Chapter 9

99 8 0
                                    

Sebenarnya Draco tidak tahu kenapa ia mengalami semacam serangan panik setelah kalimat Melanie barusan. Tapi sejak pertama kali ia bertemu Margery, ia mendapat perasaan untuk... mengetahuinya lebih jauh? Ya. Secara naluriah, ia merasa ada semacam kewajiban untuk mengenalinya. Semacam itulah. Dan lagi, ia tidak akan diam saja dan membiarkan Margery menang dalam permainan 'tangkap-aku-kalau-bisa' ini. Dua orang bisa memainkan permainan itu.
Draco masih hafal jalan menuju sekolah gadis gadis ini. Ia membelokkan mobilnya, dan masuk ke dalam area parkir sekolah. Terlihat Natasha sedang duduk di kursi panjang dekat pohon, dengan headset di kedua telinganya, dan masih akan melanjutkan membaca, kalau Draco tidak menghampirinya. Natasha langsung melepaskan headsetnya, dan berdiri. Draco memandang sekitar. Banyak anak anak berkeliaran, mengobrol atau saling menjahili satu sama lain. Tapi gadis itu tidak kelihatan dimanapun.
"Dimana Margery?" adalah hal pertama yang keluar saat ia menghampiri Natasha.
"Tadi aku melihatnya dengan segerombolan teman temannya."
jawab Natasha sambil melihat sekeliling juga.
"Mungkin masih didalam." Dengan itu, Natasha berjalan ke mobil, dan masuk. Draco masih melihat sekeliling, dan baru akan masuk ke sekolah saat gadis itu muncul. Dengan topi hoodie jaketnya yang kebesaran dan menutupi matanya. Margery berlari kecil ke arah Draco.
"Lama sekali." Kata Draco saat gadis itu sudah didepannya.
"Kangen padaku? Oh, takut pesan moralku tadi pagi benar benar terjadi, ya?" Kata Margery dengan cengiran jahil yang khas.
Draco memutar matanya,
"Untuk apa aku peduli dengan pesan moral bodohmu itu?"
Margery mengedikkan bahu, masih nyengir, ia masuk ke mobil di jok belakang.
Draco langsung masuk ke kursi pengendara, dan membawa mereka pulang.
Mereka semua sedang menikmati makan malam, seperti biasa. Lalu, Judy memecah keheningan.
"Jadi, kami ingin memberitahu, besok kami akan pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan."
"3 bulan penuh." tambah Bill, sambil memasukkan potongan daging ke mulutnya. Draco yakin melihat kilasan aneh di wajah Margery, ditambah seringai kecilnya. Tapi, tidak ada yang memperhatikan.
"Yah, 3 bulan. Sebenarnya mereka ingin kami disana selama setengah tahun, tapi kami tidak mau meninggalkan kalian lama lama, anak anak. Dan tidak usah khawatir soal uang belanja, kami sudah memberi Natasha tanggung jawab penuh untuk itu," Natasha tersenyum simpul.
"Kenapa bukan aku? Aku kan anak sulung?" protes Melanie.
"Kalian masing masing kan mendapat peran. Tidak harus selalu kamu yang bertanggung jawab. Margery juga nanti akan mendapat peran." Kata Judy.
Margery dan Bill mengeluarkan dengusan menahan tawa.
"Singkatnya, kau memang tidak pantas memegang uang, Mels." kata Margery mengejek, lalu mengunyah makanannya.
Melanie hanya memutar matanya. "Pokoknya, selama kami tidak ada, Draco yang menjadi pengganti kami. Dan aku harap, kalian tidak membuat terlalu banyak kekacauan." Margery menggelengkan kepalanya dengan sok sambil mendecakkan lidah seakan ia kecewa akan sesuatu.
"Kau yang paling kumaksud, Margery." kata Judy memperingatkan, sambil meneguk air putihnya.
"Kau akan sangat kerepotan, pirang." kata Bill, yang menerima sikutan keras di lengan dari Judy. "Apa?" protesnya, lalu meminum airnya.
Sudah hampir tengah malam. Para gadis sudah masuk ke kamar masing masing. Draco sedang memandang langit langit kamarnya, sampai suara ketukan menyadarkannya.
"Masuk saja." Kata Draco.
Pintu terbuka, dan Judy melangkah masuk.
"Aku tidak mengganggumu, kan?" tanya Judy hati hati.
"Tidak sama sekali. Ada apa?" Balas Draco. Judy duduk di pinggir kasur Draco.
"Ada beberapa hal yang harus kau tahu tentang gadis gadis ini sebelum kami pergi." katanya.
"Apa itu?" balas Draco sambil menegakkan posisi duduknya.
"Pertama, Melanie. Yah kau sudah tahu, ia cantik, populer, dan semacamnya. Aku tahu dia tidak seperti anak anak remaja seusianya yang suka merusak diri mereka sendiri dengan konyol. Tapi, tetap saja, di usia tujuh belas, punya wajah cantik, dan populer, bukan tidak mungkin baginya untuk mencoba hal hal bodoh seperti itu." kata Judy.
"Seperti?"
"Pesta di rumah. Anak anak remaja tidak jelas masuk ke rumahmu, musik dinyalakan keras keras, dan pasangan yang bermesraan-" Judy bergidik begitu juga Draco. "Itu paling umum. Aku tidak mau saat kami kembali, Melanie ditemukan dalam keadaan hamil muda, rumah hancur seperti kapal pecah, dan apapun itu yang tidak jelas asal usulnya. Oke?" Draco mengangguk. Ia tidak bisa membayangkan anak anak remaja tidak jelas dirumahnya, rumahnya berakhir seperti kapal pecah, dan ia ditemukan dalam keadaan- tunggu. Dia kan laki laki, kenapa berpikir sampai kesitu? Draco bergidik lagi, "Tidak ada pesta. Mengerti."
"Bagus. Sekarang Natasha, yah, kau tidak akan kerepotan soal yang satu ini. Ia gadis manis baik baik yang tidak suka keluyuran kemana mana. Tapi masalahnya, ia sangat kurang percaya diri. Ia tidak pernah dikerjai secara fisik, tapi kadang ejekan ejekan suka dilontarkan padanya, dan sering, itu membuatnya down. Jadi, bisakah kau membantunya dalam hal itu?"
"Masalah percaya diri, oke."
"Dan terakhir, Margery." Judy menarik napas, lalu berkata, "Yang satu ini agak susah." Draco mengangguk setuju. Sejak awal ia tahu ada sesuatu dari gadis itu. "Jadi, Margery ini agak bermasalah. Ia punya beberapa kasus seperti berkelahi." Draco sedikit berjengit, "Ya. Dia anak yang kuat. Pernah tidak sengaja, saat bermain basket, sikunya membentur hidung lawannya. Dan, berdarah tentu saja. Dan emosinya susah ditebak. Ia sudah bilang kalau anak itu sudah keterlaluan, tapi tetap saja, apa harus pakai berkelahi?" Judy mengurut dahinya, "Selain itu, ia juga pernah ketahuan, ehm, merokok." "Merokok?" tanya Draco. Ia teringat bau kasar yang keluar dari mulutnya, juga kotak putih kecil di kantung berjaring tasnya. "Ya. Seperti yang Bill lakukan dengan puntung kecil putih itu. Aku terkejut saat mengetahuinya dan langsung memarahinya. Merokok itu lebih condong ke anak anak jalanan tidak benar diluaran sana kau tahu? Dan anak gadis tidak seharusnya merokok. Itu tidak sehat! Apalagi mengingat kondisinya-" "Kondisi apa?" potong Draco penasaran.
Judy menghela napas, "Dulu ia sempat memiliki penyakit paru paru kotor. Sekarang ia sudah sembuh, tapi tetap saja." Judy menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran negatif. "Dia bilang itu menenangkan rasa cemasnya, tapi sebagai ibu, aku tidak mau ia melakukan hal buruk dalam hidupnya. Ia masih muda! Aku ingin ia memanggilku ibu, tapi ia selalu memanggilku bibi. Aku dan Bill sangat menyayanginya seperti kedua gadis tertua." Judy mengusap wajahnya sendiri, lalu melanjutkan, "Sudahlah. Dan ada saat dimana ia akan pergi seharian tanpa ada seorangpun yang tahu, dan akan kembali dengan mata berbinar senang. Dia seperti memiliki dunianya sendiri, kau tahu. Tapi tetap saja, aku khawatir kalau terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Jadi... bisakah kau menjadi seperti... sahabatnya? Aku ingin kau bersamanya saat ia melakukan petualangannya. Dan, mungkin ia juga bisa menceritakan apapun yang dirasakannya, karena aku tidak mau ia memendamnya seperti yang selalu ia lakukan. Ia punya sedikit masalah mental, dan... lupakanlah. Itu tidak masalah, karena sebenarnya ia anak yang pintar. Jadi... bisa kan, Draco?"
Draco yakin ia akan sangat kerepotan, tapi ia mengangguk. Judy tersenyum, dan bangkit berdiri, "Baiklah, selamat tidur kalau begitu." Ia berjalan menuju pintu kamar, dan keluar.
Meninggalkan Draco yang tidak tahu apa yang akan terjadi dalam kehidupannya selama tiga bulan kedepan.

Wild FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang