Revin sedang mengerjakan tugas kuliahnya saat Helen berjalan masuk ke kamarnya, gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Hal biasa yang mereka lakukan sejak kecil, Helen memiringkan badannya menghadap Revin. Dia tersenyum kecil, apa jadinya jika Sesil mengetahui perasaan lelaki yang sedang berkutat dengan laptop? Suara dering ponsel Helen membuat Revin berdesis karena terganggu.
"Helen, kau mengangguku!" Helen hanya menjulurkan lidahnya.
"Ini Sesil lho, nggak mau denger nih?" Revin mengkerutkan keningnya.
"Yah, mati!" Revin memutar bola matanya malas lalu melempar Helen dengan pensil.
"Selow aja kali, nih telpon balik. Sekalian loudspeaker biar puas!"
["Halo, lama banget angkatnya. Lagi ngapain heh?"]
"Selow dong, Sil. Lagi nemenin calon pacarmu ngerjain tugas."
["Anak setan emang. Aku cuma bilang, kalau aku tinggal di apartement sekarang."]
"Kamu kabur? Ya ampun, sil. Itu bukan jalan keluar."
["Aku tahu. Jangan beri tahu hal ini pada Arian dan Selin, selain mereka terserah. Aku juga tidak melarang Revin untuk mengetahuinya."]
Revin mengulum senyumnya, apakah ini semacam belajar membuka hati untuknya?
"Tapi sil..."
["Nanti aku kasih nomor dan alamatnya lewat sms, bye Helen!"]
Belum sempat Helen menjawab, sambungan teleponnya sudah terputus. Revin menatap Helen tajam, dan Helen mengerti jika Revin butuh penjelasan. Helen memutuskan untuk pergi meninggalkan Revin, bukan saatnya Revin mengetahuinya. Helen harus menjemput Melvin, adik Revin, dia sudah berjanji pada tantenya yaitu ibu Revin.
***
Sesil menghembuskan napas lega setelah dia telah selesai membereskan apartemennya, entah apakah dia akan betah tinggal disini. Tapi dia disini hanya menghormati pemberiannya tantenya, adik dari ibunya.
Sesil melirik ponselnya yang berada tepat di depannya, benda itu terus berkedip. Dia tahu jika Arian mencoba menghubunginya, tapi dia berusaha pura-pura tidak tahu. Biarlah, dia mau kakaknya bahagia dengan Arian. Bohong, jika Sesil tidak tahu perasaan Selin kepada Arian sejak pertama kali menjadi sahabat. Tatapan memuja, itu yang dia lihat saat Selin menatap Arian. Sesil melirik jam yang ada di meja, pukul enam sore. Dia sudah pergi tanpa kabar hampir selama dua puluh empat jam, dan Arian sudah menghubunginya lebih dari lima puluh kali.
Sesil berjalan menuju kamar barunya, dia membuka laptop yang ada di meja belajarnya. Dia memutuskan untuk mengirimkan email pada Selin, dia hanya tak ingin Selin khawatir.
To: selinaclauda@xxx.com
Jangan khawatir, kak. Aku baik-baik saja, jangan salahkan siapapun atas kepergianku. Doaku selalu menyertaimu, kak. Jangan lupa minum obat dan makan yang teratur. Dan juga, jangan suruh siapapun mencariku bahkan Arian sekalipun. Love you kak....
KAMU SEDANG MEMBACA
Same but Different (COMPLETED)
Chick-LitCERITA INI SUDAH LENGKAP "Anda bahkan tidak tahu apapun. Urusi saja anak kesayanganmu itu yang bahkan hanya berbeda dua menit denganku!" - Sesilia Claudia Ayuda. "Papah cukup! Aku benci papah!" - Selina Claudia Ayuda. "Kamu itu cantik dan pintar...