kau lama sekali sih ke ATM saja?"

"Jangan banyak protes deh.. Kau makan dari uang ini tahu. Tadi itu antrenya panjang banget soalnya sebentar lagi tutup. Brr... Dingin banget. Kenapa kau tidak duduk di ruang tunggu yang ada kacanya sih?" Yudai yang tak tahan dingin pun memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam kantung mantel.

Loose Chain [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang