Lover.

19K 1.8K 441
                                    

Pacar
(n.) Orang yang kadang menjengkelkan, jarang mengumbar kemesraan, tapi tetap disayang-sayang.

.

.

.

.

Lethologica©Aresiaccino

.

.

.

Pagi-pagi begini seharusnya dihabiskan Gita dengan berguling di atas kasur, bukannya berdiri kaku di dalam kamar kakaknya sambil memasang wajah bimbang. Sungguh, memperhatikan Dika tidur adalah opsi terakhir yang ingin dia lakukan hari ini. Niatan awalnya untuk membangunkan si kakak berubah jadi keengganan karena Dika tidur kelewat nyenyak.

Gita menyesal telah setuju untuk membangunkan kakaknya hanya karena diiming-imingi segelas Milo hangat oleh ibunya. Fakta bahwa Dika baru pulang pukul setengah dua belas malam bisa dipastikan jadi alasan mengapa si kakak tidak bangun-bangun juga. Sebenarnya si adik penasaran, sih-apa yang membuat kakaknya baru pulang semalam itu?-tapi mengingat Dika masih tidur, sepertinya Gita harus menyimpan pertanyaannya.

"Bangunin nggak, ya?" Dia melirik sosok Dika yang berbalut selimut. Wajah kakaknya itu terlihat sangat damai sehingga Gita malas mengusik tidur Dika.

"Adek." Suara seorang wanita mengagetkan murid kelas 6 SD itu. "Kak Dika udah bangun?"

"Belum. Bunda liat aja sendiri." Gita menunjuk kakaknya. "Suruh Kakak jaga rumah selama kita pergi aja, Bunda. Lagian semalam Kak Dika juga pulangnya malem banget. Pasti butuh tidur."

Wanita yang dipanggil 'Bunda' itu terdiam sesaat. Diperhatikannya si anak sulung yang masih asyik bergulung di balik selimut. Matanya seketika tertuju pada rona merah yang muncul di leher anak laki-laki pertamanya.

"Pasti nyamuknya banyak semalam, makanya lehernya Kak Dika bisa merah banget gitu. Iya kan, Bunda?"

Sesaat mata si ibu menyipit. Sebenarnya, apabila diperhatikan lebih jauh, wanita itu tidak yakin kalau bercak merah pada leher putranya adalah-apa tadi? Oh, iya, gigitan nyamuk. Polanya berbeda. Tidak mungkin serangga seperti nyamuk bisa meninggalkan jejak semacam itu. Bekas yang dibicarakan lebih mirip luka memar setengah sembuh-seakan leher itu baru saja dihisap seseorang.

Oh.

Wanita dewasa itu mengerjap. Seketika ditampar oleh kecurigaan.

Jangan bilang kalau jejak-jejak itu memang berasal dari-

Bunda menggelengkan kepalanya sambil merutuki diri sendiri karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Wanita berusia tiga puluh sembilan tahun itu menengok pada anak gadisnya. Sekelumit perasaan aneh tersorot jelas pada matanya yang sayu.

"Ya udah. Tinggalin catatan sama kunci cadangan aja buat Kakak, biar kalau misalnya dia mau pergi rumah tetap bisa dikunci."

"Oke."

Berbeda dengan Gita yang langsung meluncur keluar kamar tanpa sepeser pun rasa curiga, sang ibu memilih tinggal. Matanya masih terpaku pada rona merah yang ada pada leher Dika. Kalau disuruh mengikuti suara hatinya, dia tahu benar apa yang menyebabkan rona merah itu. Bukan, jelas sekali bukan nyamuk. Heh, serangga manapun jelas tidak akan meninggalkan jejak seperti itu.

Pertanyaannya, oleh siapa?

Si ibu tidak berani berpikir lebih jauh lagi mengingat ini masih pagi dan dia harus memikirkan hal-hal selain rona merah itu. Dengan perasaan campur aduk, pikiran mengembara ke mana-mana, dan langkah terseok, wanita itu akhirnya meninggalkan si anak sulung sendirian.

LethologicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang