"Jadi gimana?!,"
"Ya gak tau. Lagian kan itu urusan perempuan,"
Ini kali pertama aku berdebat dengannya. Membicarakan bagaimana jika sahabatku itu benar-benar marah dan membenciku. Atau bagaimana jika dia hanya tidak terima dengan hal yang aku lakukan.
"Tapi kan, kalau kamunya gak sama aku terus, Fitri juga gak akan ngejauh kayak gitu," sahutku kecut terhadapnya.
"Hufth. Oke. Oke. Jadi, salah aku?,"
Aku mengangguk. Dengan cepat aku meninggalkannya,berjalan cepat menuju sebuah meja di dekat sebuah kafe yang berjejer di lokasi Summarecon tersebut. Kepalaku linglung bukan kepalang. Wajahku sedaritadi masam, ditambah dengan kelakuan Ryan yang seperti tadi.
"Udah coba ngomong baik-baik?," ia melangkah mendekatiku.
"Udah".
"Trus?,"
"Gatau. Kamu deh gantian yang bicara sama dia.Beneran deh ahhh, aku tuh gak ada niatan buat ngejauhin dia cuma karena ada kamu. Kok jadi gini sih masalahnya,"
Ryan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Dasar cewekkkk...".
Aku mengambil smartphoneku dari saku celana,membuka dan mengecek beberapa notification. Tak ada yang menarik, justru aku semakin pusing karena belum ada solusi yang tepat hingga saat ini.
"Nand?,"
"Hmmm?,"
"Yaudah lah ya. Biarin aja. Nanti juga Fitri baik lagi sama kamu," sahutnya cuek.
"WHAT?!,"
*
Masih dalam suasana gelisah. Kali ini aku duduk dipojokan ranjang sembari memeluk Jayen, boneka beruang berwana coklatku yang sangat besar, yang besarnya tak jauh dengan besar tubuhku. Aku menatap mata boneka itu, dan yang kudapati hanyalah suasana damai.
"Ah. Kamu mah boneka. Gak ngerti dengan problem hidup," sahutku.
"Tapi gimanaaa nihhh... duhh Jayeennn...," aku menggerak-gerakan bahunya.
Tak ada jawaban dari boneka itu.
Aku menenggelamkan kepalaku ke badan Jayen, berfikir dan juga masih terus berilustrasi tentang hal apa yang akan terjadi selanjutnya.
Beberapa menit kemudian aku bangkit, mengecek keadaan di luar kamarku. Tak ada apa-apa. Kemudian aku masuk dan mengunci pintu kamar. Aku berjalan melangkah menuju cermin. Lalu melangkah lagi menuju ranjang. Duduk disana beberapa saat. Hingga akhirnya aku bangkit lagi untuk membuka kunci pintu kamar. Setelah itu menghempaskan diri keatas kasur.
"Kok perasaan dari tadi gajelas banget sih.Mondar-mandir, tidur salah, jalan salah. Liat cermin tambah parah. Duhhh.. ini gue kenapa?,"
Jarum jam masih menunjukkan pukul sebelas malam.Sebentar lagi pukul dua belas, namun aku masih saja tak dapat menutup mataku. Tak peduli seberapa keras usahaku, tetap saja seperti ini. Hingga pada akhirnya, setelah tengah malam itu berlalu, aku baru bisa tertidur dengan sedikit rasa kecewa yang bercampur dengan segala kegelisahan.
20 November 2014
Pagi-pagi aku terbangun. Wajah kusut, tempat tidur berantakan, ditambah karena mengingat hari ini akan ada ulangan harian. Rasanya ingin sekali aku melelapkan diri kembali. Bagaimana tidak? Hanya empat jam aku tidur malam tadi.
Aku mulai bangkit, mulai mengusik teman sekamarku yang juga baru saja terbangun. Wajahnya tak kalah berantakan dengan wajahku saat ini.
"Hihihi," aku hanya dapat terkekeh kecil ketika mulai bercermin. Ternyata memang separah ini keadaanku ketika kurang tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ry(N)anda [ON GOING]
Romance"Cepat atau lambat perpisahan itu pasti terjadi, karena kita memiliki jalan masing-masing. Tapi aku yakin, jika kita ditakdirkan untuk bersama, jarak dan waktu bukanlah alasan untuk menjadi penghalang". - Ryan. Biasanya, aku dan dia bersama, menghab...