When I catch fire and watch over you like the sun. I will fight to fix up and get things right. I can't change the world but maybe I'll change your mind
(5 Seconds Of Summer - Catch Fire)
×××
Jumat, 8 September 2808
Alexandra Ferandyl POV
Hari ini gue sampai sekolah lebih awal. Mengingat ada sesuatu yang harus gue bereskan dengan seseorang.
Mata gue menyipit dan menelusuri wajah-wajah orang yang berlalu lalang di koridor sekolah. Dan tatapan gue berhenti di cowok itu; Fianta Aprilio.
Dengan sejuta rasa ragu, gue melangkahkan kaki gue kearahnya.
"Fian!" Panggil gue.
Fian menoleh kearah gue, lalu gue liat dia tersenyum tipis.
Dia manis, dan gue akuin itu.
"Apa, Fer?" Tanya Fian, beberapa detik saat gue udah berada di dekatnya.
Gue terdiam selama beberapa saat. Oke, ini ngeselin waktu mengetahui fakta kalo semua kata-kata yang rencananya mau gue ucapin, tiba-tiba ilang gitu aja.
"Jadi gini," gue terdiam sejenak, "soal chat gue tadi malem. Sorry. Tapi gue bener-bener gak bermaksud buat ambigu," jelas gue.
Dari sini gue liat Fian mengerutkan kening. "Chat yang mana?" Tanya dia.
Ini ngeselin. Apa gue harus jelasin semuanya gitu ke dia?
"Susu siapa," ucap gue pelan.
Fian kembali mengerutkan keningnya. "Susu siapa?"
"Iya, susu siapa."
"Trus, susu siapa?" Tanya Fian.
Gue menatap Fian dengan bingung. "Susu siap--astaga, apa sih gue gak nalar," keluh gue.
Fian kemudian terdiam, lalu beberapa saat kemudian, gue liat dia tersenyum lebar.
Gue gak tau apa yang salah, tapi gue ngerasain satu hal; Fian berbeda. Dan gue cuma bisa berharap semoga kata berbeda itu dampaknya positif.
Diam-diam gue terus mengamati Fian yang terus-terusan tersenyum lebar. Oke, gak salah 'kan kalo gue berharap alesan Fian tersenyum itu adalah karena kehadiran gue?
"Fer." Panggilan Fian sontak membuat gue sukses mengalihkan pandangan gue dari dia.
Yang tanpa gue sadari pipi gue malah memerah tanpa alesan.
"Lo tau gak kenapa gue gak bales chat lo tadi malem?" Tanya Fian pelan.
Pertanyaan Fian itu membuat otak gue kembali teringat hal terburuk--yang sejak tadi malem gak berhenti gue pikirin. "Karena lo ilfeel, mungkin?" Jawab gue ragu.
Fian memakai kedua jari telunjuknya membentuk huruf x. "Tet tot," bantah dia. "Karena yang bener adalah..." Fian menggantungkan ucapannya.
Perlahan-lahan, gue liat Fian mendekatkan wajahnya ke telinga gue--yang membuat gue salting seketika. "Tau gak? Kak Vani yang anak osis itu-" bisik Fian pelan lalu terdiam sejenak. "Dia ngechat gue, Fer!" Pekik Fian di telinga gue.
Anehnya, bukan kuping gue yang sakit. Tapi malah... hati gue. Ini bener-bener aneh.
Gue menatap Fian aneh. "Vani?" Tanya gue dengan suara sumbang.
"Iya, Fer. Qivani Antonia---yang anak osis, yang rumahnya di depan rumah lo, yang cantik, yang dulu gue kira pacarnya Gensa, yang-"
"Gue tau, oke?"
Gue gak tahu apa yang salah sama diri gue ketika denger pujian Fian tentang Vani barusan. Tapi gue bener-bener sadar akan satu hal; Vani lagi-lagi berhasil ngerebut apa yang harusnya jadi milik gue.
×××
A/n:
Mungkin ini pendek, tapi gue bakal usahain part selanjutnya bakal panjang, oke?
BTW, DARI ANTARA SEMUA ORG YG BACA 150CM, apa salah satunya ada yg 5sos fam?
SUMPAH GUE KESEL BGTTT. gue mau curcol dikit, tapi gue rasa kalian gabakal ngerti, krn... AHH FUCK.
yaudahlah bye.
31/10/15
5:03 AM
BUT, WAIT!
Baca cerita ini anak dulu ya @bluepxn judulnya Imagination. Baca ceritanya yg lain juga!Baca juga punya @nnrlxs judulnya My Lovely Photograph.
KAMU SEDANG MEMBACA
150 CM
Teen Fiction140 cm. Iya, gue tahu gue enggak tinggi dan gue selalu sadar akan hal itu. Tetapi gue selalu bersyukur kok. Gue selalu berterima kasih sama Tuhan, walaupun gue enggak dilahirin setinggi Taylor Swift. Terus apalagi yang salah? Yang salah adalah saat...