Tok tok tok
Aku gelagapan mengambil ini dan itu, memasukkannya ke antara dua tempat, dompet kecilku ataukah saku celana levis yang aku kenakan saat ini. Sudah menjadi rahasia umum, karena semua orang sudah tahu kalau di asrama ini hanya aku yang paling... ngaret.
"Naaand?,"
"Iya iya sabar. Bentar lagi kok,"
Suara laki-laki itu terdengar jelas. Aku harap sih ia tidak marah karena kelakuanku saat ini.
Aku membuka pintu kamar dan mendapati ssi hidung mancung tengah berdiri dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya. Pakaiannya santai, hanya menggunakan kaos berwarna abu-abu dan rambutnya pun dibiarkan seadanya saja.
"Uh, tau gitu aku gak usah rapih-rapih dehhh," gerutuku dalam hati.
"Yaampun. Kamu kok lama banget sih? Dasar cewek," ia mendengus kesal.
"Yeee biarin. Wajar. Aku kan emang cewek,"
"Yaudah ay-"
"Tunggu, masih ada yang ketinggalan. Lima menit aja ya..,"
Kulihat Ryan hanya menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Selanjutnya, mungkin karena tak mau menghabiskan tenaga untuk menunggu didepan pintu, akhirnya ia melangkah menuju kursi yang letaknya tak jauh dari depan pintu kamarku. Namun belum lima menit, aku sudah keluar kamar dan mengambil sepasang sepatu sendalku yang berwarna coklat.
"Riyanda. Ayo!,"
"Kamu tuh yaaa, aku baru duduk,"
Kali ini aku yang menghela napas panjang. Yayaya, aku tahu ini memang salahku. Tapi setidaknya jangan membuang waktu lagi hanya untuk saling menunggu.
Ia mulai bangkit. Berjalan menuju kearahku yang sudah melangkahkan kaki terlebih dahulu beberapa meter dari ruang kamar. Tak sampai satu menit, ia sudah ada disampingku saat ini, dengan tetap mempertahankan gayanya yang... sok cool.
"Ish, tuh kan. Dia gak ngapa-ngapain aja aku udah salting, senyum-senyum gak jelas kayak gini. Aduuhhh..," batinku mulai berteriak.
Entah kenapa aku merasa dag dig dug ketika berjalan disampingnya. Sesekali aku melirik kearahnya, tapi ia tak memberikan respon apapun.
Ah sudahlah.
Akhirnya aku dan dia sampai di tempat tujuan. Di suatu toko yang berisi aksesoris handphone, mulai dari gantungan/hiasan sampai ada power bank juga disana.
Aku mulai berkeliling dan bertanya,
"Ada anti gores, bang?""Ada. Mau yang gimana?"
"Yang paling awet aja bang," Sang penjaga toko mulai mengeluarkan beberapa barang dan menyodorkannya kepadaku.
Aku celingukan, memilih yang mana yang nantinya akan digunakan.
"Duh aku bingung," tanpa sadar aku mengucapkan kalimat itu.
"Yang ini aja. Lagian kan handphonenya blablablabla-," aku menatap wajah Ryan yang tengah menjelaskan. Tapi kalau boleh jujur sih ya, aku tetap saja tidak paham dengan apa yang ia jelaskan.
Setelah ia berhenti berbicara, aku mengatakan "Yaudah yang ini deh".
"Gak usah kepaksa karna aku juga kali milihnya,"
"Eheh, enggak kali,"
Ryan hanya tersenyum tipis sambil mengangkat kedua alisnya. Aku memperhatikannya, sembari memberikan ekspresi yang aku punya saat ini.
"Duh Nand, lo kenapa sihhh?," kesalku dalam hati, karena sepertinya aku salah memberikan ekspresi sekarang ini, yang ada aku gugup dan justru terkesan seperti anak idiot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ry(N)anda [ON GOING]
Romance"Cepat atau lambat perpisahan itu pasti terjadi, karena kita memiliki jalan masing-masing. Tapi aku yakin, jika kita ditakdirkan untuk bersama, jarak dan waktu bukanlah alasan untuk menjadi penghalang". - Ryan. Biasanya, aku dan dia bersama, menghab...