Suara Jude Law dalam film Sherlock Holmes tidak bisa meredam umpatan Satya ketika ia mendapat chat dari seseorang. Tambahan, seseorang yang cukup berarti. Ralat, sangat berarti, sebenarnya. Indi masih cuek bebek di depan layar laptop, berbisik kenapa Jude Law bisa tampan sekali sambil sesekali makan Tango milik Satya di atas meja. Suatu hari nanti si pemilik kamar bakal memberi tagihan ke sahabat ceweknya itu, tapi tidak sekarang. Ada yang lebih penting daripada Indi.
Perlahan, Satya naik ke atas ranjangnya. Ia tidak mau mengusik Indi mengingat cewek itu kalau sudah kepo bisa sangat berbahaya. Begitu dirasanya semua sudah aman—bagus, Indi masih menatap lapar ke arah Jude Law yang kini meringis—-, Satya mulai membaca lamat-lamat pesan itu.
Taruna Mahardika
'Sat, elo besok mau nggak pergi nonton bareng gue?' pukul 15:56.Oh, wow, Satya tidak tahu kalau mantannya bisa seagresif ini. Dika ternyata berkembang juga.
Setengah menahan tawa, pemuda itu membayangkan wajah Dika memohon padanya. Ia menyeringai saat mengingat mantannya itu. Jemarinya otomatis menekan sebuah huruf yang biasa merangkum jawaban Satya.
'K.'
Dahinya tertekuk heran. Kenapa kesannya Satya dingin sekali? Ia memutar otak, mencari-cari jawaban yang lebih pantas diutarakan untuk si mantan.
'Y'
Sama saja, cuma beda huruf.
'Iya.'
Malah persis seorang bapak yang mengayomi anaknya.
'Y.'
Ini lagi. Lama-lama Satya menyadari kalau sebagai manusia, dia kelewat cuek.
'Hm.'
Jempolnya siap menekan tombol send sebelum sadar kalau yang barusan terkesan seperti Indi yang ngambek ketika PMS. Dika itu mudah khawatir, jadi bahaya kalau Satya mengirimi jawaban bernada ngambek seperti itu.
Sesi ketik-hapus-ketik-hapus terus berlangsung dan diakhiri oleh dengus frustasi. Kalau begini, sepertinya Satya harus ikut kursus 'Dasar-Dasar Komunikasi Yang Baik Dan Benar!' yang rencananya dibuka Aryo sepuluh tahun lagi.
Kembali ke topik; tatapannya jatuh di depan layar lagi—tepatnya pada chat di antara dia dan Dika. Butuh sekitar lima detik bagi Satya untuk memikirkan balasannya. Akhirnya, sesantai mungkin, Satya kembali mengetik lagi.
'Oke'
Paling tidak, yang satu ini kedengaran jauh lebih normal daripada jawaban-jawaban lainnya. Kesan dingin tapi peduli lumayan terangkum dalam tiga huruf itu. Satya tersenyum miring, puas dengan penemuan kata yang tepat untuk membalas Dika.
Hanya saja, ketika ia sudah bersiap menekan tombol send (lagi), sesuatu merampas ponselnya dari genggaman tangan Satya. Hening beberapa detik sebab pemuda itu kelewat kaget, sebelum ia akhirnya sadar kalau dirinya berada di ujung tanduk.
"Indi, kalau lo berani ngapa-ngapain chat gue—"
Cewek itu tersenyum culas. Di belakangnya, Jude Law menyeringai kejam. Satu kesimpulan seketika lewat di pikiran si pemuda: Indi pasti merusuh. Satya sama sekali tidak meragukan dirinya soal yang satu ini.
"Ciye udah pakai acara mau nonton bareng segala! Mau balikan yaaaa?"
"Ndi, apaan sih—" Ekspresi si manik mahoni berubah horor ketika ia menangkap pergerakan jemari Indi di atas layar ponselnya. "—Lo ngapain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lethologica
Fiksi Remaja[R-15] [1/2] Mantan (n). Makhluk yang dulu mengisi hati kita, namun kini tidak lagi. (Namun, bukan berarti tidak bisa CLBK). Sebuah kisah tentang siswa SMA super jutek, tipikal antagonis, dan gay dengan seorang siswa lain yang super tidak peka dan...