Bagian 2 : Dia Ryan

68 4 2
                                    

Dua jam perjalanan aku berangkat dari rumah. Ditemani oleh tiga orang teman yang berasal dari sekolah yang berbeda. Aku akan pindah sekolah. Bagusnya lagi, tiga temanku itu semuanya adalah laki-laki, sehingga aku menjadi yang paling cantik dibanding semuanya.

Sesampainya di salah satu hotel yang berada di Jakarta Pusat, kami memasuki ruang kamar masing-masing. Tak terkecuali dengan aku. Sayangnya, karena aku perempuan, (yaiyalah) kamarku dipisahkan dari kamar tidur mereka.

Malam harinya, pembukaan dimulai. Langkah kakiku menuju salah satu ruangan yang biasanya di gunakan untuk rapat di lantai paling tinggi hotel tersebut. Duduk diam, melihat kanan dan kiri, ada banyak sekali orang yang tidak aku kenal di dalam sini. Haruskah aku menjadi seorang teman bagi mereka?

Lima daerah yang dalam skala kecil dijadikan satu. Aceh, Banten, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Mendengar daerah-daerah tersebut, aku langsung saja terbesit "yaampun, gue punya temen dari mana-mana. Ini mimpi atau gimana sih?," itulah mengapa aku bertanya kepada diriku sendiri, apakah aku sanggup dan aku pantas memiliki teman-teman yang istimewa seperti mereka semua.

Aku menghela napas, melihat setidaknya saat ini ada lima anak manusia memasuki ruangan dengan langkah damai. Ada tiga perempuan dan dua laki-laki disana. Tiga perempuan yang sama-sama mengenakan hijab. Sedangkan dua lainnya, yang satu mengenakan kaos berkerah, dan yang satu lagi memakai kemeja berwarna merah-biru-dan kombinasi warna gelap lainnya.

Kulihat dia yang mengenakan kemeja. Tubuhnya tinggi, berkulit putih dan berhidung mancung. Ah, aku jadi teringat dengan ayahku. Ia mulai berbicara, memperkenalkan namanya pada semua orang yang saat ini berada di dalam ruangan.

"Saya Ryan, dari Aceh," secara singkat itulah kata-kata yang dilontarkannya.

"Tuhan, dia tampan sekali," aku mengedipkan mata sesekali, melihat lagi dengan seksama, memperhatikan setiap detik ketika ia mulai berjalan menuju bangku paling belakang dan duduk bersama empat rekan lainnya."Yaampun, kok jadi cengo gini sih ngeliatinnya,"' sahutku sembari terkekeh kecil.

Seorang bapak yang sepertinya berusia 50an mengambil microphone dan mengucapkan "Selamat Datang!," bagi kami (aku dan temanku yanglain) karena berhasil lolos dalam seleksi untuk mendapatkan sekolah bertitel beasiswa ini.

"Kalian sudah berkenalan semua kan? Coba saya tanya lagi, itu yang pakai jaket pink, siapa namanya dan dari daerah mana?," lanjut sang bapak.

Aku dan yang lainnya mulai coba mengingat dan menebak siapa namanya.

"Sinta? Rika? Santi? Cinta? Ah gatau pak, lupa, namanya juga baru sekali kenalan," sambar salah satu dari kami. Alhasil, gelak tawa kami pecah akan jawabannya.

"Nama saya Santi. Bukan Cinta!," teriak yang punya nama.

Hahahahaaa...

Masih berlanjut seperti itu. Sang bapak kembali bertanya, "Nah, kalau yang tinggi itu, cowok yang duduk di belakang, siapa namanya?,"

"Ryan...Ryandaa.. Ri-Ryan..," serempak anak-anak saling menyahut.

"Ah, dasar kalian tuh ya, yang ganteng aja di inget namanya," lanjut bapak.

Hahahahaa..... Lagi dan lagi, kami tertawa mendengar perkataannya. Aku memperhatikan ekspresi Ryan saat ini, hanya biasa-biasa saja, tak ada a, b, atau c. Ia tetap duduk sambil melipat kedua tangannya, walau sesekali tersenyum karena suasana.

"Astaga. Itu anak enggak ketawa. Yaampun, kok dia dingin banget sih".

Tak peduli dengan keadaanku saat ini, acara tersebut tetap berjalan hingga akhrinya di sudahi dengan penutupan. Aku dan yang lainnya bergegas menuju kamar hotel, karena esok hari baru akan diantarkan ke sekolah dan asrama di daerah Serpong. Yak, sekolah baruku saat ini berada di daerah Gading Serpong.

*

Ry(N)anda [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang