Chapter 5: Sorry

4.9K 272 5
                                    

Sesil hanya bisa menunduk dan menatap sepasang kakinya, sementara Arian menatap lurus ke depan dengan rahang yang mengeras.

Mereka ada di taman rumah sakit, setelah Arian melihat Sesil dan beberapa temannya, dia langsung menarik Sesil ke tempat ini. Dia butuh bicara kepada Sesil.

"Mau sembunyi kemana lagi?" Sesil tak bergeming yang membuat Arian mengerang frustasi.

"Kamu pikirin dong Selin, karena kam-"

"Ini demi Selin." ucap Sesil dengan berteriak.

"Apa? Apa kamu bilang? Demi Selin? Kamu sudah gila rupanya." Arian memutar tubuhnya menghadap Sesil.

"Lalu, bagaimana denganku?"

"Bagaimana denganku, Sesilia?" Bentak Arian setelah ia berusaha menahan amarahnya.

"Kamu tidak tahu apapun, Arian. Ini keputusanku." Arian mendecak kesal.

"Lalu apa artinya persahabatan kita selama ini?"

"Kamu memang sahabatku, tapi aku punya privasi. Kalau kamu memang ingin tahu, peka lah. Jangan hanya pikirkan dirimu sendiri." Arian terdiam.

"Aku pergi. Aku akan menghubungimu kapan-kapan." ucap Sesil lalu meninggalkan Arian yang masih terdiam.

***

Revin membeku mendengar percakapan Arian dan Sesil, dia sebagai lelakipun tahu kalau Arian menaruh hati juga pada Sesil.

Namun, dia tak menemukkan alasan apapun yang membuat Sesil tidak menyukai Arian. Walau dia lelaki, Revin tahu kalau dia jauh di bawah Arian yang memiliki predikat baik.

Sedangkan dirinya sendiri, hanya seorang mahasiswa biasa. Dan tak jarang menerima teguran dosen. Dia menghela napasnya, kenapa dia harus menyukai Sesil?

"Revin." Revin menoleh dan mendapati Helen cemberut.

"Kenapa? Perasaan tadi mukanya cerah, sekarang malah mendung." Helen mendengus.

"Reza harus kerja lagi. Sesil mau ditinggal atau gimana nih?"

"Sesil udah pulang duluan. Balik sekarang nih?"

"Ya sekarang, masa tahun depan? Jangan ngajakin perang deh." Revin terkekeh.

"Gitu aja marah. Ya udah, ayo pulang."

***

Arian berjalan gontai pada lorong rumah sakit, dia akan menengok keadaan Selin. Dia sangat berharap jika Selin sudah sadar.

Selin sudah seperti adiknya sendiri, sedangkan dia mencintai kembaran Selin. Ucapan Sesil masih terekam jelas, dan itu benar-benar menohok perasaannya.

"Kamu harus sehat, sayang. Papah sangat sayang sama kamu." Arian menahan gerakan membuka pintu, dan dia memilih untuk terdiam di depan pintu.

"Aku juga sayang papah. Ngomong-ngomong Arian kemana?" Adrian terkekeh.

"Kangen, ya? Cuma pergi sebentar aja kok, nggak akan lama." Arian mengernyit, apa maksudnya?

"Ih apaan sih, pah?" Terdengar tawa Selin oleh Arian yang membuatnya bingung.

"Papah tahu kok, kamu suka sama dia. Ngaku aja." DEG!

Arian memundurkan langkahnya, apa ini maksud Sesil? Arian menggelengkan kepalanya dan berlari pergi dari situ.

"Siapa sih yang lari disini? Memangnya dia pikir, itu tidak menganggu apa?" Gerutu Adrian saat mendengar langkah seseorang berlari.

"Udahlah, pah. Aku nggak apa-apa." Adrian tersenyum lalu mengusap sayang rambut Selin.

Same but Different (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang