Draco memandang langit langit kamarnya. Harus diakui, kamar barunya ini nyaman. Didominasi dengan warna abu abu, kamar itu membuatnya seperti berada di rumah. Yah, kamarnya bukan berwarna abu abu, tapi atmosfirnya membuatnya merasa seperti di rumah. Ia bangkit untuk duduk, dan mendongak ke jam dinding yang bertengger di atas kepalanya. Sudah pukul satu pagi. Dan ia belum bisa tidur sama sekali. Ia merindukan ibunya, dan rumah. Ia memikirkan bagaimana bisa ayahnya hanya memanfaatkannya untuk melakukan kejahatan yang ia sendiri tidak mau melakukannya. Tapi ia tidak punya pilihan. Jika ia menolak, nyawanya ataupun ibunya menjadi taruhannya. Draco tenggelam dalam pikirannya sampai sebuah suara menyadarkannya. Suara langkah kaki yang teredam. Draco heran, 'Siapa yang masih bangun pagi buta begini?' Atau mungkin... pencuri! Draco berjalan menuju pintu, memegang kenop pintu, dan melangkah keluar.
Keadaan gelap. Lampu dimatikan. Ia melangkah perlahan menuju tangga, dan menuruninya. Semua gelap, kecuali dapur. Ia berjalan perlahan ke arah dapur, dan mendengar suara piring yang berkelontang pelan. Sesampainya di dapur, ternyata itu adalah... gadis remaja berpiyama abu abu tadi. Siapa namanya? Marie.. Marli.. Margery! Ia menghela napas lega setelah mengetahui itu bukan pencuri, lalu berbalik untuk kembali ke kamar, tapi kakinya tidak sengaja membentur lemari makan yang tidak ia sadari keberadaannya. "Sial!" Ia mengutuk karena kebodohannya, juga lemari makan itu. Ia tidak sadar gadis itu sempat kaget setengah mati karena ia mengira semua orang telah tidur, dan tidak akan mendapatinya melanggar 'janji diet' nya. Atau bisa jadi hantu berkain putih seperti di film horor yang ditontonnya. Ya, itu memang tidak masuk akal. Setelah menyadari rambut pirang platina itu, gadis itu kembali sibuk dengan pekerjaannya, lalu berjalan menuju tangga. Draco mengikutinya. Mereka menaiki tangga. "Apa yang kau lakukan pagi buta begini?" tanya Draco. Mereka sekarang berada di depan pintu kamar gadis itu. Ia melihat sepiring roti dengan susis dan sayuran berada di tangan gadis itu. Juga sekaleng minuman yang Draco lihat terdapat tulisan 'Kopi'. "Memperbaiki masalahku. Dan kau sendiri?" Draco tidak yakin apa itu 'memperbaiki masalah', dan hubungannya dengan roti daging dan kopi itu tapi ia menjawab, "Tidak bisa tidur." "Insomnia?" Draco memandangnya heran, "Insom- apa?" "Insomnia. Gangguan tidur. Banyak pikiran, dan matamu seperti diganjal korek api." Itu memang yang dirasakan Draco. Gadis ini pintar juga. "Ya. Aku rasa aku terkena imsonila." Margery tertawa kecil, "Insomnia, Malfoy. Sudahlah, aku lapar. Kau coba tidur saja lagi. Atau lakukan hal lain. Terserah kau. Selamat malam." Dengan itu, Margery langsung masuk ke kamarnya, dan menutup pintunya. Terdengar bunyi pintu terkunci. Draco memandang pintu di hadapannya, yang memiliki banyak tulisan yang menempel. 'Parental Advisory', dan kalimat aneh, 'Creativity is a mess. Then I am creative.' Bahkan plester panjang kuning yang ditempel menyilang bertuliskan 'Police Line - Do Not Cross'. 'Gadis ini aneh,' pikirnya. Ia berjalan kembali ke kamarnya, dan berbaring di ranjangnya. Entah kenapa, Draco merasa gadis itu misterius dan rasa keingintahuannya mulai muncul. Tanpa disadari, si pirang mulai terlelap dengan pikiran terakhir tentang anak rambut yang tidak pada tempatnya, sepiring roti daging, dan kalimat, 'Memperbaiki masalahku. Dan kau sendiri?' Sampai akhirnya ia benar benar terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wild Flowers
General FictionPerang berakhir, death eaters yang berada di pihak Voldemort dijatuhi hukuman: ditahan di Azkaban. Termasuk Draco Malfoy. Hanya, hukumannya berbeda. Dan ia tidak tahu setelah hukuman itu, hidupnya tidak akan sama lagi. Apa hukumannya?