Revin menatap kaca raksasa di depannya dengan peluh yang membasahinya, dia seorang anggota klub dance dan bisa dikatakan kalau dia mudah mengingat koreografi yang telah ia pelajari. Karel, pelajar SMA yang juga anggota klub, melihat tatapan Revin yang sendu membuat pertanyaan besar dalam benaknya.
"Kenapa, bang? Ada masalah?" tanya Karel setelah berdiri di sebelah Revin yang lebih tua darinya.
"Nggak, nggak apa. Cuma ngerasa kaku aja, udah hampir sebulan nggak latihan," jawab Revin asal.
"Kalau ada masalah cerita aja kali, semua anggota klub ini kan keluarga abang juga," Revin hanya tersenyum tipis lalu berjalan menuju tasnya.
Karel hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu tiba-tiba bahunya ditepuk, dan mendapati Via memandangnya bingung juga mengarahkan dagunya pada Revin.
"Nggak tahu, dia nggak mau cerita," Via tak bergeming.
"Rel, Vi, aku balik ya. Weekend usahain kesini lagi," ucap Revin sambil berjalan menghampiri mereka berdua.
"Ck, sok sibuk banget," decak Via yang hanya dijawab dengan tawa kecil Revin.
"Kalau kalian ada job, jangan lupa hubungi Revin Arfiansyah Nugraha. Aku usahain buat dateng,"
"Iya, bang. Jangan lupa apa yang aku bilang," Revin mengangguk lalu berjalan meninggalkan mereka.
"Apa aku tidak bisa berharap lebih padanya?" batin Via.
Karel melirik Via yang menunduk lalu membuang muka. Toh bukan urusannya, pikir Karel. Itu urusan Via dan Revin, tentu saja. Kisah masa lalu yang belum terselesaikan.
***
Sesil mendesah saat jam berjalan sangat lambat, dia juga sudah bosan menunggu dalam mobil dengan supir yang sedang keluar mencari minuman. Sekarang dirinya ada di parkiran rumah sakit tempat Selin di rawat, dan itu membuatnya was-was. Takut ada yang mengenalinya.
Setelah dia meninggalkan Revin dan Helen saat itu, dia langsung pulang ke apartemen dan menemukkan Renata yang sedang memasak sesuatu di dapur. Dengan senyum hangatnya, Renata memeluknya dan menanyakan kabarnya.
Hingga Renata memintanya untuk menemani menjenguk Selin membuatnya bingung, karena Renata tahu jika dirinya belum bisa bertemu Selin walaupun ia bisa tanpa persetujuan ayahnya. Renata akhirnya menyerah, namun dia tetap meminta Sesil untuk ikut sampai depan rumah sakit saja.
Tak sengaja mata Sesil terpejam karena bosan, dia tertidur hingga saat Renata kembali. Membuat Renata meringis karena merasa bersalah.
"Pak, kita kembali ke apartemen, nyetirnya pelan-pelan aja ya pak," ucap Renata sambil mengusap rambut Sesil.
"Iya nyonya," jawab sang supir lalu melaksanakan seperti ucapan Renata.
"Kamu benar-benar seperti ibumu, sayang. Namun ayahmu terlalu buta karena membuangmu yang baik ini," gumam Renata sambil menatap ke luar jendela.
Sesil membuka matanya saat merasakan mobil berhenti, dan dirinya terkejut saat menyadari dia ada di tempat parkir gedung apartemennya. Renata tersenyum kecil melihat reaksi Sesil yang sangat lucu itu.
"Kamu tidur nyenyak banget tahu," goda Renata yang membuat Sesil menggaruk tengkuknya.
"Maaf ya, tante. Aku ketiduran," Renata tertawa.
"Nggak apa, sayang. Tapi maaf ya, tante nggak bisa mampir, ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggal,"
"Iya tante, udah dikunjungin aku udah seneng kok," jawab Sesil lalu turun dari mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Same but Different (COMPLETED)
Genç Kız EdebiyatıCERITA INI SUDAH LENGKAP "Anda bahkan tidak tahu apapun. Urusi saja anak kesayanganmu itu yang bahkan hanya berbeda dua menit denganku!" - Sesilia Claudia Ayuda. "Papah cukup! Aku benci papah!" - Selina Claudia Ayuda. "Kamu itu cantik dan pintar...