Sesil tahu jika ia akan menghadapi situasi, dimana sang nenek akan datang menemuinya. Dia adalah sosok yang paling ia segani, dialah salah satu orang yang mengasihinya selain Renata, tentunya.
"Renata adalah putriku yang sangat baik hati selain Ayu, walau watak mereka berbeda jauh. Renata itu sangat sayang pada kakaknya yaitu ibumu." ucap wanita berumur lebih dari setengah abad itu seperti bercerita.
"Daripada ayahmu, dialah yang paling terpukul atas kematian ibumu. Namun dia bukanlah ayahmu, dia berusaha melindungimu tanpa orang lain ketahui. Mungkin saja karena kamu mirip Ayu, kamu mempunyai keberanian dan daya tahan yang sama dengan Ayu." Sesil diam saja, dia bingung ingin merespon apa. Jika memang dia mirip mendiang ibunya, kenapa sang ayah malah membencinya?
"Tapi kamu lebih aman hidup bersamaku, Sesilia. Bagaimana?"
"Maksud oma ke Singapura?" Dia mengangguk.
"Ugh itu sulit. Sebentar lagi aku akan memasuki semester akhir, mungkin dua tahun lagi aku akan ikut." ucap Sesilia takut-takut.
"Persis Ayu, baiklah aku tidak memaksa sayang. Tapi jika aku tahu ayahmu berbuat keterlaluan padamu, aku akan tetap membawamu tanpa penolakan. Mengerti?" Sesil mengangguk.
***
Revin mengetukkan jarinya diatas meja sesekali matanya melirik jam yang tergantung diatas papan tulis, hari ini mata pelajaran yang membosankan namun dia tidak bisa untuk membolos lagi.
Revin melirik ke jendela, kebetulan Sesil sedang berjalan bersama Helen. Mereka tertawa bersama, dan mata Sesil terlihat indah dalam pandangan Revin. Bahkan dia tidak sadar jika dosen sedang memperhatikannya.
"Revin Arfiansyah Nugraha, dipersilahkan keluar!"
"Eh pak, saya mau disini saja kok hehe..." Sang dosen hanya memutar bola matanya malas.
"Kapan kamu berubah sih?" gumam sang dosen.
Tak lama sang dosen memberi salam penutup dan keluar, Revin mendesah lega karena dia sudah bebas. Dengan tergesa dia berjalan cepat menuju kantin, berharap dia menemukan Helen dan tentunya Sesil disana.
"Kak Revin!" Revin memutar tubuhnya lalu dia melihat dua orang adik tingkatnya berdiri dengan gugup.
"Kapan latihan untuk dramanya, kak?"
"Ah itu... Hampir saja lupa. Kata Pak Dani, nanti jam empat. Tolong bilangin yang lain. Aku buru-buru jadi permisi ya." Revin menggerutu, mengganggu saja.
Revin tersenyum saat yang ia cari sedang duduk tenang sambil mendengarkan celotehan Helen, anak itu tidak pernah berubah sejak kecil. Selalu berceloteh panjang lebar.
"Hai guys." sapa Revin sambil meminum jus alpukat yang ada di dekatnya.
"Ih kunyuk jorok, punya aku diminum." sindir Helen dan yang disindir alih-alih menyudahi minum, dia menghabiskan.
"Haus banget, vin?" Revin hanya mengangguk sambil nyengir.
"Beli sendiri kek sana, kaya nggak punya uang aja." Kini giliran Sesil yang berkomentar.
"Punya tapi ditabung buat kencan sama kamu."
"Dih, jayus banget sumpah." ucap Helen sambil bertingkah seolah-olah mau muntah.
"Sirik aja si gendut." Helen mendengus.
"Pacar kamu nggak pulang, len?" tanya Sesil berusaha mengalihkan perhatian agar pertengkaran dua bersaudara tidak berlanjut.
"Katanya ada kerjaan banyak disana. Heran aku, dia nggak kangen apa sama aku. Bentar lagi mau tunangan kok dia malah cuek, gimana sih?"
"Dia lagi cari uang buat persiapan kalian nikah besok, bego banget." Revin langsung dapat pelototan dari Helen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Same but Different (COMPLETED)
ChickLitCERITA INI SUDAH LENGKAP "Anda bahkan tidak tahu apapun. Urusi saja anak kesayanganmu itu yang bahkan hanya berbeda dua menit denganku!" - Sesilia Claudia Ayuda. "Papah cukup! Aku benci papah!" - Selina Claudia Ayuda. "Kamu itu cantik dan pintar...