"Galang bukannya sudah ayah bilang jangan buat onar lagi di sekolah. Ayah lelah setiap minggu pasti ayah dipanggil ke sekolahmu. Baiklah mulai minggu depan semua fasilitas yang ayah berikan akan ayah sita kecuali handphonemu, dan setiap hari ayah yang akan mengantarmu ke sekolah."
"Tapi yah kan bukan aku yang memulainya, anak-anak dari sekolah lainlah yang ngajak ribut, jadi bukan sepenuhnya salahku yah."
"Tidak ada tapi-tapian Galang, ayah akan tetap menghukum kamu supaya kamu tidak membuat keonaran lagi, lama-lama ayah kena stroke juga karena lihat tingkahmu itu."
"Ah ayah kok gitu, nanti apa kata teman-temanku yah kalau harus diantar orangtua."
"Biarkan saja, biar kamu kapok ya kan bu?"
"Ibu masa ayah gitu bu." Rajuk gue.
"Udahlah sayang tidak usah manja begitu, ini semua kan demi kebaikan kamu juga."
"Ibu sama ayah tidak mengerti kalau aku tidak salah." Gue pun berjalan meninggalkan mereka ke kamar buat ganti baju dan segera pergi ke tempat biasanya gue nenangin diri.
+++
Setelah sampai di tempat biasa untuk menenangkan diri, gue menghirup udara pegunungan yang sangat menenangkan karena posisi tempat yang gue datangi tepat di lereng sebuah gunung butuh waktu selama 1 jam untuk sampai ke tempat ini.
Gue mulai merenungkan kesalahan gue yang sampai membuat ayah marah, tetapi tetap saja gue merasa bahwa gue ada dipihak yang tak bersalah, mereka yang mulai duluan ngajak ribut lalu kenapa hanya gue yang disalahkan dan gue sama sekali gak senang dengan keputusan ayah dengan menyita dan mengantar ke sekolah apa yang nanti akan dibicarakan ke anak-anak kalau gue si ketua gang diantar oleh ayahnya ke sekolah. No! Gue harus berpikir cara bagaimana agar ayah gak jadi melakukan itu semua.
Apakah dengan cara menaikkan lagi semua nilai mata pelajaran gue bisa membuat ayah menjadi tak menyita barang-barang gue? Semua ini gara-gara si ketua kedisiplinan itu! Sial! Gue selalu benci liat wajahnya setiap kali gue berpapasan atau berurusan dengannya. Gue akan buat perhitungan dengannya nanti, dia pasti gak akan menang dari gue untuk tanding bela diri.
Selesai merenung, karena rasa lapar yang tak tertahankan gue segera pergi ke sebuah warung langganan gue saat lapar setelah pulang dari sini di pinggir jalan rasa tak jauh dari tempat ini. Sesampainya di sana, pemilik warung yang telah mengenal gue langsung menanyai pesanan gue.
"Seperti biasanya kan mas?"
"Iya bu yang seperti biasa, tapi minumannya diganti sama wedang jahe aja bu, saya lagi kedinginan karena lupa waktu menikmati pemandangan di sana."
"Siap, tunggu sebentar ya mas."
"Iya bu."
Gue menatap sekitaran, warung ini selalu ramai setiap kali gue datang, walau menu makanan di sini sederhana tapi jika sudah mencoba rasa masakannya lebih enak dibanding gue harus buang-buang uang untuk makanan yang gak enak.
Tak lama makanan pesanan gue datang, karena rasa lapar yang sudah tak tertahankan gue segera makan dan tak lupa menyeruput sedikit-sedikit wedang jahe pesanan tadi, seketika rasa hangat mulai menjalari tubuh gue yang tadi rasanya seperti membeku karena terlalu lama di atas sana.
Selesai makan, gue segera pulang ke rumah karena gue tahu pasti ibu sangat mengkhawatirkan gue. Walaupun gue ini berandal sekolah, tapi gue masih menyayangi dan menghormati ayah dan ibu.
+++
Sesampainya di rumah, gue lihat ayah sedang bersantai dengan secangkir kopi hanya yang masih mengepulkan sedikit uap panas dan tak lupa sebuah koran untuk menemaninya.
"Yah, ibu di mana?"
"Ibumu ada di halaman belakang, sedang mengurusi tanaman bunganya. Dan dari mana saja kamu?! Sedang diberi nasehat malah kabur entah ke mana."
"Aku hanya mencari udara segar saja yah, lagi pula aku cepat kan kembalinya."
"Ya sudah, sana bantu ibumu saja di halaman belakang."
"Ayay kapten."
Setelah gue pergi ke halaman belakang sempat gue dengar ayah terkikik mungkin karena sifat gue ini yang terkadang kekanak-kanakan disaat bersama mereka.
Sampai di halaman belakang, gue temukan ibu yang sedang sangat sibuk merawat bunga-bunga kesayangan. Tiba-tiba sebuah ide jail melintas diotak gue.
Gue akan mengagetkan ibu.
Gue jalan mengendap-ngedap ke belakang ibu, gue mencari waktu yang tepat hingga akhirnya...
"Dor!"
"Aww! Galang sudah ibu bilang jangan mengagetkan ibu kan, kenapa masih saja iseng, sekarang lihat ibu jadi salah memotong batangnya kan!" Ups, sepertinya bakalan panjang ceramah dari ibu jika sudah menyangkut dengan bunga-bunga kesayangannya.
"Maafin Galang bu. Habisnya ibu sibuk sekali dengan bunga-bunga kesayangan ibu itu, sedangkan aku tidak disayang." Gue merajuk dengan mempoutkan bibir gue, hal ini hanya orangtua gue aja yang mengetahui dan melihatnya, selain mereka gue selalu menunjukkan wajah brandal gue yang sangat tampan itu.
"Aww, anak ibu merajuk toh. Lucu sekali anak ibu jika sedang merajuk seperti ini. Ke sini biar ibu memelukmu." Gue pun berjalan mendekatinya dan memeluk ibu, perasaan hangat langsung merangkap ke dalam tubuh gue.
"Sudah-sudah sekarang kamu mandi saja, ibu akan masak untuk makan malam kita."
Setelah adegan peluk-pelukan itu, tak menyia-nyiakan waktu gue pun bergegas ke kamar dan mandi. Setelah mandi, gue keringkan badan gue dengan handuk, kemudian gue lilitkan dipinggang. Sejenak gue pandangi pantulan diri gue dicermin, wajah tampan, badan bagus, menguasai taekwondo, tapi kenapa sepertinya masih ada yang kurang ya. Sudahlah gue pikirkan nanti saja.
"Ibu masak apa hari ini?"
"Ibu memasak masakan kesukaanmu. Ibu tau kamu pasti sedang down karena ceramah ayahmu tadi, tapi saran dari ibu jika ada orang yang membuatmu marah hiraukan saja nanti juga sendirinya akan lelah sendiri. Jangan sampai terpancing emosimu."
"Iya bu." Tapi gue gak janji jika yang membuat marah nanti si ketua kedisiplinan itu lagi.
+++
Setelah menyelesaikan makan malam yang mengharuskan gue mendapatkan wejangan dari ayah, gue lantas beranjak ke kamar untuk belajar. Walaupun gue berandal sekolah tapi untuk pelajaran gue gak pernah mendapatkan nilai jelek meskipun untuk nilai satu angkatan gue -yang sialnya- berada di peringkat kedua setelah si ketua kedisipilinan itu.
Selama belajar gue terus mengumpat jika tak sengaja memikirkan kejadian itu. Sial! Gak seharusnya gue mendapat hukuman dari ayah jika dia gak bawa-bawa orangtua buat masalah itu.
Sudahlah daripada gue mengingat itu kembali mungkin sebaiknya gue tidur saja dan semoga besok ayah berubah pikiran untuk mencabut semua fasilitas yang diberikannya.
Semoga aja..
TBC
Publish cerita baru nih ceritanya, padahal di lapak satunya belum selesai. Kenapa di on-hold yang Telekinesis Boynya, soalnya otak saya stuck buat bikin cerita dari sudut pandang dua orang. Huhuhu sedih..
Karena itu saya publish yang cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Caesus Est [✓]
Teen FictionBen Alexander Leive. Si ketua kedisiplinan kesayangan sekolah. Tampan dan berkarisma. Banyak siswi sekolah yang mengejarnya, tetapi sayang hanya satu orang saja yang dapat menyita perhatiannya. Si berandal sekolah, Galang Sayakta Gandhi. Galang Saya...