Chapter 9: Hope

4.1K 215 8
                                    


Arian terbangun dari tidurnya setelah ia bermimpi jika ia menikah dengan Sesil? Atau Selin? Di mimpinya mereka terlihat sangat mirip walau dengan gaun yang berbeda, Arian menggelengkan kepalanya mengusir pikirannya yang tak karuan. Arian mencari ponselnya lalu mencari sesuatu, mencari foto dirinya bersama dua anak kembar tersebut dengan dirinya berada di antara mereka. Arian terperanjat saat layarnya menampilkan sebuah telepon masuk dengan nama 'Sesil'.

"Halo? Kenapa baru telepon? Kamu baik-baik aja kan?"

["Everything's okay. Gimana kabar Selin?"] Arian menghela napas.

"Apa seperti ini caramu mengkhawatirkannya? Jenguk Selin, seberapa sibuk dirimu?"

["Aku akan melakukannya besok bersama- Papah."]

"Apa!? Tunggu, kenapa suaramu berbeda?"

["Aku akan datang bersamanya. Aku hanya kelelahan."] Arian menggeram pelan, kapan Sesil tidak berbohong untuk menutupi penderitaannya?

"Bagaimana bisa kalian datang bersama? Kamu gila?"

["Jangan komentar apapun, tolong. Aku akan menghubungimu lain kali."]

"Tap- Halo?" Arian mengumpat lalu mencoba menghubungi Sesil namun nomor itu sudah tidak aktif.

"Sial!" Arian melempar ponselnya sembarang arah.

***

Revin membuka pintu basecamp dimana dulu adalah tempat ia menghabiskan waktu untuk latihan dance dan meluangkan waktu untuk Via. Revin berdeham canggung saat dia sadar kalau dia kembali mengingat semua kenangan bersama Via di tempat ini, tidak, dia disini bukan untuk kembali menyesali kandasnya hubungan mereka. Dia datang sebagai teman, sebagai kakak, dan sebagai sesama member klub dance.

"Bang Revin," ucap Karel yang sedang membaca buku.

"Sudah makan?" Karel mengangguk.

"Dimana Via?" Tanya Revin lalu tak lama sebuah pelukan dari belakang ia terima.

"Aku disini," ucap Via sambil tersenyum.

"Via, aku mohon buat kamu lepas tangan kamu." Via mendengus lalu melepas pelukannya.

"Untuk apa kesana? Apa kamu tak berniat berubah?" tanya Revin yang masih berdiri membelakangi Via.

Karel maupun Via terkejut, Revin tidak pernah seperti ini sebelumnya. Revin akan berbasa-basi lalu sedikit demi sedikit akan menuju ke topik, tidak spontan seperti ini.

"Rev-"

"Bagaimana bisa kamu berharap padaku sedangkan kamu tak ada niat berubah sedikit pun?"

"Bang Re-" Karel menghentikan ucapannya karena Revin menatapnya tajam.

"Ada atau tidak adanya diriku itu tak akan pernah merubahmu, oleh sebab itu hubungan kita selama dua tahun itu sia-sia.

Aku tahu kalau perkataanku kasar sekarang, tapi aku hanya ingin kamu berubah, Vi? Apa itu sulit? Aku bukan mantanmu tapi aku ini teman dan kakakmu sekarang."

Air mata Via mulai mengalir namun Revin tak ada reaksi apapun, Karel kebingungan dengan situasi seperti ini. Dia ingin bicara tapi kali ini ada aura tak bisa dibantah pada Revin. Karel hanya tahu Revin yang ceria dan humoris bukan seserius ini.

"Bawa dia pulang, Rel. Aku ada urusan," ucap Revin lalu pergi begitu saja.

"Rev, Revin, Rev!" Via terus berteriak tapi Revin mengabaikannya.

Same but Different (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang